Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Wacana Pembebasan Koruptor Dinilai Tak Signifikan Cegah Covid-19 di Penjara

Kompas.com - 01/04/2020, 19:50 WIB
Ardito Ramadhan,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Zaenur Rohman menilai wacana Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly membebaskan narapidana kasus korupsi yang berusia 60 tahun ke atas guna mencegah penyebaran Covid-19 di dalam penjara tidak tepat.

Zaenur beralasan, narapidana kasus korupsi jumlahnya relatif sedikit dibanding warga binaan secara keseluruhan, sehingga pembebasannya dalam rangka mengurangi kepadatan penjara untuk mencegah penyebaran Covid-19 tidak signifikan.

Baca juga: Menkumham: 5.556 Napi Sudah Dilepaskan demi Cegah Penyebaran Covid-19

"Untuk tindak pidana korupsi menurut saya jangan dibuat persyaratan yang mudah. Kenapa, karena dilihat dari data, warga binaan tindak pidana korupsi itu sangat kecil sehingga tidak signifikan sebagai pengurang jika mereka dikeluarkan," kata Zaenur kepada wartawan, Rabu (1/4/2020).

Zaenur berpendapat, kebijakan Kemenkumham mengeluarkan sejumlah narapidana dari lembaga pemasyarakat untuk mencegah penyebaran Covid-19 memang layak didukung.

Namun, ia mengingatkan, narapidana kejahatan sangat serius seperti kasus korupsi, terorisme, dan narkotika harusnya tidak disamakan dengan narapidana tindak pidana umum.

Baca juga: Menkumham: Belum Ada Warga Binaan yang Positif Covid-19

"Menurut saya yang harus diutamakan untuk tindak pidana yang tidak serius, tidak serius itu contohnya tindak pidana yang tidak ada korbannya seperti perjudian atau juga tindak pidana sejenis, itu harus dijadikan sebagai prioritas untuk dikeluarkan," ujar Zaenur.

Sementara itu, menurut Zaenur, pembebasan narapidana kasus korupsi, terorisme, dan bandar narkoba, harus melalui syarat yang lebih ketat. Misalnya, hanya diberikan bagi mereka yang mempunyai risiko kesehatan.

Baca juga: ICJR Apresiasi Menkumham yang Keluarkan 30.000 Tahanan di Tengah Wabah Covid-19

Ia mengatakan, warga binaan yang memiliki risiko kesehatan tinggi dapat dibebaskan melalui mekanisme pembebasan bersyarat dengan alasan darurat kesehan serta atas nama kemanusiaan.

"Untuk ketiga jenis tindak pidana yang serius ini syaratnya harus lebih ketat yaitu menurut saya syarat yang paling penting mereka yang memiliki risiko kesehatan berat itu yang diberikan kesempatan utk pembebasan bersyarat," kata Zaenur.

Diberitakan sebelumnya, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly berencana merevisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan.

Baca juga: Selain 30.000 Napi, Yasonna Juga Bakal Bebaskan Koruptor dan Napi Narkotika Lewat Revisi PP

Hal itu dikarenakan napi koruptor dan narkotika, yang tata laksana pembebasannya diatur lewat PP itu, tidak bisa ikut dibebaskan bersama 30.000 napi lain dalam rangka pencegahan Covid-19 di lembaga pemasyarakatan (lapas).

"Karena ada beberapa jenis pidana yang tidak bisa kami terobos karena Peraturan Pemerintah Nomor 99/2012," kata Yasonna dalam rapat kerja dengan Komisi III DPR yang digelar virtual, Rabu (1/4/2020).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sejarah Hari Bhakti Pemasyarakatan 27 April

Sejarah Hari Bhakti Pemasyarakatan 27 April

Nasional
Tanggal 26 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 26 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Golkar Ungkap Faktor Keadilan Jadi Rumusan Prabowo Bentuk Komposisi Kabinet

Golkar Ungkap Faktor Keadilan Jadi Rumusan Prabowo Bentuk Komposisi Kabinet

Nasional
Soal Gugatan PDI-P ke PTUN, Pakar Angkat Contoh Kasus Mulan Jameela

Soal Gugatan PDI-P ke PTUN, Pakar Angkat Contoh Kasus Mulan Jameela

Nasional
Prabowo: Kami Akan Komunikasi dengan Semua Unsur untuk Bangun Koalisi Kuat

Prabowo: Kami Akan Komunikasi dengan Semua Unsur untuk Bangun Koalisi Kuat

Nasional
PDI-P Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda, KPU: Pasca-MK Tak Ada Pengadilan Lagi

PDI-P Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda, KPU: Pasca-MK Tak Ada Pengadilan Lagi

Nasional
Sedang di Yogyakarta, Ganjar Belum Terima Undangan Penetapan Prabowo-Gibran dari KPU

Sedang di Yogyakarta, Ganjar Belum Terima Undangan Penetapan Prabowo-Gibran dari KPU

Nasional
Pakar Nilai Gugatan PDI-P ke PTUN Sulit Dikabulkan, Ini Alasannya

Pakar Nilai Gugatan PDI-P ke PTUN Sulit Dikabulkan, Ini Alasannya

Nasional
Airlangga Klaim Pasar Respons Positif Putusan MK, Investor Dapat Kepastian

Airlangga Klaim Pasar Respons Positif Putusan MK, Investor Dapat Kepastian

Nasional
PDI-P Sebut Proses di PTUN Berjalan, Airlangga Ingatkan Putusan MK Final dan Mengikat

PDI-P Sebut Proses di PTUN Berjalan, Airlangga Ingatkan Putusan MK Final dan Mengikat

Nasional
Golkar Belum Mau Bahas Jatah Menteri, Airlangga: Tunggu Penetapan KPU

Golkar Belum Mau Bahas Jatah Menteri, Airlangga: Tunggu Penetapan KPU

Nasional
Prabowo: Kami Berhasil di MK, Sekarang Saatnya Kita Bersatu Kembali

Prabowo: Kami Berhasil di MK, Sekarang Saatnya Kita Bersatu Kembali

Nasional
Kepala BNPT: Waspada Perkembangan Ideologi di Bawah Permukaan

Kepala BNPT: Waspada Perkembangan Ideologi di Bawah Permukaan

Nasional
KPK Dalami 2 LHKPN yang Laporkan Kepemilikan Aset Kripto, Nilainya Miliaran Rupiah

KPK Dalami 2 LHKPN yang Laporkan Kepemilikan Aset Kripto, Nilainya Miliaran Rupiah

Nasional
Pertamina dan Polri Jalin Kerja Sama dalam Publikasi untuk Edukasi Masyarakat

Pertamina dan Polri Jalin Kerja Sama dalam Publikasi untuk Edukasi Masyarakat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com