Hendri menyebutkan bahwa suaranya telah digelembungkan ke caleg Gerindra lainnya, Cok Hendri Ramapon.
Atas dugaan penggelembungan suara itu, telah dilakukan koreksi oleh KPU Kabupaten Sanggau, meliputi koreksi pencatatan rekapitulasi hasil perolehan suara 19 desa di Kecamatan Meliau.
Hasil koreksi itu menyebutkan bahwa perolehan suara Hendri Makaluasc yang semula dicatat sebesar 5.325 berubah menjadi 5.384.
Sementara suara Cok Hendri Ramapon yang semula berjumlah 6.599 dikoreksi menjadi 4.185.
Baca juga: Selain Pecat Evi Novida, DKPP Beri Peringatan Keras ke Ketua KPU dan 4 Komisioner
Pencatatan hasil koreksi suara ini juga dikuatkan oleh putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 154-02-20/PHPU.DPR-DPRD/XVII/2019 lantaran pada masa perselisihan hasil pemilu Hendri Makaluasc juga mempersoalkan perkaranya di MK.
Dengan adanya putusan itu, KPU Provinsi Kalimantan Barat selanjutnya mengoreksi perolehan suara Hendri Makaluasc. Namun, tidak serta-merta melakukan perbaikan terhadap perolehan suara Cok Hendri Ramapon.
Hal ini berakibat pada tidak ditetapkannya Hendri Makaluasc sebagai anggota DPRD Provinsi Kalimantan Barat.
Atas kasus ini, Hendri Makaluasc telah menyampaikan permohonan keberatan atas tindakan KPU Provinsi Kalimantan Barat ke KPU RI. Namun, tak ada tanggapan dari yang bersangkutan.
Baca juga: DKPP Pecat Evi Novida Ginting Manik dari Jabatan Komisioner KPU
Bahkan, KPU RI juga menginstruksikan kepada KPU Provinsi Kalimantan Barat untuk tidak melaksanakan putusan Bawaslu yang juga telah menguatkan putusan perubahan suara ini.
Atas tindakan tersebut, DKPP menilai bahwa Evi beserta Ketua dan Komisioner KPU lainnya tidak memahami dan melaksanakan putusan MK.
Hal ini berakibat pada kerugian hak-hak konstitusional pengadu yang tidak lain adalah Hendri Makaluasc.
"Tindakan Teradu I sampai dengan Teradu VII terbukti mendistorsi perolehan suara pengadu sebanyak 5.384 sehingga tidak ditetapkan sebagai calon terpilih," ujar Anggota DKPP Teguh Prasetyo.
Baca juga: Komisioner KPU Evi Novida Dipanggil KPK dalam Kasus Wahyu Setiawan
Baik Evi maupun ketua dan komisioner KPU lainnya dinilai telah melanggar ketentuan Pasal 6 Ayat (2) huruf C dan huruf D Pasal 6 Ayat (3) huruf A dan huruf F, juncto Pasal 10 huruf A, Pasal 11 huruf A, dan B, Pasal 15 huruf D, huruf E dan huruf F, Pasal 16 huruf E Peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2017 tentang Kode Etik, dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilihan Umum.
3. Lebih berat
Meskipun pelaksanaan tugas dan wewenang KPU bersifat kolektif kolegial, hukuman yang diberikan kepada Evi lebih berat dibanding komisioner lain lantaran Evi bertanggung jawab dalam teknis penyelenggaraan pemilu, termasuk dalam perselisihan hasil pemilu.