JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Komnas Perlindungan Anak (PA) Arist Merdeka Sirait menilai, Pudjiono Cahyo Widiyanto atau Syekh Puji dapat diancam hukuman penjara seumur hidup dan hukuman kebiri terkait kasus kekerasan seksual terhadap anak dan tergolong residivis.
"Dengan kategori dia (Puji) residivis seksual anak, dia dapat diancam seumur hidup, bahkan ditambahkan hukuman berupa kebiri lewat suntik kimia dan pemasangan alat elektronik di tubuhnya," ujar Arist ketika dihubungi Kompas.com, Kamis (2/4/2020).
Baca juga: Nikahi Anak 7 Tahun, Syekh Puji Terancam 20 Tahun Penjara dan Kebiri Kimia
Menurut Arist, berdasarkan Undang-undang Nomor 17 tahun 2016 tentang Perlindungan Anak, Syekh Puji layak mendapat hukuman tersebut.
Mengingat, Syekh Puji telah berulang kali melakukan tindak pidana yang sama.
Pada 2008 lalu, Syekh Puji dinyatakan bersalah karena telah menikahi anak berusia 12 tahun.
Dengan riwayat tersebut, otomatis Syekh Puji telah memenuhi unsur untuk mendapat hukuman berat.
"Itu perintah UU seperti itu, unsur itu sudah memenuhi karena dia melakukan berulang dan bisa dikatakan resividis karena melakukan tindakan yang sama dan pernah dihukum dan dia mengulangi lagi," kata Arist.
Baca juga: Syekh Puji Bantah Nikahi Anak 7 Tahun, Mengaku Dimintai Uang Rp 35 M
Diberitakan sebelumnya, Syekh Puji kembali tersandung kasus.
Komisi Nasional Perlindungan Anak melaporkan Syekh Puji ke polisi atas dugaan pencabulan karena menikahi siri seorang anak.
Kabid Humas Polda Jawa Tengah Kombes Iskandar Fitriana Sutisna mengatakan, aduan itu diterima pada Desember 2019.
Saat ini laporan itu sudah masuk proses penyelidikan.
"Poses penyelidikan dilakukan dengan memeriksa kepada enam saksi untuk memberikan keterangan dan bukti terkait kasus tersebut," kata Iskandar saat dihubungi Kompas.com, Kamis (2/4/2020).
Baca juga: Dituding Nikahi Anak 7 Tahun, Syekh Puji Sebut Hanya Skenario Anggota Keluarga untuk Memeras Uang
Berdasarkan bukti visum dokter, tidak ada tanda kekerasan seksual yang dialami anak yang dinikahi Syekh Puji.
"Namun, tim penyidik masih melakukan proses penyelidikan untuk mendalami unsur-unsur pidana dari yang dilaporkan," jelas Iskandar.
Hingga kini, Polda Jawa Tengah sudah memeriksa enam saksi terkait kasus ini, termasuk anak yang dinikahi.
Adapun Ketua Komnas Perlindungan Anak (KPA) Jawa Tengah Endar Susilo mengatakan, pernikahan tersebut terjadi pada 2017 saat sang anak berusia tujuh tahun.
"Meski pernikahan siri, akan menghancurkan masa depan anak yang berpotensi menjadi calon pemimpin bangsa ini," jelas Endar, saat dihubungi, Jumat (13/3/2020).
Dia berharap agar kepolisian bisa bekerja maksimal untuk mengungkap kasus ini.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.