Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pembatasan Sosial Berskala Besar, Siapa Penanggung Kebutuhan Dasar Warga?

Kompas.com - 01/04/2020, 11:58 WIB
Deti Mega Purnamasari,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah telah memilih untuk melakukan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) dengan menerbitkan peraturan pemerintah dalam rangka mencegah meluasnya Covid-19.

Ketentuan itu diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 tentang PSBB dalam Rangka Percepatan Penanganan Covid-19.

PP tersebut disusun sebagai aturan turunan dari Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.

Menurut UU tersebut, dalam Bab VII Pasal 49 dijelaskan tentang empat jenis karantina. Keempat jenis karantina itu adalah karantina rumah, karantina wilayah, karantina rumah sakit, dan PSBB.

Baca juga: Pembatasan Sosial Berskala Besar Bisa Dilakukan Pemerintah Pusat dan Daerah

Salah satu pasal dalam PP Nomor 21 Tahun 2020 mengatur soal kebutuhan dasar yang harus disiapkan pemerintah daerah untuk memenuhi kebutuhan dasar warga. Aturan ini dimuat dalam Pasal 4 Ayat 3.

Pasal 4 Ayat 3 berbunyi, pembatasan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dilakukan dengan memperhatikan pemenuhan kebutuhan dasar penduduk.

Sedangkan Pasal 4 Ayat 1 berbunyi: Pembatasan Sosial Berskala Besar paling sedikit meliputi: a. peliburan sekolah dan tempat kerja; b. pembatasan kegiatan keagamaan; dan/atau c. pembatasan kegiatan di tempat atau fasilitas umum.

Pasal 4 Ayat 2 berbunyi, pembatasan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b harus tetap mempertimbangkan kebutuhan pendidikan, produktivitas kerja, dan ibadah penduduk.

Baca juga: Pelanggar Aturan Pembatasan Sosial Skala Besar Bisa Dijerat Satu Tahun Penjara dan Denda Rp 100 Juta

Dalam PP tersebut juga dijelaskan bahwa pelaksanaan PSBB dilakukan oleh pemerintah daerah dengan persetujuan Menteri Kesehatan sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 2 Ayat 1 yang berbunyi:

Dengan persetujuan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan, Pemerintah Daerah dapat melakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar atau pembatasan terhadap pergerakan orang dan barang untuk satu provinsi atau kabupaten/kota tertentu.

Beberapa ruas jalan protokol Kota Tasikmalaya sudah ditutup dalam menerapkan karantina wilayah parsial sebulan penuh yang mulai diberlakukan mulai Selasa (31/3/2020).KOMPAS.COM/IRWAN NUGRAHA Beberapa ruas jalan protokol Kota Tasikmalaya sudah ditutup dalam menerapkan karantina wilayah parsial sebulan penuh yang mulai diberlakukan mulai Selasa (31/3/2020).

Penjelasan

Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) MUhadjir Effendy mengatakan, yang dimaksud dengan "memperhatikan kebutuhan dasar" adalah menjamin ketersediaan dan bukan memenuhi kebutuhan.

Hal ini menjadi tanggung jawab pemerintah, bisa pemerintah pusat, pemerintah daerah, atau keduanya.

"Yang dimaksud menyiapkan kebutuhan itu menjamin ketersediaan, bukan memenuhi kebutuhan. Pemerintah (tanggung jawab), bisa salah satu (pemerintah daerah/pusat) atau bersama-sama," ujar Muhadjir kepada wartawan, Rabu (1/4/2020).

Baca juga: Pembatasan Sosial Berskala Besar, Efektifkah Lawan Corona?

Muhadjir menjelaskan, apabila karantina wilayah diberlakukan, kata dia, maka pemerintah wajib memenuhi kebutuhan pokok tersebut. Ini termasuk kebutuhan makanan untuk hewan peliharaan.

Namun, menurut Muhadjir, apabila PSBB yang diberlakukan hal tersebut tidak wajib dilakukan karena pemerintah memiliki opsi yang lebih longgar.

"Kalau PSBB tidak (wajib memenuhi kebutuhan). Pemerintah memiliki opsi yang lebih longgar, yaitu lewat skema JPS atau Bansos," kata dia.

Meski penyediaan kebutuhan itu tidak langsung ada di tangan pemerintah pusat, kata dia, tetapi pemerintah pusat membantu menanganinya dengan serius.

Baca juga: Pembatasan Sosial Berskala Besar Berhak Batasi Orang Keluar Masuk Suatu Daerah

Saat ini, kata dia, pemerintah pusat sudah mengalokasikan Rp 110 triliun untuk program JPS.

Menko PMK Muhadjir Effendy di Graha BNPB, Jakarta Timur, Senin (2/3/2020).KOMPAS.com/Dian Erika Menko PMK Muhadjir Effendy di Graha BNPB, Jakarta Timur, Senin (2/3/2020).

