JAKARTA, KOMPAS.com - Khatib Aam Pengurus Besar Nahdhlatul Ulama (PBNU) Yahya Cholil Staquf meluncurkan buku berjudul PBNU: Perjuangan Besar Nahdlatul Ulama, Rabu (11/3/2020).
Pria yang akrab disapa Gus Yahya mengatakan, secara garis besar buku yang ia tulis itu membicarakan relevansi organisasi NU bagi masyarakat.
Sebab, ia menilai bahwa saat ini ada potensi NU tidak lagi relevan bagi para warganya dan ditinggalkan.
"Yang saya perhatikan ada ancaman NU menjadi semakan irelevan," kata Gus Yahya saat konferensi pers di kantor PBNU, Jl Kramat Raya, Jakarta Pusat.
"NU sebagai organisasi cenderung semakin tidak relevan. Berarti satu garis tren. Makin lama orang semakin enggak butuh sama organisasi," ujar Gus Yahya.
Baca juga: PBNU Desak Pemerintah Ambil Langkah Diplomasi Ciptakan Perdamaian di India
Ia melihat, warga NU sendiri tidak lagi menemukan signifikansi NU sebagai organisasi dalam kehidupan sehari-hari.
Hal yang sama, menurut dia, juga terjadi dalam konteks organisasi NU sebagai rekan pemerintah.
Gus Yahya mengatakan seolah NU hanya dibutuhkan sebagai alat meraih kekuasaan politik.
Dia pun menyinggung soal Ma'ruf Amin yang dipilih Presiden Joko Widodo sebagai calon wakil presiden pada Pemilu Presiden 2019.
"Terhadap counterpart juga NU cenderung makin tidak relevan. Orang makin enggak butuh NU sebagai organisasi," ujar Gus Yahya.
"Kemarin itu pilpres, 58 persen warga NU menurut survei memilih Jokowi-Ma'ruf. Kita tahu Kiai Ma'ruf Amin dipilih sebagai pasangan untuk menarik warga NU supaya mau memilih," tuturnya.
Baca juga: Resolusi Jihad hingga Khittah 1926, Ini Fakta Menarik Nahdlatul Ulama
Dengan demikian, menurut dia, masih ada ada 42 persen warga NU yang tidak mau memilih Rais Aam-nya sendiri sebagai wapres.
"Inilah yang kemudian membuat bagi counterpart kelembagaan juga makin tidak relevan," ucap Gus Yahya.