Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemecatan Evi dari KPU, dari Perlawanan hingga Diakhiri Keppres Jokowi

Kompas.com - 27/03/2020, 12:34 WIB
Fitria Chusna Farisa,
Fabian Januarius Kuwado

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Evi Novida Ginting Manik dipecat dari jabatannya sebagai Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) melalui sidang Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) yang digelar Rabu (18/3/2020).

Selain itu, sanksi berupa peringatan keras terakhir juga dijatuhkan kepada ketua dan empat komisioner KPU lainnya.

Sanksi ini berkaitan dengan kasus perselisihan perolehan suara calon anggota DPRD Provinsi Kalimantan Barat daerah pemilihan Kalimantan Barat 6 dari Partai Gerindra yang melibatkan caleg Hendri Makaluasc dan Cok Hendri Ramapon.

"Menjatuhkan sanksi pemberhentian tetap kepada Teradu VII Evi Novida Ginting Manik selaku Anggota Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia sejak putusan ini dibacakan," kata Plt Ketua DKPP Muhammad saat membacakan putusan perkara dalam sidang yang digelar di gedung DKPP, Jakarta Pusat, Rabu (18/3/2020).

Baca juga: Alasan DKPP Pecat Evi Novida dan Hanya Beri Peringatan ke Komisioner KPU Lain

Sejak putusan ini diterbitkan, Evi melakukan perlawanan.

Ia menyatakan keberatan atas putusan DKPP tersebut. Sikap keberatan ini Evi sampaikan langsung ke DKPP, Ombudsman RI, bahkan ke Presiden Joko Widodo.

Namun demikian, baru-baru ini Jokowi menerbitkan keputusan presiden (Keppres) yang memutuskan untuk memberhentikan Evi secara tidak hormat.

Berikut kronologis pemecatan Evi:

1. Putusan pemecatan

Perkara ini bermula dari pengaduan caleg Partai Gerindra daerah pemilihan Kalimantan Barat 6 bernama Hendri Makaluasc, ke DKPP.

Baca juga: Pecat Komisioner KPU Evi Novida, DKPP Singgung Sanksi Masa Lalu

Dalam aduannya, Hendri mendalilkan bahwa perolehan suaranya pada pileg berkurang karena telah digelembungkan ke caleg Gerindra lainnya bernama Cok Hendri Ramapon.

Atas hal tersebut, Hendri sempat menggugat ke Mahkamah Konstitusi (MK) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).

Ia menuding bahwa KPU tak menjalankan putusan MK dan Bawaslu karena hanya mengoreksi perolehan suaranya tanpa ikut mengoreksi perolehan suara Cok Hendri Ramapon.

Setelah melalui serangkaian persidangan pemeriksaan, DKPP menilai bahwa Evi beserta ketua dan komisioner KPU lainnya tidak memahami dan melaksanakan putusan MK.

Hal ini berakibat pada kerugian hak-hak konstitusional pengadu yang menyebabkan ia tidak ditetapkan sebagai anggota legislatif.

"Tindakan Teradu I sampai dengan Teradu VII terbukti mendistorsi perolehan suara pengadu sebanyak 5.384 sehingga tidak ditetapkan sebagai calon terpilih," ujar Anggota DKPP Teguh Prasetyo.

Baca juga: Komisioner KPU Evi Novida Dipecat, DPR: Integritas Penyelenggara Pemilu Perlu Dikawal

Meskipun pelaksanaan tugas dan wewenang KPU bersifat kolekti kolegial, hukuman yang diberikan kepada Evi lebih berat lantaran menurut DKPP Evi bertanggung jawab dalam teknis penyelenggaraan pemilu, termasuk dalam perselisihan hasil pemilu.

Sebagai Koordinator Divisi Teknis Penyelenggaraan dan Logistik Pemilu, Evi dinilai memiliki tanggungjawab etik lebih besar atas ketidakpastian hukum dan ketidakadilan akibat penetapan hasil pemilu yang tidak dapat dipertanggungjawabkan validitas dan kredibilitasnya.

