Seharusnya, kata Zainal, yang diperbaiki adalah orang-orang yang menduduki jabatan tersebut.
"Bahwa praktik yang terjadi boleh jadi keliru, apalagi kalau kita lihat di struktur wamen sekarang memang ada beberapa wamen yang dalam penafsiran saya tidak memiliki kapasitas khusus apalagi mungkin soal integritas, kapabilitas dan acceptabilitas," ujar Zainal.
"Tapi tidak berarti bisa dibawa untuk menguji konstitusionalitas pengangkatan oleh presiden," tuturnya.
Zainal melanjutkan, dalam melihat ada tidaknya pemborosan terkait hal ini, seharusnya dikaitkan dengan kerangka kebijakan presiden, bukan kerangka konstitusional.
Seandainya langkah yang diambil presiden mengindikasikan inefisiensi anggaran, pengujian yang bisa dilakukan lebih bersifat khusus, misalnya di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
"Kalau memang ada kejadian kasuistik di mana wamennya tidak terlalu pas, menunjukkan inefisiensi, bahkan tidak menunjukkan kapasitas, keahlian, sebagaimana yang dimaksudkan dalam undang-undang, menurut saya harusnya ada metode pengujian yang lebih bersifat khusus misalnya PTUN," kata Zainal.
Baca juga: Pemerintah Tak Ingin Jabatan Wakil Menteri Dianggap Pemborosan Anggaran
Diberitakan sebelumnya, Undang-undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara digugat ke Mahkamah Konstitusi ( MK).
Secara spesifik, aturan yang dimohonkan untuk diuji adalah Pasal 10 yang mengatur mengenai jabatan wakil menteri.
Pemohon dalam perkara ini adalah seorang advokat yang juga Ketua Umum Forum Kajian Hukum dan Konstitusi (FKHK) bernama Bayu Segara. Ia menilai, jabatan wakil menteri tidak urgen untuk saat ini, sehingga harus ditinjau ulang.
"Posisi wakil menteri ini secara konstitusional tidak jelas," kata kuasa hukum pemohon, Viktor Santoso Tandiasa, usai persidangan pendahuluan di Gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa (10/12/2019).
Tulis komentar dengan menyertakan tagar #JernihBerkomentar dan #MelihatHarapan di kolom komentar artikel Kompas.com. Menangkan E-Voucher senilai Jutaan Rupiah dan 1 unit Smartphone.
Syarat & Ketentuan