Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pun menyesalkan munculnya wacana tersebut. Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron mengatakan, napi koruptor tidak tinggal di sel yang penuh, sebagaimana napi umum lainnya.
Dengan demikian, tidak ada alasan bagi Yasonna untuk membebaskan mereka dengan alasan mengurangi kepadatan ruang tahanan.
"Perlu kami tegaskan terhadap napi korupsi yang selama ini dalam pemahaman kami kapasitas selnya tidak penuh, tidak seperti sel napi pidana umum, tidak ada alasan untuk dilakukan pembebasan," kata Ghufron dalam keterangan tertulis, Sabtu kemarin.
Ia menuturkan, masalah kelebihan kapasitas yang dijadikan alasan oleh Yasonna merupakan masalah lama yang sudah terjadi. Namun, hingga kini Kemenkumham belum memperbaiki tata kelola di Lapas Sukamiskin, yang selama ini dikenal sebagai tempat tinggal bagi napi koruptor.
"Sehingga kapasitas sel menjadi tidak imbang. Selama masih seperti ini adanya, tidak beralasan untuk melakukan pembebasan terhadap Napi karena malah akan menimbulkan ketidakaadilan baru," tegas Ghufron.
Hal senada juga disampaikan oleh Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Kemanan (Menko Polhukam) Mahfud MD. Ada dua alasan pemerintah untuk tidak memberikan remisi kepada koruptor.
Pertama, mereka tidak menempati sel yang berhimpitan layaknya napi kasus hukum lainnya. Sehingga, mereka dinilai sudah menerapkan physical distancing untuk mencegah penularan Covid-19.
"Kalau (narapidana) tindak korupsi itu sebenaranya tidak uyug-uyugan (berhimpitan) juga sih, tempatnya mereka sudah luas, sudah bisa melakukan physical distancing ya," kata Mahfud, Sabtu malam.
Justru, imbuh dia, jauh lebih baik bila mereka tetap berada di sel, daripada isolasi di rumah masing-masing.
Kedua, pemberian remisi terhadap koruptor memang diatur di dalam PP 99/2012. Namun, ia menegaskan, pemerintah tidak mempunyai rencana untuk merevisi PP tersebut seperti dikemukakan Yasonna selama ini.
"Pada tahun 2015, presiden sudah menyatakan tidak akan mengubah dan tidak punya pikiran untuk merevisi PP Nomor 99 Tahun 2012, jadi tidak ada sampai hari ini itu rencana memberi pembebasan bersyarat kepada napi koruptor," tegas Mahfud.
Setelah mendapati banyak kritikan, Yasonna belakangan menyatakan bahwa wacana revisi itu masih dalam tahap usulan dan belum tentu disetujui Presiden.
Ia juga menegaskan, tidak semua napi di atas usia 60 tahun akan mendapat remisi. Sebab, menurut dia, hanya yang telah menjalani 2/3 hukumanlah yang akan mendapat remisi.
"Sayangnya, banyak beredar kabar di publik dari pegiat antikorupsi seolah napi kasus korupsi yang umur 60 tahun ke atas pasti bebas," kata Yasonna dalam siaran pers, Sabtu.
Ditjen Pemasyarakatan mencatat ada 90 orang napi kasus korupsi yang berusia lanjut. Setelah dikurangi dengan napi yang telah menjalani 2/3 masa pidananya per 31 Desember 2020, jumlahnya tinggal 64 orang.
Dari 64 nama tersebut, klaim Yasonna, hanya ada nama pengacara OC Kaligis dan mantan Menteri ESDM Jero Wacik yang menjadi perhatian.
"Selebihnya, belum bisa dibebaskan karena memenuhi syarat 2/3 masa tahanan meskipun sudah berusia lebih 60 tahun," kata Yasonna.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.