2. Keberatan ke DKPP

Atas putusan itu, Evi Novida Ginting Manik mendatangi kantor Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), Senin (23/3/2020).

Kedatangannya untuk menyampaikan surat keberatan terkait putusan DKPP yang memecat dirinya sebagai komisioner KPU karena dinilai melanggar kode etik dalam perkara perselisihan hasil pemilu.

Evi meminta supaya DKPP membatalkan putusan tersebut.

"Saya meminta kepada DKPP Republik Indonesia untuk membatalkan putusan DKPP Nomor 317-PKEDKPP/2019," tulis Evi dalam surat yang ia serahkan ke DKPP, Senin.

Baca juga: KPU Tunjuk Hasyim Asyari Jadi Pengganti Sementara Evi Novida

Dalam suratnya, Evi menjelaskan sejumlah poin yang mendasari dirinya keberatan terhadap putusan DKPP.

Pertama, dalam poin kesimpulan putusan DKPP disebutkan bahwa putusan diambil setelah melakukan penilaian atas fakta persidangan yang diperoleh dari keterangan pengadu dan jawaban teradu.

Evi menilai DKPP tak pernah memeriksa keterangan pengadu. Sebab, dalam persidangan yang digelar 13 November 2019, pengadu yang dalam hal ini calon legislatif Gerindra bernama Hendri Makaluasc justru mencabut laporannya.

Kemudian, pada persidangan yang digelar 17 Januari 2020, Hendri maupun pengacaranya tidak menghadiri sidang.

"Sehingga kesimpulan Majelis DKPP yang dijadikan dasar putusan dalam perkara 317-PKE-DKPP/2019 tidak beralasan hukum," ujar Evi.

Evi juga mempersoalkan dalih DKPP yang mengaku memiliki kewenangan memeriksa dugaan pelanggaran kode etik meskipun laporan telah dicabut pengadu.

Baca juga: Komisi II Akan Panggil DKPP, KPU, dan Bawaslu Terkait Pemecatan Evi Novida

Menurut Evi, sikap yang diambil DKPP itu tidak konsisten. Pada awal Desember 2017 lalu, DKPP pernah memberhentikan pemeriksaan dugaan pelanggaran kode etik karena pengadu telah mencabut laporannya.

Di poin ketiga, Evi menyoal putusan DKPP yang hanya diambil oleh empat orang majelis sidang. Padahal, untuk dapat mengambil putusan, DKPP harus menggelar rapat pleno yang sedikitnya dihadiri oleh lima orang anggotanya.

Hal itu telah diatur dalam Pasal 36 ayat (2) Peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2019 tentang Pedoman Beracara Kode Etik Penyelenggara Pemilihan Umum.

"Keputusan DKPP dibuat dengan cara yang terburu-buru, tidak cermat, tidak mempertimbangkan kuorum. Ini mestinya dinyatakan cacat hukum dan harus dinyatakan batalkan demi hukum," ujar Evi.

Terakhir, Evi juga menyatakan keberatan atas sikap DKPP yang menjatuhinya sanksi pemecatan karena sebagai Koordinator Divisi Teknis Penyelenggaraan dan Logistik Pemilu ia dianggap paling bertanggung jawab terhadap perselisihan hasil suara pemilu.

Evi menegaskan bahwa langkah yang diambil KPU bersifat kolektif kolegial. Sehingga, tidak tersedia ruang bagi koordinator divisi untuk mengambil keputusan sendiri karena keputusan diambil melalui rapat pleno seluruh komisioner.

Baca juga: DKPP: Rapat Pleno Putusan Sanksi Pemecatan Komisioner KPU Evi Novida Penuhi Kuorum

"Menurut hemat saya tuduhan ini terlalu berlebihan," kata dia.

Evi menambahkan, laporan Hendri Makaluasc maupun fakta persidangan tidak ada secara spesifik membahas keterlibatan dirinya dalam perkara perselisihan hasil pemilu ini.

