Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Wacana Tunda Tradisi Mudik demi Memutus Rantai Penyebaran Covid-19...

Kompas.com - 27/03/2020, 09:20 WIB
Dani Prabowo,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pulang ke kampung halaman atau mudik saat Lebaran telah menjadi salah satu tradisi umat Muslim di Tanah Air setiap tahunnya.

Namun, kali ini masyarakat harus dapat lebih berjiwa besar untuk menunda pelaksanaan mudik tersebut. Sebab, dikhawatirkan penyebaran virus corona di daerah akan semakin besar bila tradisi mudik dilaksanakan.

Pemerintah tengah mengkaji kemungkinan untuk melarang masyarakat pulang ke kampung halamannya.

Juru Bicara Menteri Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi Jodi Mahardi mengatakan, ada tiga skenario yang saat ini masih dikaji sebagai langkah mencegah penyebaran virus corona.

"Kami sudah bersepakat, hal yang paling utama adalah menjaga kesehatan masyarakat. Atas berbagai pertimbangan ini, kami melihat opsi pelarangan mudik," kata Jodi dalam keterangan tertulis, Rabu (25/3/2020).

Baca juga: Menanti Keputusan Pemerintah soal Mudik Lebaran

Tiga skenario yang dimaksud yaitu business as usual atau mudik tetap dilaksanakan seperti halnya tahun lalu, penghapusan mudik gratis, dan pelarangan mudik.

Namun, kebijakan ini masih terus dikaji dan belum menjadi keputusan final pemerintah.

Bila melihat ekskalasi penyebaran virus corona dalam tiga hari terakhir, pertumbuhan jumlah kasus baru dari hari ke hari sudah di atas 100 kasus.

Terbaru, Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Corona, Achmad Yurianto mengumumkan ada 103 kasus positif Covid-19 baru per Kamis (26/3/2020).

"Ada penambahan kasus positif 103 orang, sehingga total kasus menjadi 893," kata Yurianto saat konferensi pers di Gedung BNPB, Jakarta.

Baca juga: UPDATE 26 MARET: 893 Pasien Covid-19, Pemerintah Cari Relawan

Dari total kasus positif, 78 kasus dinyatakan meninggal dunia dan 35 kasus sembuh. Adapun 780 kasus lainnya saat ini masih menjalani isolasi, baik itu di rumah sakit maupun di rumah sendiri karena menunjukkan gejala Covid-19 yang ringan.

Dilihat dari sebarannya, DKI Jakarta menjadi wilayah dengan sebaran kasus tertinggi (515 kasus). Berikutnya, ada Jawa Barat (78 kasus), Banten (67 kasus), dan Jawa Timur (59 kasus).

Ilustrasi mudik gratisGALIH PRADIPTA Ilustrasi mudik gratis

Soal larangan mudik

Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Daeng M Faqih mendukung wacana larangan mudik tahun ini.

Namun, kebijakan tersebut perlu mendapat pengawasan yang ketat, baik dari aparat keamanan yakni TNI/Polri dan aparat pemerintahan.

Apalagi, bila dilihat Jakarta sebagai salah satu episentrum penularan, maka dikhawatirkan pemudik asal Jakarta akan menularkan virus ini ke keluarganya maupun masyarakat sekitar yang ada di kampung halaman.

Baca juga: Imbauan Pemerintah Atasi Covid-19: Physical Distancing hingga Tak Mudik

Sebagai gambaran, berdasarkan data Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kementerian Perhubungan jumlah pemudik dari Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Jabodetabek) mencapai 14,9 juta orang pada musim Lebaran 2019.

Mereka melakukan perjalanan mudik, baik itu melalui jalur darat menggunakan kendaraan pribadi, bus atau kereta api, jalur laut dan udara.

Tiga wilayah yaitu Bogor, Depok, dan Bekasi merupakan zona merah penyebaran Covid-19 di Jawa Barat selain Jakarta. Penetapan status zona merah itu didasarkan atas keberadaan kasus positif di ketiga wilayah tersebut.

