JAKARTA, KOMPAS.com - Peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) untuk menunda penyelenggaraan Pilkada 2020 dinilai sudah memenuhi syarat untuk diterbitkan, mengingat pandemi global Covid-19.
Hal tersebut disampaikan Direktur Pusat Studi dan Konstitusi (Pusako) Universitas Andalas Feri Amsari dalam diskusi melalui video conference, Minggu (29/3/2020).
Feri mengatakan, perppu dinyatakan setingkat undang-undang.
Apalagi, dalam Pasal 22 UU 1945 disebutkan bahwa Presiden berhak menetapkan perppu dalam kondisi kegentingan yang memaksa.
Baca juga: Wapres Sebut Perppu BIsa Jadi Opsi untuk Undur Pilkada akibat Covid-19
Sebab terdapat frasa hal ihwal kegentingan memaksa, kata dia, maka berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 138 PUU/VIII/2009, ada tiga syarat untuk dapat dikeluarkannya perppu.
Pertama, kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan masalah hukum secara cepat berdasarkan UU.
"Pasal 201 Ayat 6 UU Pilkada mengatakan, Pilkada September 2020 sehingga hampir bisa dikatakan kalau tidak mungkin dilaksanakan, timbul masalah. Tapi harus diselesaikan secara UU, KPU tidak bisa keluarkan UU sehingga harus dikeluarkan Perppu," kata dia.
Kedua, UU yang dibutuhkan tersebut belum ada sehingga terjadi kekosongan hukum atau ada UU tapi tidak menyelesaikan masalah.
UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, kata dia, tak menyelesaikan masalah karena tidak memiliki ayat-ayat yang memberikan alternatif proses penyelenggaraan pilkada apabila terjadi bencana dengan waktu yang tidak pasti.
Ketidakpastian yang dimaksud adalah soal pandemi Covid-19 yang tidak memiliki kepastian kapan akan berakhir.
Ketiga, kekosongan hukum tersebut tidak dapat diatasi dengan membuat UU secara prosedur biasa karena memakan waktu.
Baca juga: Dampak Wabah Covid-19, KPU Buka Opsi Tunda Pilkada 2020 Selama 1 Tahun
"Padahal kata putusan MK, keadaan mendesak perlu diselesaikan seketika itu. Kita perlu kepastian agar problematika bisa diselesaikan dan penyelenggara bisa memikirkan hal-hal lain untuk proses penyelenggaraan ke depannya," kata dia.
Oleh karena itu, ketiga syarat tersebut dikatakannya sudah memungkinkan untuk Presiden menyatakan bahwa telah ada hal ihwal kegentingan memaksa.
Dengan demikian, diperlukan perppu untuk menyelamatkan proses penyelenggaraan pilkada.
"Sejauh ini saya tidak melihat ada potensi DPR bisa mengganti posisi perppu," kata dia.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.