Serta, tidak ada bukti perbuatan yang dilakukan, bagaimana melakukan, kapan dilakukan, di mana dilakukan, yang dapat dijadikan alasan untuk menyatakan Evi melakukan perbuatan ketidakadilan hasil pemilu

"Sehingga tidak cukup alasan hukum untuk membebankan sanksi pemberhentian secara tetap dari anggota kepada teradu," kata Evi.

Selain menyampaikan keberatan ke DKPP, Evi juga melaporkan putusan ini ke Ombudsman RI dengan tudingan maladministrasi.

3. Mengadu ke Presiden

Pada hari yang sama, Evi Novida Ginting Manik juga mengadukan perkara pemecatan dirinya sebagai komsioner KPU, ke Presiden Joko Widodo.

Baca juga: Datangi DKPP, Evi Novida Protes Pemcetan Dirinya dari Komisioner KPU

Kepada Jokowi, Evi meminta perlindungan hukum serta penundaan pelaksanaan putusan tersebut.

Sebagaimana diketahui, dalam putusan DKPP, Presiden diminta menindaklanjuti putusan pemecatan Evi, paling lambat tujuh hari sejak putusan dibacakan.

"Hari Senin 23 Maret 2020 saya telah mengirimkan surat kepada Presiden RI Bapak Joko Widodo perihal memohon perlindungan hukum dan menunda penerbitan Keppres tindak lanjut dari Putusan DKPP Nomor 317-PKE-DKPP/X/2019 tanggal 18 Maret 2020," kata Evi melalui keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Selasa (24/3/2020).

Evi mengatakan, dirinya telah menyampaikan ke Jokowi bahwa putusan DKPP itu sedang dalam upaya administrasi keberatan berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014.

Pengajuan upaya administratif keberatan ini sebagai langkah awal dirinya untuk menempuh upaya hukum berupa gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

Evi pun menyampaikan sejumlah alasan keberatannya mengenai putusan DKPP tersebut.

Baca juga: Keberatan Dipecat DKPP, Komisioner KPU Evi Novida Minta Perlindungan Hukum ke Jokowi

"Saya meminta presiden berkenan memberikan perlindungan hukum dan mempertimbangkan menunda penerbitan Keputusan Presiden sesuai dengan amar putusan DKPP," katanya.

4. Keppres Jokowi

Empat hari setelah Evi Novida Ginting Manik mengadukan putusan DKPP ke Istana, Presiden Jokowi menerbitkan surat keputusan presiden (Keppres) terkait pemberhentian Evi sebagai komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Dikonfirmasi langsung oleh Evi, Keppres tersebut telah ia terima pada Kamis (26/3/2020).

"(Keppres) sudah ibu terima hari ini," kata Evi, Kamis malam.

Dari salinan Keppres yang diterima Kompas.com, dokumen itu ditetapkan oleh Presiden Joko Widodo pada 23 Maret 2020, atau lima hari pasca putusan DKPP diterbitkan.

Dalam keputusannya, presiden menyebutkan bahwa Evi Novida Ginting Manik memenuhi syarat untuk diberhentikan secara tetap sebagai Komisioner KPU RI masa jabatan 2017-2022 karena berdasar putusan DKPP Evi telah terbukti melanggar kode etik.

Baca juga: Jokowi Terbitkan Keppres Pemberhentian Tidak Hormat Evi Novida sebagai Komisioner KPU

"Memutuskan memberhentikan dengan tidak hormat Dra. Evi Novida Ginting Manik, M.SP. sebagai Anggota Komisi Pemilihan Umum Masa Jabatan Tahun 2017-2022. Keputusan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan," bunyi penggalan Keppres.

5. Tetap ke PTUN

Meski Presiden Joko Widodo telah menerbitkan surat keputusan presiden (Keppres) terkait pemberhentian Evi Novida Ginting Manik sebagai komisioner KPU, Evi tetap menyatakan keberatan atas putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) yang memecat dirinya.