"Harus diawasi. Tidak boleh itu keluar Jakarta, karena itu dapat menyebarkan virus kemana-mana. Saya setuju itu," kata Daeng kepada Kompas.com, Kamis (26/3/2020).

Baca juga: Cegah Penyebaran Covid-19, Mendagri Ingatkan Gubernur Segera Antisipasi Mudik

Kekhawatiran daerah

Kekhawatiran mengenai warga Jakarta yang pulang ke daerah disampaikan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil.

Menurut Ridwan Kamil, warga Jawa Barat yang bekerja di DKI Jakarta berpotensi menjadi orang dalam pemantauan (ODP) lantaran Jakarta merupakan sumber pandemi Covid-19 di Indonesia.

"Kalau Anda-Anda pulang sebelum rapid test dilaksanakan, Anda punya potensi sebagai ODP karena punya potensi dihitung datang dari sebuah wilayah yang tingkat sebarannya banyak yang masuk kategori diwaspadai," kata Emil.

"Saya imbau, semau warga yang tinggal bekerja di Jakarta untuk tidak mudik," ujar dia.

Baca juga: Ridwan Kamil Imbau Warga Jabar yang Bekerja di Jakarta Tidak Mudik

Warga menggunakan masker saat melewati jembatan penyebrangan orang (JPO) dari stasiun Palmerah di Jakarta, Selasa (3/3/2020). Presiden Joko Widodo mengimbau warga untuk tidak panik, tetapi tetap waspada dengan tetap higienis serta menjaga imunitas tubuh usai mengumumkan dua orang Warga Negara Indonesia (WNI) positif terjangkit virus corona yang saat ini dirawat di ruang isolasi RSPI Sulianti Saroso, Jakarta.KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG Warga menggunakan masker saat melewati jembatan penyebrangan orang (JPO) dari stasiun Palmerah di Jakarta, Selasa (3/3/2020). Presiden Joko Widodo mengimbau warga untuk tidak panik, tetapi tetap waspada dengan tetap higienis serta menjaga imunitas tubuh usai mengumumkan dua orang Warga Negara Indonesia (WNI) positif terjangkit virus corona yang saat ini dirawat di ruang isolasi RSPI Sulianti Saroso, Jakarta.
Ia mengaku, gelombang mudik sudah terjadi di sejumlah wilayah di Jawa Barat. Hal itu mengakibatkan peningkatan ODP yang cukup signifikan.

Seperti di wilayah Sumedang, misalnya, saat ini sudah ada 1.807 ODP di wilayah tersebut.

Hal itu lantaran warga Sumedang yang tinggal dan bekerja di Jakarta memilih untuk pulang ke kampung halamannya, pasca-pemerintah pusat menerapkan kebijakan untuk bekerja di rumah.

"Contohnya di Sumedang sebelum ada pengumuman kerja di rumah yang ODP hanya dua orang sekarang sudah lebih dari 300 dan Pak Bupati melaporkan mereka adalah orang Sumedang yang tinggal bekerja di Jakarta tiba-tiba mudik ke kampung masing-masing," kata Emil.

Baca juga: Corona Merebak, Pemudik dengan Bus dari Jakarta ke Sumedang Meningkat

Gelombang pemudik juga sudah terlihat di wilayah Jawa Tengah sejak Minggu (22/3/2020).

Untuk itu, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo telah meminta agar seluruh bupati dan wali kota di wilayahnya memantau secara ketat perantau dari Jabodetabek.

Sebab, beberapa kasus penularan Covid-19 di Jawa Tengah diketahui sebelumnya memiliki riwayat perjalanan dari Jabodetabek. Hal itu mengakibatkan, jumlah pasien positif di Jawa Tengah telah mengalami lonjakan dua kali lipat dibandingkan pekan lalu.

