JAKARTA, KOMPAS.com - Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Indonesia menilai pembahasan draf omnibus law RUU Cipta Kerja sebetulnya tidak menguntungkan pemerintah di tengah pandemi virus corona.
Direktur Jaringan dan Advokasi PSHK Fajri Nursyamsi mengatakan, pemerintah semestinya menyadari bahwa mereka butuh kepercayaan publik dalam menangani Covid-19.
"Pemerintah saat ini memerlukan kepercayaan publik dalam menangani Covid-19. Langkah melanjutkan pembahasan RUU Cipta Kerja adalah kontraproduktif," kata Fajri saat dihubungi, Kamis (2/4/2020).
Baca juga: DPR Didesak Tunda Pembacaan Surpres Omnibus Law Cipta Kerja di Rapat Paripurna
Ia mengatakan DPR dan pemerintah seharusnya tidak melaksanakan agenda yang dapat memicu kontroversi publik saat ini.
Fajri pun menyayangkan sikap DPR dan pemerintah yang bersikukuh melanjutkan pembahasan draf omnibus law RUU Cipta Kerja di saat-saat seperti ini.
"PSHK menyayangkan DPR dan pemerintah masih saja memprioritaskan agenda pembahasan RUU yang sejak awal mendapat tentangan dari publik," ujarnya.
"Seharusnya pada saat sekarang, presiden memprioritaskan kebijakan dan pembahasan RUU yang terkait dengan penanganan Covid-19, dan tidak memicu isu-isu kontroversial di publik," imbuh Fajri.
Baca juga: Surpres Omnibus Law RUU Cipta Kerja Akan Dibacakan dalam Rapat Paripurna Siang Ini
Karena itu, Fajri mendesak agar ada anggota DPR yang menyuarakan penolakan terhadap surpres dan draf RUU Cipta Kerja yang akan dibacakan di Rapat Paripurna pada Kamis (2/4/2020) siang ini.
Sebab, kata dia, masih banyak catatan yang perlu diperhatikan pemerintah dalam draf RUU Cipta Kerja yang belakangan sudah tersebar di publik.
"Kami mendesak agar anggota DPR berani menyampaikan untuk menolak draf RUU Cipta Kerja dan kemudian mengembalikannya terlebih dahulu kepada pemerintah untuk diperbaiki," kata Fajri.
"Terutama terkait dengan Pasal 166 yang menyebutkan peraturan presiden bisa membatalkan peraturan daerah, dan Pasal 170 yang menyebutkan peraturan pemerintah dapat digunakan untuk mengubah undang-undang," lanjutnya.
Baca juga: Menanti Sikap DPR dan Pemerintah Batalkan Pembahasan Omnibus Law RUU Cipta Kerja
Ia menilai Rapat Paripurna hari ini sebaiknya jadi momentum bagi DPR untuk mendesak pemerintah agar draf RUU Cipta Kerja diperbaiki.
Jika pembahasan RUU Cipta Kerja berlanjut, Fajri meminta DPR serius membuka ruang partisipasi publik.
Fajri menegaskan pelibatan publik merupakan hak masyarakat dan kewajiban bagi DPR untuk memenuhinya.
"Kami mendesak DPR untuk membuka dan mencantumkan di webiste DPR seluruh dokumen terkait, dan membuka semua rapat pembahasannya, agar clear argumentasi pemerintah dan DPR apa terkait dengan pasal tertentu. Jangan ada rapat yang tertutup dan buat semua rapat live," tegasnya.
Baca juga: Baleg: Penundaan Pembahasan Omnibus Law Harus Disepakati DPR dan Pemerintah
Selanjutnya, ia meminta DPR menjamin saluran aspirasi publik agar dapat tersampaikan secara langsung. Fajri berharap DPR memberikan respons terhadap masukan-masukan yang diberikan publik.
"Ada saluran untuk mewadahi masukan dari publik, apakah itu dalam bentuk RDPU atau semacam alamat email yang dipublikasikan untuk publik memberikan masukan hasil kajian atau langsung usulan redaksional pasal," ujar Fajri.
"Lalu, ada respons terhadap masukan yang diberikan, apakah ditolak atau diterima," imbuhnya.
Baca juga: Pembahasan Omnibus Law RUU Cipta Kerja di Tengah Wabah Virus Corona
Diberitakan, surpres terkait omnibus law RUU CiptaKerja akan dibacakan dalam rapat paripurna DPR yang digelar hari ini. Rapat paripurna diagendakan pukul 14.00 WIB.
Surpres RUU Cipta Kerja itu sebelumnya telah dibahas di rapat Badan Musyawarah (Bamus) DPR dan disepakati dibacakan di rapat paripurna.
Selanjutnya, rapat paripurna akan menyepakati apakah pembahasan RUU Cipta Kerja dapat berlanjut.
"Ya, (Surpres) Cipta kerja sudah (dibahas)," kata Azis ketika dikonfirmasi wartawan, Rabu (1/4/2020).
Baca juga: Pembahasan Omnibus Law di Tengah Wabah Covid-19 Batasi Partisipasi Publik
Adapun berdasarkan jadwal rapat paripurna yang diterima Kompas.com, salah satu agenda rapat paripurna adalah pengambilan keputusan terhadap Rancangan Peraturan DPR tentang Pembentukan Undang-Undang.
Secara terpisah, Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Ahmad Baidowi mengatakan, salah satu isi tata tertib itu mengenai rapat virtual dalam pembahasan RUU.
"Rapat virtual dalam keadaan tertentu, yakni keadaan darurat, kegentingan yang memaksa, keadaan bahaya, keadaan bencana dan lainnya. Peraturan tentang Tatib tersebut akan disahkan dalam paripurna besok," kata Baidowi, Rabu (1/4/2020).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.