JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Institut Otonomi Daerah Djohermansyah Djohan menilai, kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) tidak efektif dalam penanganan dan pengendalian Covid-19.
Menurutnya, pemerintah terkesan tidak mau mendengarkan usulan-usulan pemerintah daerah dalam menghadapi pandemi virus corona ini.
"Saya kira pemerintah pusat harus mengoreksi kebijakan-kebijakannya, termasuk PSBB itu," kata Djohermansyah dalam diskusi 'Daerah Menghadapi Corona' yang diselenggarakan Populi Center dan Smart FM Network, Sabtu (4/4/2020).
Baca juga: Pembatasan Sosial Berskala Besar untuk Cegah Penyebaran Corona, Efektifkah?
Ia menilai PSBB merupakan kebijakan "setengah hati" yang dilakukan pemerintah pusat untuk menangani virus corona.
Djohermansyah mengatakan, kebijakan PSBB sama sekali tidak memberikan ketegasan bagi masyarakat dalam menghadapi situasi saat ini.
"PSBB ini kan masih setengah hati. PSBB belum tegas, belum keras, dihadapkan pada kondisi masyarakat Indonesia yang tingkat kedisiplinannya masih rendah," ujarnya.
Baca juga: Yusril Nilai Pemda Bisa Kesulitan Lakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar
Djohermansyah menuturkan, presiden seharusnya memberikan keleluasaan bagi pemerintah daerah untuk menetapkan kebijakan sesuai dengan kondisi daerah masing-masing.
Ia mencatat sejumlah usul menarik yang datang dari pemerintah daerah. Namun, ide-ide tersebut dimentahkan Presiden.
"Satu, ada daerah yang memberlakukan jam malam. Itu ide bagus. Jadi jangan nggak boleh. Karena mereka lihat banyak orang kumpul-kumpul di warung kopi, ada pasar kaget malam-malam. Pejabat-pejabat di ibu kota ini mana tahu," kata Djohermansyah.
"Kedua, menyetop bus antarprovinsi. Itu juga ide bagus untuk menahan mobilitas penduduk yang bandel-bandel ini. Mau mudik, no mudik," imbuhnya.
Baca juga: Kemendagri Minta Pemda Tak Blokir Jalan dalam Terapkan PSBB
Ia mengatakan saat ini pemerintah tidak bisa sekadar mengeluarkan instruksi yang bersifat imbauan.
Menurut Djohermansyah, pemerintah pusat harus menetapkan kebijakan yang tegas.
Presiden Jokowi, kata dia, harus menjadi "pemimpin perang" yang memberikan dorongan bagi pemerintah daerah dalam menetapkan kebijakan tepat dan cepat.
"Panglima besarnya presiden. Lalu panglima wilayah provinsi gubernur. Panglima kabupaten dan kota yaitu bupati dan wali kota," ujarnya.
"Kalau kita tidak bersatu padu, strategi perang tidak jitu, arahan kebijakan pusat tidak clear dan jelas, maka ini bisa berguguran. Bukan hanya rakyat, panglima perangnya gugur," kata Djohermansyah.
Baca juga: Penerapan PSBB, Ridwan Kamil Ingin Kompak dengan Anies