JAKARTA, KOMPAS.com - Indonesia Corruption Watch (ICW) mengkritik aturan dalam Perppu Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan, karena dianggap memberikan imunitas hukum bagi Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) dan para pejabat terkait pengambil kebijakan.
Koordinator ICW, Adnan Topan Husodo, mengatakan pemerintah terkesan hendak menghindar dari masalah dengan menuangkan Pasal 27 ayat (2) dan ayat (3) dalam Perppu No 1/2020.
"Jika kita merujuk ke Pasal 27 yang kontroversial, sepertinya pemerintah ingin mengantisipasi upaya-upaya hukum yang dilakukan penegak hukum yang timbul dari implementasi kebijakan ini," kata Adnan dalam diskusi yang diselenggarakan YLBHI, Jumat (3/4/2020).
Bunyi Pasal 27 ayat (2) dalam Perppu No 1/2020, yaitu "Anggota KSSK, Sekretaris KSSK, anggota sekretariat KSSK, dan pejabat atau pegawai Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, serta Lembaga Penjamin Simpanan, dan pejabat lainnya, yang berkaitan dengan pelaksanaan Peraturan Pemerintah Pengganti UndangUndang ini, tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana jika dalam melaksanakan tugas didasarkan pada iktikad baik dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan".
Baca juga: Menkeu Serahkan Perppu tentang Stabilitas Sistem Keuangan ke DPR
Selanjutnya, Pasal 27 ayat (3) berbunyi, "Segala tindakan termasuk keputusan yang diambil berdasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ini bukan merupakan objek gugatan yang dapat diajukan kepada peradilan tata usaha negara".
Menurut Adnan, pemerintah telah meminggirkan fungsi penegakan hukum yang ada di negara ini.
Para pejabat berwenang dijamin tidak bisa disentuh hukum dalam kaitannya dengan implementasi kebijakan Perppu No 1/2020.
"Kalau para pejabat itu tidak boleh dijerat hukum, saya kira ini menafikkan segala fungsi penegakan hukum yang ada di lembaga-lembaga penegakan hukum, baik itu KPK, kepolisan, maupun kejaksaan," ujarnya.
Ia menilai pemerintah memilih "jalan pintas" dengan memberikan impunitas bagi pejabat pengambil dan pelaksana kebijakan Perppu No 1/2020.
Padahal, menurut Adnan, seharusnya pemerintah mengantisipasi segala persoalan hukum dengan meletakkan kerangka tata kelola yang baik dalam perppu.
"Hal-hal ini sepertinya ingin diantispasi bukan dengan meletakkan kerangka tata kelola yang baik dan jelas, tapi justru memberikan impunitas tanpa batas kepada para pejabatnya," ujar Adnan.
"Mereka tidak bisa dipidana dan tidak bisa dijerat hukum apabila ada itikad baik. Saya kira ini menimbulkan persoalan di kemudian hari," imbuhnya.
Adnan pun menilai Perppu No 1/2020 yang diteken Presiden Joko Widodo itu hanya fokus pada persoalan krisis ekonomi.
Sementara itu, situasi yang dihadapi negeri saat ini adalah kedaruratan kesehatan karena wabah penyakit.
"Tapi kemudian ada suatu produk kebijakan perppu yang menitikberatkan kebijakan ini dengan merespons dari perspektif ekonomi semata," kata Adnan.
Karena itu, ia mengatakan penerbitan Perppu No 1/2020 ini merupakan upaya pemerintah mengambil "kesempatan dalam kesempitan".
Adnan menilai pemerintah menumpangi pandemi virus corona untuk mengeluarkan kebijakan yang sebenarnya tidak terlalu relevan dengan isu kesehatan sendiri.
"Ini seperti ada kesempatan dalam kesempitan. Ada isu pandemi ditumpangi suatu kebijakan yang agak kurang kurang relevan dengan masalah sebenarnya, yaitu krisis kesehatan," tuturnya.
Baca juga: Puan: DPR Akan Bahas RUU Penetapan Perppu No 1 Tahun 2020
Menurutnya, bakal lebih tepat jika pemerintah mengeluarkan peraturan yang berpijak pada UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.
Apalagi, kata Adnan, sampai saat ini pemerintah belum menyatakan situasi "darurat ekonomi", sehingga tidak perlu dikeluarkan perppu yang mengatur soal stabilitas sistem keuangan dengan dalih penyelamatan ekonomi.
Adnan pun melihat kebijakan-kebijakan ekonomi yang dituangkan dalam perppu diberikan kepada para pemain ekonomi, tetapi tidak untuk masyarakat umum.
"Ini sebenarnya kebijakan yang diberikan untuk mereka-mereka yang menjadi pemain ekonomi. Bukan masyarakat secara umum," kata dia.
Senada dengan Adnan, Direktur Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Asfinawati, menyatakan pemerintah memanfatkan situasi pandemi virus corona untuk mengeluarkan Perppu No 1/2020.
Sebab, menurutnya, judul dan isi perppu sebetulnya tidak fokus untuk penanganan Covid-19.
Secara lengkap, Perppu No 1/2020 itu berjudul Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease Dan/Atau Dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional Dan/Atau Stabilitas Sistem Keuangan.
Baca juga: PSHK Nilai Perppu Stabilitas Ekonomi Hambat Pemda Ambil Kebijakan Keuangan Daerah
"Artinya ancaman terhadap ekonomi atau gangguan stabilitas sistem keuangan, bukan disebabkan karena pandemi corona sendiri. Tapi bisa karena dirinya sendiri. Karena dalam hukum, 'dan/atau' bisa keduanya atau salah satu. Jadi ini colongan," kata Asfinawati.
Ia juga mempersoalkan Pasal 27 dalam perppu. Asfinawati mengatakan pemerintah membuat jaring pengaman yang sangat kuat demi menghindari persoalan hukum.
"Soal itikad baik, secara asas memang itikad baik. Ngapain ditulis? Ini jadi seperti jejaring supaya aman," tuturnya.
"Ini saya bingung tidak bisa dipidana atau perdata dan bukan objek tata usaha negara yang bisa di-PTUN. Jadi bisa diapain? Sementara kita negara hukum yang menjamin sesuatu dapat ditempuh sesuai prosedur hukum," imbuh Asfinawati.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.