JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah didorong menerapkan sanksi administrasi terhadap masyarakat yang melanggar aturan soal pembatasan jarak fisik atau physical distancing dalam mencegah penularan virus corona.
Akademisi Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada (UGM) Richo Andi Wibowo menilai, penerapan sanksi administratif lebih tepat dibanding sanksi pidana karena aktivitas berkumpul yang melanggar physical distancing bukanlah kejahatan.
"Memang aktivitas berkumpulnya masyarakat bukan tindakan kejahatan. Itu hanya tindakan tidak pas, jadi dari nature-nya sudah gitu. karena memang bukan jahat, ya jangan dipentungin," ujar Richo dalam sebuah diskusi yang diselenggarakan YLBHI, Sabtu (4/4/2020).
Baca juga: Pembatasan Sosial Berskala Besar, Jokowi Tegaskan Polri Bisa Ambil Langkah Hukum
Richo menambahkan, sanksi administrasi juga dinilai lebih tepat karena dapat langsung diberikan tanpa melalui persetujuan lembaga yudikatif.
Ia pun mengusulkan agar Pemerintah menetapkan besaran denda supaya sesuai dengan latar belakang ekonomi pelanggar dan pelanggaran yang dia lakukan.
Menurut Richo, penerapan denda administratif sudah menunjukkan ada upaya paksa dari negara terhadap warganya dan dinilaicukup memberikan efek jera.
Kemudian ia menyarankan, kewenangan pemberian denda sebaiknya diberikan kepada aparat daerah seperti camat, lurah, atau kepala desa.
"Jadi kalau misalkan orang itu melanggar terus kemudian ditegur secara patut dia masih membandel, dia masih ngeyel, dia masih melawan, nah baru bisa kita kasihkan denda, tapi tolong dipikirkan besaran dendanya," kata Richo.
"Polisi bisa saja terlibat kalau dia dilibatkan tapi posisinya bukan sebagai penegak hukum pidana tetapi dia dalam logika aparatur eksekutif," tutur dia.
Baca juga: Pengamat: Kebijakan PSBB Belum Tegas, Tak Efektif Atasi Covid-19
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo memutuskan untuk menerapkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) dalam mengatasi pandemi virus corona atau Covid-19.
Jokowi pun menegaskan bahwa Polri bisa mengambil langkah hukum kepada siapa saja yang dianggap melanggar aturan.
"Polri juga dapat mengambil langkah-langkah penegakan hukum yang terukur dan sesuai UU," kata Presiden Jokowi dalam video conference dari Istana Bogor, Selasa (31/3/2020).
Jokowi menyebutkan, payung hukum yang digunakan untuk penerapan PSBB ini merujuk pada Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Karantina Kesehatan.
Selain itu, Jokowi juga sudah meneken Peraturan Pemerintah tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar.
Baca juga: Pemerintah Akan Terbitkan Pedoman Teknis Pembatasan Sosial Berskala Besar
Menurut Jokowi, penegakan hukum bagi mereka yang melanggar aturan perlu dilakukan agar PSBB dapat berlaku secara efektif dan berhasil melakukan tujuan.
"Yaitu mencegah meluasnya wabah Covid-19," kata dia.
Selain memutuskan menerapkan PSBB, Jokowi juga menetapkan status kedaruratan kesehatan masyarakat.
Status ini ditetapkan lewat keputusan presiden (keppres) yang juga sudah ditandatangani.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.