"Misalnya, pada 22 Maret di Terminal Bulupitu Purwokerto ada 2.323 penumpang turun dan di Terminal Giri Adipura Wonogiri ada 2.625 penumpang. Situasi yang sama juga terjadi di terminal Cepu, Pemalang, Kebumen, Wonosobo, Cilacap," kata Ganjar seperti dilansir dari Warta Kota, Rabu (25/3/2020).

Untuk diketahui, saat ini ada 40 kasus positif Covid-19 di Jawa Tengah, enam di antaranya meninggal dunia.

Baca juga: Ribuan Pemudik Jabodetabek Pulang ke Jawa Tengah, Ganjar Minta Daerah Pantau Ketat

Local lockdown

Untuk mencegah penularan kian meningkat, Wali Kota Tegal Dedy Yon Supriyono bahkan memutuskan mengambil kebijakan local lockdown. Akses dari dan menuju kota itu akan ditutup selama empat bulan ke depan.

Kebijakan ini diambil setelah munculnya kasus positif Covid-19 pertama di kota tersebut pada Rabu (25/3/2020).

"Warga harus bisa memahami kebijakan yang saya ambil. Kalau saya bisa memilih, lebih baik saya dibenci warga dari pada maut menjemput mereka," kata Dedy saat konferensi pers di Balai Kota Tegal, Rabu malam.

Baca juga: Cegah Corona, Pemkot Tegal Terapkan Local Lockdown, Ini Fakta Lengkapnya

Ia mengatakan, penutupan akses Kota Bahari itu akan dilakukan dengan beton movable concrete barrier (MBC) mulai 30 Maret sampai 30 Juli 2020.

Akses masuk tidak lagi ditutup menggunakan water barrier yang sudah diterapkan sebelumnya di sejumlah titik.

Ilustrasi lockdown karena virus coronaShutterstock Ilustrasi lockdown karena virus corona

Wewenang pusat

Jika merujuk pada Undang-Undang Nomor 6 tentang Kekarantinaan Kesehatan, maka seharusnya wewenang karantina suatu wilayah menjadi keputusan pemerintah pusat.

Hal itu sebagaimana diatur di dalam Pasal 10 ayat (1) dan (2), di mana pemerintah pusat menetapkan dan mencabut penetapan pintu masuk dan atau wilayah di dalam negeri yang terjangkit kedaruratan kesehatan masyarakat.

Namun, pemerintah sejauh ini hanya menetapkan wabah Covid-19 yang telah menjadi pandemi global ini, sebagai bencana nasional nonalam.

Baca juga: BNPB: Status Darurat Bencana Covid-19 Tak Sama dengan Lockdown

Pemerintah pusat pun menegaskan tidak akan menerapkan kebijakan lockdown dalam penanganannya.

Sebagai gantinya, pemerintah berharap masyarakat dapat menerapkan physical distancing sebagai cara mengurangi penyebaran virus corona. Misalnya, dengan membatasi jarak antara satu orang dengan orang lain di kisaran 1-2 meter saat berbicara.

Selain itu, juga mengurangi intensitas kegiatan masyarakat yang memungkinkan terjadinya pengumpulan massa dalam jumlah besar.

Namun Daeng mengatakan, persoalan yang harus diwaspadai pemerintah kemudian adalah bagaimana mengawasi pasien positif Covid-19 yang hanya memiliki gejala ringan atau bahkan tanpa gejala. Sebab, mereka pada umumnya melakukan isolasi diri di rumah.

Baca juga: Jokowi: Physical Distancing Paling Pas untuk Cegah Covid-19 di Indonesia

Selain itu, karena merasa cukup sehat, maka ada kekhawatiran mereka justru akan bepergian ke luar rumah dan menularkan virusnya ke orang lain.

"Itu yang ngeri. Makanya, sekarang Jawa Tengah bingung karena ada rencana mudik," kata dia.

Kebijakan physical distancing, sebut dia, akan berhasil secara efektif bila seluruh masyarakat mematuhi imbauan tersebut dengan tetap berdiam diri di rumah, paling tidak selama dua pekan hingga satu bulan ke depan.

