JAKARTA, KOMPAS.com - Karut-marut pengelolaan BPJS Kesehatan diminta segera dibenahi pasca Mahkamah Agung (MA) membatalkan kenaikan tarif iuran peserta yang tertuang dalam Pasal 34 ayat (1) dan (2) Perpres No 75/2019 tentang Jaminan Kesehatan.
BPJS Kesehatan yang merupakan bagian dari program pemerintah dalam Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) diminta tidak hitung-hitungan memberikan layanan fasilitas kesehatan kepada masyarakat.
Komisi IX DPR yang membidangi urusan kesehatan, menyatakan faskes bagi masyarakat merupakan wujud implementasi pemerintas atas sila kelima Pancasila.
Baca juga: MA Batalkan Kenaikan Iuran BPJS, Hidayat Nur Wahid: Tamparan bagi Pemerintah
Wakil Ketua Komisi IX DPR Melki Laka Lena mengatakan, akan mengawasi pemerintah dalam pelaksanaan putusan MA.
"Urusan BPJS Kesehatan ini jangan dihitung angka-angka saja. Ini urusan yang diputuskan MA. Ini sila kelima, maka harus kita format kembali. DPR akan menyesuaikan keputusan MA," ujar Melki di Jakarta, Selasa (10/3/2020).
Ia mengatakan, putusan MA yang membatalkan kenaikan tarif iuran BPJS Kesehatan mesti jadi momentum bagi pemerintah untuk membenahi sistem JKN.
Baca juga: Pemerintah Disarankan Bikin Perpres Baru Iuran BPJS Kesehatan
Melki pun menuturkan DPR akan duduk bersama pemerintah untuk mendesain ulang sistem JKN.
"Ini menjadi momentum kita membenahi sistem Jaminan Kesehatan Nasional untuk diatur kembali," tuturnya.
Menurutnya, faskes yang diberikan pemerintah lewat BPJS Kesehatan semestinya tidak menakar perihal untung-rugi.
Melki menyatakan, negara wajib menyediakan faskes yang memadai bagi masyarakat.
Melki menganggap tidak seharusnya ada istilah "defisit" dalam pelayanan BPJS Kesehatan.
Baca juga: Iuran BPJS Batal Naik, Ridwan Kamil Terima Banyak Pertanyaan Warga
Ia pun meminta Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) sebagai pengawas eksternal BPJS Kesehatan memperbaiki kekeliruan tersebut.
"Kesehatan tidak ada subsidi. Dia (Dewan Jaminan Sosial Nasional) bilang ini defisit. Ini perspektif yang keliru. Kita ini sudah kayak bertransaksi dan berbisnis sama rakyat. Kita lagi mengurus rakyat, memberikan uang, itu jaminan yang kita berikan. Bukan defisit," kata dia.
Defisit Rp 77 triliun di depan mata
Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara menjelaskan keputusan pemerintah untuk menaikkan tarif iuran sebenarnya atas pertimbangan defisit BPJS Kesehatan yang diproyeksi mencapai Rp 15 triliun pada akhir 2019.