JAKARTA, KOMPAS.com - Penolakan demi penolakan terus disuarakan berbagai elemen masyarakat sipil atas sikap DPR yang bakal terus melanjutkan pembahasan omnibus law RUU Cipta Kerja.
Padahal, saat ini situasi di dalam negeri cukup genting karena wabah virus corona. Masyarakat sedang sibuk mencari cara menyelamatkan diri dari wabah virus corona, terombang-ambing dalam situasi penuh ketidakpastian.
Dengan dalih produktivitas, DPR enggan menghentikan pembahasan RUU Cipta Kerja. Adakah empati pada rakyat yang diwakilinya?
"Patut diduga, sikap ngotot untuk membahas omnibus law RUU Cipta Kerja tersebut adalah untuk memperjuangkan kepentingan kelompok tertentu," kata Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal, Selasa (31/3/2020).
Baca juga: DPR Dinilai Tak Berempati, Tetap Bahas RUU Cipta Kerja di Tengah Wabah Covid-19
"Tidak mempunyai empati terhadap rakyat kecil dan buruh yang menolak omnibus law yang hingga saat ini masih terus bekerja di perusahaan, tidak diliburkan di tengah pandemi corona," imbuh dia.
DPR perjuangkan kepentingan kelompok tertentu?
Said Iqbal menduga sikap DPR yang terkesan ngotot melanjutkan pembahasan RUU Cipta Kerja ini dilatarbelakangi kepentingan kelompok tertentu.
Menurutnya, DPR tidak berempati pada rakyat, terutama terhadap kaum buruh yang saat ini mengalami kesulitan di tengah pandemi virus corona.
"Patut diduga, sikap ngotot untuk membahas omnibus law RUU Cipta Kerja tersebut adalah untuk memperjuangkan kepentingan kelompok tertentu," ujar Saiq.
Saiq pun meminta DPR dan pemerintah fokus pada penanganan dan pengendalian Covid-19 dan melakukan strategi antisipasi agar tidak terjadi darurat Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) saat ini maupun pasca-pandemi virus corona.
"Omnibus law bukan solusi terhadap darurat PHK dan bukan solusi di saat menurunnya pertumbuhan ekonomi Indonesia, akibat pandemi corona," kata dia.
Baca juga: Pembahasan Omnibus Law di Tengah Wabah Covid-19 Batasi Partisipasi Publik
Sementara itu, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) menyatakan, pembahasan RUU Cipta Kerja di tengah pandemi virus corona akan membatasi partisipasi publik.
Ketua YLBHI asfinawati mengatakan, RUU Cipta Kerja memerlukan pengawalan ketat dari masyarakat, sementara saat ini akses untuk menyampaikan aspirasi lebih sulit.
"Pembahasan di tengah situasi pandemi ini kan sama saja dengan membatasi partisipasi publik. Kalau mereka bilang ada internet, tetap saja kualitas partisipasi turun jauh," kata Asfinawati.
Asfinawati kembali menegaskan agar DPR fokus menggunakan tugas dan fungsinya dalam penanganan Covid-19.
"Rakyat tidak mampu berpartisipasi dalam mengawal pembahasan produk legislasi. Lebih jauh dari itu, bahkan untuk memenuhi kebutuhan dasar saja rakyat harus mengorbankan kondisi kesehatannya," ujarnya.
"Sebaiknya, DPR dan Pemerintah harus memanfaatkan waktu dan upaya lebih serius untuk menangani pandemi Covid-19," imbuh Asfinawati.
Baca juga: DPR Diminta Batalkan Pembahasan Omnibus Law, Prioritaskan Penanganan Covid-19
Pandemi Covid-19 bukan alasan tidak bekerja
DPR memastikan pembahasan omnibus law RUU Cipta Kerja akan terus berlanjut, meski kini virus corona tengah mewabah.
Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) Achmad Baidowi menyatakan, pandemi virus corona yang saat ini terjadi di dalam negeri bukan alasan bagi DPR untuk tidak menjalankan fungsi legislasi dalam menyelesaikan Prolegnas Prioritas 2020.
"Jangan pula Covid-19 ini menjadi alasan untuk tidak bekerja. Nanti kami diprotes bahwa DPR tidak produktif," kata Baidowi, Selasa (31/3/2020).