Evi berencana tetap menggugat putusan DKPP itu ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

"Ya tetap menggugat ke PTUN," kata Evi saat dikonfirmasi, Kamis (26/3/2020) malam.

Evi belum mau mengungkap kapan ia akan melayangkan gugatan ke PTUN. Ia hanya menyebut bahwa gugatan itu akan ia layangkan dalam waktu dekat.

"Gugatan ke PTUN belum dimasukkan. Rencana minggu depan ini ya," kata dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Polri Akan Gelar Operasi Puri Agung 2024, Kawal World Water Forum Ke-10 di Bali

Polri Akan Gelar Operasi Puri Agung 2024, Kawal World Water Forum Ke-10 di Bali

Nasional
Prabowo Guncangkan Badan Surya Paloh, Sama Seperti Anies Kemarin

Prabowo Guncangkan Badan Surya Paloh, Sama Seperti Anies Kemarin

Nasional
Kasus Dana PEN, Eks Bupati Muna Divonis 3 Tahun Bui

Kasus Dana PEN, Eks Bupati Muna Divonis 3 Tahun Bui

Nasional
Surya Paloh Bakal Bertemu Prabowo Sore Ini, Nasdem Belum Ambil Keputusan

Surya Paloh Bakal Bertemu Prabowo Sore Ini, Nasdem Belum Ambil Keputusan

Nasional
Jalankan Amanah Donatur, Dompet Dhuafa Berbagi Parsel Ramadhan untuk Warga Palestina

Jalankan Amanah Donatur, Dompet Dhuafa Berbagi Parsel Ramadhan untuk Warga Palestina

Nasional
Wapres Sebut Target Penurunan 'Stunting' Akan Dievaluasi

Wapres Sebut Target Penurunan "Stunting" Akan Dievaluasi

Nasional
Persilakan Golkar Tampung Jokowi dan Gibran, PDI-P: Kami Bukan Partai Elektoral

Persilakan Golkar Tampung Jokowi dan Gibran, PDI-P: Kami Bukan Partai Elektoral

Nasional
Dana Pensiun Bukit Asam Targetkan 4 Langkah Penyehatan dan Penguatan pada 2024

Dana Pensiun Bukit Asam Targetkan 4 Langkah Penyehatan dan Penguatan pada 2024

Nasional
Di Depan Wiranto-Hendropriyono, Prabowo Minta Maaf Pernah Nakal: Bikin Repot Senior...

Di Depan Wiranto-Hendropriyono, Prabowo Minta Maaf Pernah Nakal: Bikin Repot Senior...

Nasional
Albertina Dilaporkan Wakil Ketua KPK, Ketua Dewas: Apa yang Salah? Ada Surat Tugas

Albertina Dilaporkan Wakil Ketua KPK, Ketua Dewas: Apa yang Salah? Ada Surat Tugas

Nasional
Polri Terbitkan Red Notice 2 Buron TPPO Bermodus Magang ke Jerman

Polri Terbitkan Red Notice 2 Buron TPPO Bermodus Magang ke Jerman

Nasional
Surya Paloh Bakal Temui Prabowo di Kertanegara, Nasdem: Menguatkan Sinyal Komunikasi

Surya Paloh Bakal Temui Prabowo di Kertanegara, Nasdem: Menguatkan Sinyal Komunikasi

Nasional
Temui Mensesneg Pratikno, Menpan-RB Anas Bahas Progres Skenario Pemindahan ASN ke IKN

Temui Mensesneg Pratikno, Menpan-RB Anas Bahas Progres Skenario Pemindahan ASN ke IKN

Nasional
Jokowi Teken Perpres, Wajibkan Pemda Bentuk Unit Perlindungan Perempuan dan Anak

Jokowi Teken Perpres, Wajibkan Pemda Bentuk Unit Perlindungan Perempuan dan Anak

Nasional
Politikus PPP Sebut Ada Kemungkinan Parpolnya Gabung Koalisi Prabowo-Gibran

Politikus PPP Sebut Ada Kemungkinan Parpolnya Gabung Koalisi Prabowo-Gibran

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com