JAKARTA, KOMPAS.com - Delapan belas hari sejak kasus positif virus corona pertama diumumkan pada 2 Maret 2020, jumlahnya bertambah signifikan dari hari ke hari.
Pada Rabu (18/3/2020) sore, pemerintah mengonfirmasi 55 kasus positif baru. Maka, total pasien Covid-19 menjadi 227 orang.
Selanjutnya, pasien meninggal dunia dilaporkan menjadi 19 orang. Angka kematian ini melambung tinggi dari data terakhir pada Selasa (17/3/2020), yaitu pasien meninggal dunia berjumlah tujuh orang.
Sementara itu, pasien yang telah dinyatakan sembuh berjumlah 11 orang.
Baca juga: Peringatkan Negara yang Dinilai Tak Serius Tangani Virus Corona, WHO: Ini Bukan Latihan
Upaya pemerintah menangani pandemi virus corona di dalam negeri dinilai belum maksimal.
Mengutip data dari situs resmi Kementerian Kesehatan, Rabu (18/3/2020), penemuan kasus positif Covid-19 sejumlah 227 orang itu berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan terhadap 1.592 orang. Saat ini, sebanyak 23 orang sedang dalam proses pemeriksaan.
Pemerintah diminta lebih tegas
Anggota Komisi IX DPR Fraksi PKS Kurniasih Mufidayati mendesak pemerintah membuat kebijakan tegas agar penyebaran virus corona setidaknya dapat dikurangi.
Salah satunya, dengan mempercepat uji spesimen virus corona dan menyampaikan hasilnya sesegera mungkin jika ditemukan kasus positif Covid-19 baru.
Mufida mengapresiasi penambahan 12 jejaring laboratorium pemeriksa yang sudah dilakukan pemerintah.
Baca juga: Sri Mulyani Sebut Dampak Ekonomi Virus Corona Lebih Serius daripada Krisis Ekonomi 2008
Namun, tanpa komitmen serius, kehadiran laboratorium pemeriksa bisa jadi memperpanjang proses birokrasi.
"Ketegasan saja tolong ditingkatkan. Kebijakan yang lebih tegas supaya bisa memotong mata rantai atau meminimalisir potensi penularan," kata Mufida, Rabu (18/3/2020).
"Misal soal laboratorium sudah ditambah, sekarang tinggal komitmennya bagaimana supaya informasi enggak delay. Jangan sampai ribet dengan birokrasi," ujar dia.
Menurut dia, informasi hasil spesimen itu sangat penting agar segera bisa dilakukan pelacakan terhadap orang lain yang terpapar virus corona.
Baca juga: Solo Ditetapkan KLB Corona, Wali Kota Sebut Itu Bentuk Keseriusan Pemerintah
Selanjutnya, Mufida meminta pemerintah menutup pintu masuk bagi seluruh warga negara asing (WNA).
Menurut dia, hal ini demi mencegah imported case baru yang kemungkinan dibawa WNA.
"Kalau menurut kami dari semua negara (harus ditutup). Karena kan kita sekarang tidak tahu pembawanya sudah di negara mana saja. Kecuali WNI yang mau pulang, itu pun harus melewati protokol yang sudah ditetapkan," ujar dia.
Anggota Komisi I DPR Fraksi PKS, Sukamta, meminta pemerintah mampu memberikan keyakinan kepada publik dalam penanganan virus corona di dalam negeri.
Baca juga: Sungguh-sungguh Tangkal Corona, Pemerintah Tak Ingin Aktivitas Lebaran Terganggu
Sukamta yakin masyarakat tidak akan panik dan khawatir jika pemerintah benar-benar mengupayakan penanganan optimal serta memberikan pelindungan di tengah penyebaran virus corona yang meluas.
"Sepanjang pemerintah mampu meyakinkan masyarakat bahwa negara siap menangani wabah ini, anggarannya sekian, ruang isolasi tersedia sekian, dengan perlengkapan ini dan itu, dan seterusnya, kalau memang dilakukan, saya yakin 100 persen masyarakat tidak akan panik dan melakukan tindakan irasional," ujar Sukamta, Rabu (18/3/2020).
Menurut Sukamta, kesiapan pemerintah itu perlu ditunjukkan dan dikomunikasikan kepada masyarakat.
Sebab, jika tidak, maka masyarakat akan bertanya-tanya dengan langkah-langkah yang sebenarnya dilakukan pemerintah.
Sukamta mengatakan, wajar jika masyarakat mempertanyakan kemampuan pemerintah menangani pandemi virus corona atau Covid-19.
Baca juga: SBY: Koordinasi Negara-negara di Dunia Cegah Corona Kurang Maksimal
"Kalau itu tidak dilakukan, artinya pemerintah memilih untuk tidak berkomunikasi apa adanya dengan rakyat. Maka rakyat justru makin was-was dan akan bertanya-tanya," kata dia.
Tenaga medis juga perlu perhatian ekstra
Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid menilai pemerintah tak optimal dalam melindungi petugas medis yang berjuang di garda terdepan dalam penanganan Covid-19.
Hal ini terlihat dari sejumlah tenaga medis yang justru ikut terpapar virus corona jenis baru itu. Bahkan, seorang petugas medis sudah meninggal dunia.
“Sebagai garda terdepan penanganan Covid-19, pekerja kesehatan adalah kelompok yang paling rentan terpapar oleh pasien di fasilitas-fasilitas kesehatan. Fakta bahwa banyak dari mereka terinfeksi menunjukkan kurang optimalnya perlindungan pemerintah kepada mereka," kata Usman, Rabu (18/3/2020).
"Ini membahayakan pekerja kesehatan, pasien, keluarga dan kerabat bahkan masyarakat," sambungnya.
Baca juga: UGM Tetapkan Status Awas dan Lakukan Tanggap Darurat Covid-19
Usman mendorong pemerintah menerbitkan protokol perlindungan yang jelas bagi pekerja kesehatan.
Pemerintah juga harus memastikan dokter, perawat dan semua tenaga medis mendapatkan pelatihan dan dukungan psikologis hingga peralatan kesehatan yang memadai, termasuk alat pelindung diri (APD) yang sesuai dengan panduan yang diterbitkan Organisasi Kesehatan Internasional (WHO).
Sama seperti pasien, lanjut Usman, para pekerja kesehatan memiliki hak atas kesehatan yang dijamin Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya.
Hak ini pun telah dijamin dalam UU Hak Asasi Manusia dan UU Kesehatan. Untuk itu, Usman meminta negara wajib memastikan ada mekanisme yang menjamin dukungan bagi keluarga pekerja kesehatan yang terinfeksi sebagai konsekuensi dari paparan Covid-19.
“Mereka bekerja dengan jam-jam yang panjang, menghadapi tekanan psikologis dan kelelahan. Pemerintah tidak boleh abai dalam pemenuhan hak atas kesehatan karena hal ini menyangkut keselamatan orang banyak," kata Usman.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.