Sedikitnya jumlah spesimen yang diperiksa per hari juga dianggap tidak cukup. Sebab, ini memperlihatkan angka kasus positif Covid-19 yang ada saat ini didapatkan dari pemeriksaan yang dinilai belum optimal.
Ini artinya masih banyak orang yang bisa saja sudah terinfeksi virus corona, namun masih berkeliaran bebas dan belum mendapatkan penanganan, termasuk belum dites.
Sebagai perbandingan, jumlah kasus positif yang melonjak di Amerika Serikat misalnya, didapatkan dari hasil tes yang juga semakin banyak dilakukan.
Baca juga: RSPI Sulianti Saroso Berterima Kasih atas Partisipasi Masyarakat Perangi Covid-19
Dilansir dari situs The Covid Tracking Project, hingga 2 April 2020 terdapat 214,039 kasus positif dari 1,179,589 tes yang dilakukan. Dengan demikian, positivity rate di AS sebesar 18,1 persen.
Lalu bagaimana jika Indonesia dengan jumlah tes yang dilakukan mencapai 1 juta kali, namun memiliki positivity rate sebesar sekitar 23,3 persen? Jumlahnya tentu memprihatinkan.
Pemerintah kini diminta lebih transparan dalam menjelaskan perkembangan data spesimen yang diperiksa, sekaligus meminta kejelasan terkait teknis penerapan metode pemeriksaan bagi pasien yang terduga terjangkit Covid-19.
Menanggapi hal ini, Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Virus Corona Achmad Yurianto mengatakan, pihaknya tidak mengetahui secara pasti berapa jumlah spesimen dari pasien terduga Covid-19 yang diperiksa dalam sehari.
"Saya tidak tahu. Laboratorium pemeriksaannya ada 38 di seluruh Indonesia. Dari seluruh laboratorium itu apakah bersamaan pemeriksaanya, " ujar Yuri ketika dikonfirmasi Kompas.com, Rabu (1/4/2020).
Baca juga: Pemerintah Sebut Tidak Punya Data Pemeriksaan Harian dari Spesimen Covid-19
Menurut Yuri, total pemeriksaan spesimen tidak dilaporkan kepada dirinya.
"Yang saya ketahui yang (hasilnya) positif (Covid-19) saja. Untuk lebih jelasnya mungkin bisa ke Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbang) Kemenkes," kata dia.
Yuri juga menampik anggapan bahwa pemerintah tidak maksimal dalam melakukan pemeriksaan spesimen. Sebab, pada awalnya Balitbangkes hanya bekerja sendirian untuk memeriksa spesimen yang ada di Indonesia.
"Awalnya kan hanya Balitbangkes yang memeriksa sendirian sampai beberapa lama, lalu mulai bertambah lagi yang lain. Ada laporannya tapi tidak semua dilaporkan ke saya," tuturnya.
Sementara itu, terkait dugaan bahwa pemerintah sengaja menyampaikan perkembangan data yang bersifat konstan, Yuri mempersilakan masyarakat menilai.
"Silakan saja menduga-duga, kan memang dasarnya curiga. Sebanyak 38 laboratorium itu apakah bareng-bareng (bersama-sama) mulai pemeriksaannya?" kata dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.