Baidowi mengatakan, surat presiden (surpres) dan draf omnibus law RUU Cipta Kerja bakal segera dibahas dalam rapat Badan Musyawarah (Bamus) DPR.
Rapat Bamus akan menjadwalkan pengesahan pembahasan RUU Cipta Kerja lewat rapat paripurna DPR.
"Dalam waktu dekat akan dibahas di Bamus untuk dijadwalkan di paripurna," ucapnya.
Baca juga: Draf dan Surpres Omnibus Law RUU Cipta Kerja Segera Dibahas di Rapat Bamus DPR
Selanjutnya, jika paripurna menyetujui pembahasan RUU Cipta kerja, DPR akan menentukan alat kelengkapan dewan (AKD) yang melakukan pembahasan.
Selain dibahas di Badan Legislasi, RUU Cipta Kerja bisa dibahas melalui panitia kerja (panja) atau panitia khusus (pansus).
"Setelah dibacakan di paripurna akan dibawa ke Bamus untuk diputuskan AKD mana yang diberi tugas membahasnya," ujar Baidowi.
Ia mengatakan publik tidak perlu khawatir dengan proses pembahasan RUU Cipta Kerja.
Menurutnya, DPR bersama pemerintah tetap akan membuka ruang aspirasi bagi masyarakat.
"Terkait omnibus law, tidak perlu khawatir kami akan tetap membuka saluran komunikasi, baik melalui surat maupun secara virtual," kata dia.
Bisa ditunda, jika DPR dan pemerintah sepakat
Secara terpisah, Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Willy Aditya menuturkan adanya peluang bagi DPR dan pemerintah untuk menghapus RUU Cipta Kerja dari Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2020.
"Ada (peluang pembahasan RUU Cipta Kerja dibatalkan). Choice itu selalu terbuka," kata Willy, Selasa (31/3/2020).
Willy menjelaskan, berdasarkan peraturan tata tertib, DPR dapat melakukan evaluasi terhadap Prolegnas Prioritas yang telah disusun tiap enam bulan.
"DPR punya mekanisme evaluasi undang-undang per semester. Kalau ini sudah berjalan, Baleg bisa melakukan evaluasi," ujar Wily.
Baca juga: Baleg: Penundaan Pembahasan Omnibus Law Harus Disepakati DPR dan Pemerintah
Seperti diketahui, Prolegnas Prioritas 2020 disahkan pada Januari 2020.
Artinya DPR dapat melakukan evaluasi Prolegnas Prioritas di Masa Persidangan IV yang jatuh pada Juni mendatang.
"Ini kan masa sidang ke-III, nanti di masa sidang ke-IV kita sudah bisa evaluasi, mana Prolegnas yang bisa lanjut dari 50 RUU ini," tuturnya.
Namun, ia menegaskan pembatalan pembahasan RUU Cipta Kerja tidak bisa diputuskan DPR sendiri.
Willy menyatakan, keputusan evaluasi Prolegnas Prioritas harus berdasarkan kesepakatan antara DPR, DPD, dan pemerintah.
"Tapi syaratnya third-party. Tidak bisa Baleg memutuskan sendiri. Harus dengan DPD dan pemerintah," kata Willy.
Baca juga: PSHK: Bayangkan jika Buruh Demo Omnibus Law di Tengah Wabah Covid-19
Kendati demikian, Willy mengatakan, pembahasan omnibus law RUU Cipta Kerja tidak mungkin dibatalkan. Sebab, menurut dia, draf RUU Cipta Kerja yang menimbulkan polemik itu masih sangat mungkin diubah.
Ia sendiri mengaku setuju jika klaster ketenagakerjaan di RUU Cipta Kerja dihapus agar pembahasan RUU Cipta Kerja cepat selesai.
"Dibatalkan enggak mungkin. Apa yang mau dibatalkan? Substansinya bisa diubah menurut saya. Sebelumnya saya sudah sampaikan, omnibus ini bisa cepat selesai kalau klaster ketenagakerjaan dikeluarkan dan mungkin bisa berganti nama menjadi UU Percepatan Investasi dan Kemudahan Berusaha," ujarnya.
"Jadi substansinya seperi itu. Cipta kerja itu kemudian menjadi output," tambah Willy.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.