KOMPAS.com – Tugas Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) itu kecil, tetapi berat.
Memang di sisi skala, tugas Kemendes PDTT adalah desa. Namun, tugas itu berat karena semua hal ada dan terjadi di desa.
Pernyataan itu disampaikan Menteri Desa (Mendes) PDTT Abdul Halim Iskandar saat menandatangani nota kesepahaman dengan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) dan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo).
Nota kesepahaman antara Kemendes PDTT dengan dua kementerian itu ditandatangani di Hotel Bidakara, Jumat (13/3/2020).
Baca juga: Ini Tantangan Berat Kemendes PDTT dalam 5 Tahun ke Depan
Berkaitan dengan nota kesepahaman dengan Kemkominfo, Gus Menteri (sapaan akrab Mendes PDTT) mengatakan bahwa saat ini ada 13.000 desa yang belum memiliki jaringan internet.
Ia melanjutkan, oleh karena itu Kemendes PDTT harus menggandeng Kemkominfo, termasuk Bank Rakyat Indonesia (BRI) yang memiliki jaringan sebagai solusi masalah itu.
Kerja sama tersebut juga penting untuk menjadikan desa-desa di Indonesia sebagai desa digital, sehingga solusi penggunaan dana desa bisa dilakukan dengan cashless (digital).
Sementara itu, mengenai nota kesepahaman dengan Kemenkumham, Menurut Gus Menteri urusan hukum di desa sangat butuh bantuan.
“Dulu kepala desa itu seumur hidup karena jabatan diberikan berdasarkan kearifan dan kebijaksanaan, hingga akhirnya menyelesaikan semua persoalan, termasuk hukum,” ujar dia.
Namun, lanjut Gus Menteri, saat ini persoalan harus diselesaikan ke ranah hukum. Ia juga menceritakan pemikiran menarik terkait penggunaan dana desa saat bertemu pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Mendes PDTT mengilustrasikan jika penyimpangan di bawah Rp 25 juta, kepala desa (kades) wajib mengembalikan dan mendapat peringatan pertama.
Baca juga: Kementan Gandeng Kemendes PDTT Revitalisasi Pembangunan Kawasan Ekonomi 4.0
“Di bawah Rp 50 juta, kades diskorsing atau dibina dan harus mengembalikan. Jika di atas Rp 100 juta, suruh kembalikan dan dipecat. Ini hal yang menarik,” kata dia.
Hal itu, imbuh Gus Menteri, karena di suatu desa yang jauh dari akses layanan hukum, biaya proses hukum bisa 10 kali lipat dari obyek kasusnya, jika ada penyimpangan Rp 50 juta.
Meski demikian, ia menyatakan jika penanganan bukan yang utama, melainkan pencegahan.
Oleh karena itu, Kemendes PDTT menggandeng sejumlah pihak untuk melakukan pencegahan.