Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penghina Presiden dalam Penanganan Covid-19 Bisa Dipidana, Polri Diingatkan agar Tak Sewenang-wenang

Kompas.com - 06/04/2020, 15:41 WIB
Tsarina Maharani,
Icha Rastika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi III DPR dari Fraksi PPP, Arsul Sani mengingatkan Polri agar tidak bersikap sewenang-wenang dalam melakukan penegakkan hukum yang berkaitan dengan Surat Telegram Kapolri Nomor ST/1100/IV/HUK.7.1./2020 yang berisi pedoman pelaksanaan tugas selama masa pencegahan penyebaran Covid-19.

Salah satu poin dalam surat telegram itu berbunyi, "Masyarakat yang menghina Presiden Joko Widodo dan pejabat pemerintah lainnya dalam menangani Covid-19 di media sosial dapat terancam sanksi pidana".

Arsul meminta Polri tetap memperhatikan "due process of law", yaitu proses hukum yang baik, benar, dan adil terkait hal ini. 

"Saya mengingatkan jajaran Polri agar kerja-kerja penegakan hukum yang menjadi kewenangan Polri tidak melanggar prinsip due process of law, yakni jelas dasar aturannya dan prosedurnya dilakukan dengan benar," kata Arsul kepada wartawan, Senin (6/4/2020).

Baca juga: Ketua MPR Dukung Ada Sanksi Pidana bagi yang Masih Tetap Berkumpul

Terkait ancaman sanksi pidana bagi penyebar kebencian terhadap presiden dan pejabat lain, Arsul mengingatkan Polri soal SE Kapolri Nomor 6 Tahun 2015.

Menurut dia, berdasarkan SE Kapolri itu, Polri wajib melakukan pencegahan terlebih dahulu sebelum penindakan hukum terhadap kasus ujaran kebencian dan penyebaran hoaks.

"Saya meminta agar apa yang ada dalam SE Kaplori tersebut diterapkan secara baik oleh Polri untuk menghindarkan kesan bahwa Polri sewenang-wenang dalam penegakan hukum," ucap dia. 

Selain itu, Arsul mengkritik penangkapan yang dilakukan Polda Metro Jaya terhadap 18 orang yang berkumpul di area publik karena dianggap melanggar kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB).

Ia mengatakan, hingga saat ini DKI Jakarta belum ditetapkan sebagai wilayah PSBB sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2020 tentang Pedoman PSBB.

"Sampai saat ini Menkes belum menetapkan DKI Jakarta sebagai wilayah PSBB. Karenanya, yang bisa dilakukan jajaran Polri adalah meminta orang yang berkerumun untuk bubar," kata Arsul.

"Kalau mereka melawan atau mengabaikan, baru bisa digunakan pasal KUHP tentang tidak menaati perintah pejabat yang sah," ucap dia. 

Baca juga: Presiden Jokowi Beri Maaf Mahasiswa yang Diduga Menghina di Medsos

Karena itu, Arsul meminta Polri mempelajari betul-betul Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 tentang PSBB beserta turunannya, yaitu Permenkes Nomor 9 Tahun 2020.

Ia berharap, penegakan hukum yang dilakukan kepolisian di tengah masa pandemi corona ini tidak menimbulkan masalah baru di masyarakat.

"Harapan saya agar proses penegakan hukum yang dilakukan tidak malah menimbulkan ketegangan sosial baru di tengah-tengah warga masyarakat yang resah menghadapi makin menyebarkan wabah Covid-19," tutur dia. 

Adapun masyarakat yang menghina Presiden Joko Widodo maupun pejabat pemerintah lainnya dalam menangani Covid-19 di media sosial dapat diancam sanksi pidana.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

TNI Kirim 900 Payung Udara untuk Salurkan Bantuan ke Warga Palestina

TNI Kirim 900 Payung Udara untuk Salurkan Bantuan ke Warga Palestina

Nasional
Terseretnya Nama Jokowi di Pusaran Sengketa Pilpres 2024 di MK...

Terseretnya Nama Jokowi di Pusaran Sengketa Pilpres 2024 di MK...

Nasional
Serangan Balik KPU dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK...

Serangan Balik KPU dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK...

Nasional
Soal Flu Singapura, Menkes: Ada Varian Baru Tapi Tidak Mematikan Seperti Flu Burung

Soal Flu Singapura, Menkes: Ada Varian Baru Tapi Tidak Mematikan Seperti Flu Burung

Nasional
Kasus yang Jerat Suami Sandra Dewi Timbulkan Kerugian Rp 271 Triliun, Bagaimana Hitungannya?

Kasus yang Jerat Suami Sandra Dewi Timbulkan Kerugian Rp 271 Triliun, Bagaimana Hitungannya?

Nasional
Menkes Minta Warga Tak Panik DBD Meningkat, Kapasitas RS Masih Cukup

Menkes Minta Warga Tak Panik DBD Meningkat, Kapasitas RS Masih Cukup

Nasional
Kursi Demokrat di DPR Turun, AHY: Situasi di Pemilu 2024 Tidak Mudah

Kursi Demokrat di DPR Turun, AHY: Situasi di Pemilu 2024 Tidak Mudah

Nasional
Serba-serbi Pembelaan Kubu Prabowo-Gibran dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK

Serba-serbi Pembelaan Kubu Prabowo-Gibran dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK

Nasional
Kecerdasan Buatan Jadi Teman dan Musuh bagi Industri Media

Kecerdasan Buatan Jadi Teman dan Musuh bagi Industri Media

Nasional
Saat Sengketa Pilpres di MK Jadi Panggung bagi Anak Yusril, Otto, Maqdir, dan Henry Yoso...

Saat Sengketa Pilpres di MK Jadi Panggung bagi Anak Yusril, Otto, Maqdir, dan Henry Yoso...

Nasional
Pemerintah Kembali Banding di WTO, Jokowi: Saya Yakin Kita Mungkin Kalah Lagi, tapi...

Pemerintah Kembali Banding di WTO, Jokowi: Saya Yakin Kita Mungkin Kalah Lagi, tapi...

Nasional
Menteri ESDM Pastikan Divestasi Saham PT Freeport Akan Sepaket dengan Perpanjangan Kontrak Hingga 2061

Menteri ESDM Pastikan Divestasi Saham PT Freeport Akan Sepaket dengan Perpanjangan Kontrak Hingga 2061

Nasional
Kata Bahlil Usai Terseret dalam Sidang MK Imbas Dampingi Gibran Kampanye di Papua

Kata Bahlil Usai Terseret dalam Sidang MK Imbas Dampingi Gibran Kampanye di Papua

Nasional
[POPULER NASIONAL] Gugatan Anies dan Ganjar Tak Mustahil Dikabulkan | Harvey Moeis Tersangka Korupsi

[POPULER NASIONAL] Gugatan Anies dan Ganjar Tak Mustahil Dikabulkan | Harvey Moeis Tersangka Korupsi

Nasional
Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar

Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com