JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menegaskan, omnibus law Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja tidak dibuat untuk mengakomodasi kepentingan negara lain.
Hal itu ia ungkapkan dalam acara Forum Komunikasi dan Koordinasi bertajuk 'Meningkatkan Peran Keluarga Mahasiswa dan Alumni Penerima Beasiswa Supersemar dalam Mewujudkan SDM Unggul, Indonesia Maju' di Hotel Sari Pan Pasific, Jakarta, Selasa (10/3/2020).
"Enggak ada ketika kita susun enggak ingat sama sekali siapa yang mau investasi itu. Engga ada urusan (dengan) China, enggak," kata Mahfud.
Baca juga: Nasdem Usul Klaster Ketenagakerjaan di Omnibus Law RUU Cipta Kerja Dihapus
"Malah yang disebut sebagai contoh tuh Uni Emirat Arab, Qatar, Saudi Arabia enggak ada," sambung dia.
Menurut Mahfud, pemerintah benar-benar ingin mengundang investor ke Indonesia melalui omnibus law RUU Cipta Kerja.
Sebab, kata dia, regulasi di Indonesia saat ini cukup tumpang tindih.
"Tapi karena namanya politik bisa digoreng 'wah ini untuk keperluan ini, wah ini untuk keperluan agar penduduk agar warga negara sendiri tersingkir'," ungkapnya.
Baca juga: Omnibus Law RUU Cipta Kerja dan Desakan agar Pekerja Tak Dikorbankan..
Ia pun menyarankan semua pihak untuk membaca lebih lanjut omnibus law RUU Cipta Kerja.
Meskipun, mantan Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) ini mengakui omnibus law RUU masih memiliki banyak kekurangan.
"Baca dulu baru berdebat. Ya saya melihat ada kesalahan-kesalahan di undang-undang. Perbaiki kan ada DPR kan nanti masih lama ini. Bukan belum apa-apa tolak," ucap Mahfud.
Baca juga: Sindikasi: Omnibus Law RUU Cipta Kerja Bawa Semangat Perbudakan Modern
Diketahui draf omnibus law RUU Cipta Kerja sudah diserahkan pemerintah ke DPR.
Setelah pemerintah menyerahkan draf dan surat presiden RUU Cipta Kerja ke DPR, Rabu (12/2/2012), pembahasan belum dimulai.
Bahkan, penolakan demi penolakan terhadap RUU Cipta Kerja terus bergulir.
Baca juga: Omnibus Law RUU Cipta Kerja dan Desakan agar Pekerja Tak Dikorbankan..
Penolakan datang khususnya dari para pekerja.
Mereka menilai RUU Cipta Kerja meminggirkan kepentingan mereka dan mengutamakan kepentingan pengusaha atau pemilik modal.
Salah satu kritik tehadap RUU Cipta Kerja datang Sekjen Serikat Pekerja Media dan Industri Kreatif untuk Demokrasi (Sindikasi) Ikhsan Raharjo.
Ia menilai RUU Cipta Kerja justru akan menarik Indonesia kembali ke zaman kolonial Hindia Belanda.
Menurut Ikhsan, pasal-pasal terkait ketenagakerjaan di RUU Cipta Kerja akan menciptakan perbudakan modern.
Adapun Omnibus Law Cipta Kerja ini sendiri terdiri atas 79 undang-undang dengan 15 bab dan 174 pasal.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.