Baca juga: Masih Ada Warga Bandel, IDI: Social Distancing Harus Diawasi Aparat

Hal itu diyakini akan memutus mata rantai penyebaran Covid-19.

Namun, sekali lagi ia menegaskan, perlu pengawasan ketat dari aparat keamanan dan aparat pemerintahan dalam pengawasannya. Termasuk dalam hal ini, mencegah penularan yang terjadi pada saat mudik.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Menyoal Tindak Lanjut Pelanggaran Pemilu yang Formalistik ala Bawaslu

Menyoal Tindak Lanjut Pelanggaran Pemilu yang Formalistik ala Bawaslu

Nasional
PDI-P Sebut Jokowi dan Gibran Tak Lagi Kader, Zulhas: Sudah Ada Rumahnya, PAN ...

PDI-P Sebut Jokowi dan Gibran Tak Lagi Kader, Zulhas: Sudah Ada Rumahnya, PAN ...

Nasional
Saksi Sebut Pemenang Lelang Proyek Tol MBZ Sudah Diatur

Saksi Sebut Pemenang Lelang Proyek Tol MBZ Sudah Diatur

Nasional
PAN Prioritaskan Kader Sendiri untuk Maju Pilkada 2024

PAN Prioritaskan Kader Sendiri untuk Maju Pilkada 2024

Nasional
Jokowi Tinjau Pasar Tumpah Mamasa, Cek Harga dan Berencana Bangun Pasar Baru

Jokowi Tinjau Pasar Tumpah Mamasa, Cek Harga dan Berencana Bangun Pasar Baru

Nasional
PKS: Selamat Bertugas Prabowo-Gibran

PKS: Selamat Bertugas Prabowo-Gibran

Nasional
Pengamat: Prabowo-Gibran Punya PR Besar karena Kemenangannya Dibayangi Kontroversi

Pengamat: Prabowo-Gibran Punya PR Besar karena Kemenangannya Dibayangi Kontroversi

Nasional
Kementerian KP Gandeng Kejagung Implementasikan Tata Kelola Penangkapan dan Budi Daya Lobster 

Kementerian KP Gandeng Kejagung Implementasikan Tata Kelola Penangkapan dan Budi Daya Lobster 

Nasional
Respons Putusan MK, Zulhas: Mari Bersatu Kembali, Kita Akhiri Silang Sengketa

Respons Putusan MK, Zulhas: Mari Bersatu Kembali, Kita Akhiri Silang Sengketa

Nasional
Agenda Prabowo usai Putusan MK: 'Courtesy Call' dengan Menlu Singapura, Bertemu Tim Hukumnya

Agenda Prabowo usai Putusan MK: "Courtesy Call" dengan Menlu Singapura, Bertemu Tim Hukumnya

Nasional
Awali Kunker Hari Ke-2 di Sulbar, Jokowi Tinjau Kantor Gubernur

Awali Kunker Hari Ke-2 di Sulbar, Jokowi Tinjau Kantor Gubernur

Nasional
'MK yang Memulai dengan Putusan 90, Tentu Saja Mereka Pertahankan...'

"MK yang Memulai dengan Putusan 90, Tentu Saja Mereka Pertahankan..."

Nasional
Beda Sikap soal Hak Angket Pemilu: PKB Harap Berlanjut, PKS Menunggu, Nasdem Bilang Tak 'Up to Date'

Beda Sikap soal Hak Angket Pemilu: PKB Harap Berlanjut, PKS Menunggu, Nasdem Bilang Tak "Up to Date"

Nasional
Bima Arya Ditunjuk PAN Jadi Kandidat untuk Pilkada Jabar 2024

Bima Arya Ditunjuk PAN Jadi Kandidat untuk Pilkada Jabar 2024

Nasional
Guru Besar UI: Ironis jika PDI-P Gabung ke Kubu Prabowo Usai Putusan MK

Guru Besar UI: Ironis jika PDI-P Gabung ke Kubu Prabowo Usai Putusan MK

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com