JAKARTA, KOMPAS.com - Sejumlah elemen masyarakat sipil mendesak DPR dan pemerintah untuk membatalkan pembahasan omnibus law RUU Cipta Kerja. Mengingat, situasi di tengah wabah virus corona dinilai tidak efektif untuk melakukan pembahasan undang-undang.
Namun, DPR bergeming. Dalam rapat paripurna, Senin (30/3/2020), Ketua DPR Puan Maharani mengisyaratkan pembahasan RUU Cipta Kerja tidak akan berhenti.
Lewat pidato pembukaan masa persidangan yang disampaikannya, Puan menyatakan, DPR memiliki tugas konstitusional yang tetap harus dilaksanakan sebagai wujud penyelenggaraan kedaulatan rakyat.
Baca juga: DPR Diminta Batalkan Pembahasan Omnibus Law, Prioritaskan Penanganan Covid-19
Tugas konstitusional yang dimaksud Puan yaitu terkait pembahasan dan penyelesaian 50 rancangan undang-undang (RUU) dalam program legislasi nasional (Prolegnas) Prioritas 2020.
Salah satunya, RUU Cipta Kerja.
"Dalam pelaksanaan fungsi legislasi, terdapat 50 judul RUU yang telah jadi Prolegnas Prioritas pada tahun 2020," ujar Puan.
Batalkan RUU Cipta Kerja, fokus tangani Covid-19
DPR mengakhiri masa reses pada 29 Maret 2020 dan membuka masa persidangan pada Senin (30/3/2020).
Banyak pihak menaruh harapan agar di masa persidangan ketiga ini, DPR memfokuskan fungsi legislasi, anggaran, dan pengawasan untuk penanganan Covid-19.
Direktur Jaringan dan Advokasi Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) Fajri Nursyamsi meminta DPR menunda pembahasan seluruh RUU yang menimbulkan polemik, termasuk RUU Cipta Kerja.
"Kami mendesak DPR menunda sementara seluruh pembahasan RUU yang mendapat penolakan dari publik dan RUU yang dalam pelaksanaannya ketika sudah menjadi UU memerlukan anggaran besar seperti RUU Omnibus Cipta Kerja, RUU KUHP, RUU Pemindahan Ibu Kota Negara hingga RUU Lembaga Pemasyarakatan," ujar Fajri, Senin (30/3/2020).
Baca juga: DPR Diminta Tunda Omnibus Law dan Fokus Kawal Penanganan Covid-19
Ia menyatakan, DPR perlu memaksimalkan fungsinya sebagai lembaga perwakilan dan penyeimbang pemerintah dalam penanganan dan pengendalian Covid-19.
Artinya, dalam masa sidang ini, menurut Fajri, DPR harus menetapkan agendanya secara sinergis dengan kepentingan nasional.
"Kami mendesak DPR menjalankan fungsi anggaran dengan melakukan pembahasan bersama pemerintah soal Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dalam percepatan penanganan Covid-19," tutur Fajri.
Hal senada disampaikan Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Asfinawati, Senin (30/3/2020).
Di antara enam tuntutan kepada DPR dalam penanganan Covid-19, Asfinawati meminta DPR membatalkan pembahasan RUU Cipta Kerja.
"Kami menuntut DPR untuk membatalkan pembahasan omnibus law RUU Cipta Kerja yang mengancam masyarakat miskin dalam menghadapi pandemi Covid-19," kata Asfinawati.
Baca juga: Puan Pastikan Pembahasan Omnibus Law Cipta Kerja di DPR Jalan Terus
Asfinawati mengatakan, dalam situasi saat ini, DPR seharusnya fokus menjalankan fungsi pengawasan terhadap pemerintah.
DPR juga harus memastikan negara menjalankan tanggung jawab dalam pemenuhan hak-hak rakyat di tengah pandemi virus corona.
"Memastikan tanggung jawab negara untuk menyediakan segala kebutuhan rakyat dalam menghadapi pandemi Covid-19, termasuk menyediakan pangan, air, sanitasi, dan bantuan finansial bagi rakyat miskin," ujar Asfinawati.
Pembahasan terus berjalan
Sejak awal diusulkan oleh pemerintah, omnibus law RUU Cipta Kerja banyak mendapatkan kritik dari masyarakat.
Sejumlah kritik, menyebutkan RUU Cipta Kerja hanya menitikberatkan pada kepentingan ekonomi tanpa pertimbangan keadilan dan kesejahteraan sosial.
"Ketika kita melihat bagian penjelasannya sangat ekonomisentris, bukan kesejahteraan. Jadi hanya bicara pertumbuhan ekonomi tanpa bicara keadilan sosial dan kesejahteraan," kata Peneliti Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Fakultas Hukum Universitas Andalas Charles Simabura di Jakarta, Kamis (5/3/2020).
Baca juga: Sindikasi: Omnibus Law RUU Cipta Kerja Bawa Semangat Perbudakan Modern
Sekjen Serikat Pekerja Media dan Industri Kreatif untuk Demokrasi (Sindikasi) Ikhsan Raharjo menilai, keberadaan omnibus law RUU Cipta Kerja justru akan menarik Indonesia kembali ke zaman kolonial Hindia Belanda.
Menurut Ikhsan, pasal-pasal terkait ketenagakerjaan di RUU Cipta Kerja akan menciptakan perbudakan modern.
"Semangat perbudakan modern itu sangat kuat terasa dalam draf yang kita semua bisa baca hari ini," kata Ikhsan di Jakarta, Kamis (5/3/2020).
Namun, dengan segala desakan itu, Puan menegaskan pembahasan RUU Cipta Kerja di parlemen tetap akan dilakukan sesuai mekanisme perundang-undangan.
Baca juga: Sindikasi: RUU Cipta Kerja Tak Mendukung Kesejahteraan Pekerja Muda
Hal itu kembali ia tegaskan seusai rapat paripurna pembukaan masa persidangan DPR.
Puan menjawab desakan sejumlah kalangan agar pembahasan RUU Cipta Kerja dibatalkan mengingat saat ini virus corona mewabah di Indonesia.
Menurutnya, DPR tidak melupakan tugas legislasi, anggaran, dan pengawasan dalam kepentingan lain, meski memprioritaskan tugas dan fungsinya terhadap penanganan Covid-19.
"Perlu saya sampaikan bahwa DPR sesuai dengan fungsinya akan fokus pada pengawasan legislasi dan anggaran terkait pandemi Covid-19 untuk bisa membantu bersinergi dengan pemerintah," ujar Puan.
"Namun urusan omnibus law tentu saja akan kita bahas sesuai dengan mekanismenya," kata dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.