JAKARTA, KOMPAS.com - Juru bicara Mahkamah Agung (MA) Andi Samsan Nganro menegaskan bahwa putusan soal pembatalan iuran BPJS Kesehatan tidak berlaku surut.
"(Putusan) Berlaku ke depan, berlaku sejak diputuskan sampai ke depan. Tidak berlaku surut," ujar Andi saat dijumpai di Gedung MA, Jakarta Pusat, Kamis (12/3/2020).
Dengan demikian, berlaku sejak hari putusan, yakni pada 27 Februari 2020.
Baca juga: MA Batalkan Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan, Ini Kata Sri Mulyani
Menurut Andi, majelis hakim MA telah mempertimbangkan semua aspek dalam menyusun putusan tersebut, baik secara sosiologis, ekonomi, filosofis, yuridis.
Andi menuturkan, MA sendiri lebih menitikberatkan kepada pertimbangan yuridis (aspek hukum).
"Kalau kami ini yang penting adalah pertimbangan yuridisnya. Nah menurut kami itu Perpres Nomor 75 ini bertentangan dengan undang-undang, bahkan UUD 1945," tambah Andi.
Sebelumnya, Andi menjelaskan makna putusan yang membatalkan kenaikan iuran BPJS Kesehatan sebesar 100 persen.
Baca juga: Ini Kata Dirut BPJS Kesehatan Terkait Pembatalan Kenaikan Iuran Peserta oleh MA
"Jadi hanya dikatakan tidak mengikat menurut hukum atau tidak berlaku sepanjang pasal 34 ayat (1) dan (2) yang menaikkan 100 persen, itu saja. (Sehingga) Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 itu tetap berlaku, " ujarnya.
Kedua, putusan MA itu bermakna, ketentuan tentang besaran iuran BPJS Kesehatan dikembalikan kepada dasar hukum yang sebelumnya, yakni Perpres Nomo 28 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.
"Kembali ke sebelumnya," tegas Andi.
Lebih lanjut, dia menjelaskan perihal pertimbangan putusan MA itu.
Pertama, MA melihat bahwa ada permohonan yang diajukan oleh komunitas cuci darah.
Dari situ, MA melihat ternyata ada ketidaksesuaian Pepres dengan beberapa Undang-undang bahkan UUD 1945.
"Tidak sejalan dengan jiwa semangat UUD 1945, lalu juga ditunjang oleh aspek sosiologis, keadilan, mempertimbangkan orang yang tidak mampu dan sebagainya," tambah Andi.
Baca juga: YLKI Dorong Jokowi Terbitkan Perpres Baru soal Iuran BPJS Kesehatan
Diberitakan, MA memutuskan mengabulkan sebagian permohonan uji materi terhadap Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan.
Juru bicara MA Andi Samsan Nganro mengatakan, putusan itu dibacakan pada Februari lalu.
"Ya (sudah diputus). Kamis 27 Februari 2020 diputus. Perkara Nomor 7 P/HUM/2020 perkara Hak Uji Materiil," ujar Andi ketika dikonfirmasi, Senin (9/3/2020).
"Menerima dan mengabulkan sebagian permohonan Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI) tersebut," lanjut Andi menjelaskan amar putusan MA.
Dikutip dari dokumen putusan MA, ada dua poin penting putusan.
Baca juga: Iuran BPJS Kesehatan Batal Naik, Wapres Maruf Amin: Dikaji Dampaknya pada APBN
Pertama, menyatakan Pasal 34 ayat (1) dan (2) Perpres Nomor 75 Tahun 2019 bertentangan dengan sejumlah ketentuan di atasnya, antara lain UUD 1945, UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional dan UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
Poin kedua, MA menyatakan pasal di atas tidak lagi memiliki kekuatan hukum yang mengikat.
"Pasal 34 ayat (1) dan (2) Perpres RI Nomor 75 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan Tidak Mempunyai Hukum Mengikat," demikian putusan tersebut.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.