Lepas tangan?

Apa ini berarti pemerintah pusat lepas tangan dengan menyerahkan tanggung jawab ke daerah?

"Ya itu tidak masuk akal (pemerintah pusat lepas tangan). Saya yakin semangat dari pasal tentang karantina wilayah tidak itu," kata dia.

"Bisa dibayangkan kalau DKI melakukan karantina wilayah, pemerintah pusat harus kasih makan seluruh penduduk DKI sekalian kucing dan anjing piaraan, kira kira masuk akal tidak?" ucap dia.

Baca juga: Jokowi Gelontorkan Rp 405,1 Triliun untuk Atasi Covid-19, Ini Rinciannya

Ia mengatakan, karantina wilayah memiliki cakupan yang sedikit lebih besar dibandingkan karantina rumah yang mencakup RT, desa, asrama, perumahan kluster, dan lainnya.

Dengan demikian, kata dia, apabila pemerintah wajib menanggung kebutuhan dasar masih memungkinkan.

Namun, dikarenakan yang diberlakukan adalah PSBB, maka pemerintah pun hanya menjamin ketersediaan dan bukan memenuhi kebutuhan dasar tersebut.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Menakar Nasib Ketua KPU Usai Diadukan Lagi ke DKPP Terkait Dugaan Asusila

Menakar Nasib Ketua KPU Usai Diadukan Lagi ke DKPP Terkait Dugaan Asusila

Nasional
Tak Lagi Solid, Koalisi Perubahan Kini dalam Bayang-bayang Perpecahan

Tak Lagi Solid, Koalisi Perubahan Kini dalam Bayang-bayang Perpecahan

Nasional
TPN Ganjar-Mahfud Sebut 'Amicus Curiae' Bukan untuk Intervensi MK

TPN Ganjar-Mahfud Sebut "Amicus Curiae" Bukan untuk Intervensi MK

Nasional
Percepat Kinerja Pembangunan Infrastruktur, Menpan-RB Setujui 26.319 Formasi ASN Kementerian PUPR

Percepat Kinerja Pembangunan Infrastruktur, Menpan-RB Setujui 26.319 Formasi ASN Kementerian PUPR

Nasional
Kubu Prabowo Siapkan Satgas untuk Cegah Pendukung Gelar Aksi Saat MK Baca Putusan Sengketa Pilpres

Kubu Prabowo Siapkan Satgas untuk Cegah Pendukung Gelar Aksi Saat MK Baca Putusan Sengketa Pilpres

Nasional
TKN Prabowo-Gibran Akan Gelar Nobar Sederhana untuk Pantau Putusan MK

TKN Prabowo-Gibran Akan Gelar Nobar Sederhana untuk Pantau Putusan MK

Nasional
Jelang Putusan Sengketa Pilpres: MK Bantah Bocoran Putusan, Dapat Karangan Bunga

Jelang Putusan Sengketa Pilpres: MK Bantah Bocoran Putusan, Dapat Karangan Bunga

Nasional
Skenario Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Sengketa Pilpres 2024

Skenario Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Kejagung Terus Telusuri Aset Mewah Harvey Moeis, Jet Pribadi Kini dalam Bidikan

Kejagung Terus Telusuri Aset Mewah Harvey Moeis, Jet Pribadi Kini dalam Bidikan

Nasional
Yusril Tegaskan Pencalonan Gibran Sah dan Optimistis dengan Putusan MK

Yusril Tegaskan Pencalonan Gibran Sah dan Optimistis dengan Putusan MK

Nasional
Soal Tawaran Masuk Parpol, Sudirman Said: Belum Ada karena Saya Bukan Anak Presiden

Soal Tawaran Masuk Parpol, Sudirman Said: Belum Ada karena Saya Bukan Anak Presiden

Nasional
Sudirman Said Beberkan Alasan Tokoh Pengusung Anies Tak Ajukan 'Amicus Curiae' seperti Megawati

Sudirman Said Beberkan Alasan Tokoh Pengusung Anies Tak Ajukan "Amicus Curiae" seperti Megawati

Nasional
Soal Peluang Anies Maju Pilkada DKI, Sudirman Said: Prabowo Kalah 'Nyapres' Tidak Jadi Gubernur Jabar

Soal Peluang Anies Maju Pilkada DKI, Sudirman Said: Prabowo Kalah "Nyapres" Tidak Jadi Gubernur Jabar

Nasional
Beda Sikap PSI: Dulu Tolak Proporsional Tertutup, Kini Harap Berlaku di Pemilu 2029

Beda Sikap PSI: Dulu Tolak Proporsional Tertutup, Kini Harap Berlaku di Pemilu 2029

Nasional
Banjir “Amicus Curiae”, Akankah Lahir “Pahlawan” Pengadilan?

Banjir “Amicus Curiae”, Akankah Lahir “Pahlawan” Pengadilan?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com