JAKARTA, KOMPAS.com - Pernyataan Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron yang membuka peluang pengadilan secara in absentia bagi eks caleg PDI-P Harun Masiku dan eks Sekretaris MA Nurhadi menuai kritik.
Sejumlah pihak menilai pernyataan tersebut menunjukkan ketidakseriusan KPK dalam mengejar Harun dan Nurhadi yang kini berstatus buron.
Direktur Eksekutif Lokataru Foundation Haris Azhar mengatakan, tersebut merupakan upaya pelarian KPK.
"Absentia itu bukan sesuatu yang dilarang, tapi menurut saya itu hanya pelarian KPK," ujar Haris kepada awak media di kawasan Wahid Hasyim, Jakarta Pusat, Jumat (6/3/2020).
Baca juga: Nurhadi dan Harun Masiku Mau Diadili In Absentia, Haris Azhar: Itu Pelarian KPK...
Haris menilai KPK tengah membangun cerita dengan modus tengah berusaha memburu Nurhadi dan Harun Masiku.
Sebab, di sisi lain, KPK justru tengah menggiring kedua perkara tersebut ke dalam pengadilan in absentia karena tak kunjung menemukan Nurhadi dan Harun Masiku.
"Di bawa ke pengadilan, orangnya enggak ada, terus nanti begitu mau dihukum, dihukum itu kan orangnya dipenjara, pengembalian aset, kagak ada juga," katanya.
"Jadi terus ngapain, kan lucu. Jadi kayak dibikin cerita saja," sambung dia.
Baca juga: Keterangan Harun Masiku Dinilai Penting, Wacana Pengadilan In Absentia Dikritik
Peneliti ICW Kurnia Ramadhana mengatakan, pengadilan secara in absentia memang dimungkinkan oleh Undang-undang Tindak Pidana Korupsi.
Namun, Kurnia mengingatkan, pasal tersebut dapat digunakan dengan syarat khusus yaitu penegak hukum harus benar-benar telah berusaha untuk menemukan para buron.
Sedangkan, menurut ICW, pimpinan KPK belum menunjukkan keseriusan dalam memburu Harun Masiku dan Nurhadi cs.
"Sampai hari ini publik tidak pernah melihat adanya keseriusan dan kemauan dari Pimpinan KPK untuk benar-benar menemukan dan menangkap kedua buron tersebut," ujar Kurnia.
Desak segera tangkap
Pusat Kajian Antikorupsi UGM juga menolak wacana tersebut.
Peneliti Pukat UGM Zaenur Rohman mengatakan, Harun tetap harus diseret ke pengadilan untum dimintai keterangan soal kasus dugaan suap terkait pergantian antarwaktu anggota DPR yang menjeratnya.
"Dengan diadili secara kehadiran terdakwa, maka kesempatan untuk mengorek keterangan terdakwa akan tertutup. Padahal keterangan HM sangat penting untuk membuka keterangan pihak lain dalam persidangan terbuka yang dibuka untuk umum," kata Zaenur kepada wartawan.
Baca juga: KPK Diminta Terus Buru Harun Masiku, Pukat UGM: Masa Kalah dari Polsek
Menurut Zaenur, masih ada sejumlah pertaanyaan publik terkait kasus ini yang mestinya dapat terungkap lewat keterangan Harun di persidangan.
Pertanyaan-pertanyaan itu antara lain terkair asal uang suap yang diserahkan Harun, ada atau tidaknya perintah bagi Harun untuk menyuap eks Komisioner KPU Wahyu Setiawan, serta keterlinatan orang lain dalam kasus ini.
"Jadi saya menolak, ide peradilan in absentia HM karena alasan kasus ini belum diungkap secara tuntas, masih membutuhkan pengungkapan secara terbuka dari HM," ujar Zaenur.
Baca juga: KPK Bawa Harun dan Nurhadi ke Pengadilan In Absentia, ICW: Tidak Tepat
Zaenur pun mempertanyakan keseriusan KPK dalam memburu Harun Masiku.
Menurut Zaenur, KPK yang dipimpin seorang polisi berpangkat bintang tiga mestinya dapat menangkap buronan dengan mudah.
"Kasus ini belum diungkap secara tuntas, Masih membutuhkan pengungkapan secara terbuka dari HM dan seharusnya KPK terus mencari HM. Ya punya sedikit rasa malu, masa kalah dari polsek-polsek yang biasa menangkap kriminal," kata Zaenur.
Tak heran, kata Zaenur, kepercayaan publik terhadap KPK melorot menyusul tak kunjung ditangkapnya Harun Masiku.
"Sekarang KPK semakin tidak mendapat kepercayaan publik, dipimpin oleh jenderal bintang tiga tetapi untuk mencari HM saja tidak bisa," kata Zaenur.
Baca juga: Pukat UGM: Jokowi Seharusnya Tegur Menkumham Yasonna
Di samping itu, Zaenur menambahkan, konsep pengadilan in absentia sejatinya ditujukan untuk kasus-kasus korupsi yang berorientasi pada perampasan aset tanpa berambisi menghukum badan tersangkanya.
Sedangkan, dalam kasus Harun ini yang dikejar bukanlah perampasan kerugian negara melainkan keterlibatan Harun dan pihak-pihak lain dalam kasus suap sehingga pidana badan tetap dirasa penting.
"Justru saya curiga bahwa HM ingin diadili secara in absentia, jangan-jangan ini, terbuka kemungkinan untuk menutupi keterlibatan pihak-pihak tertentu," kata Zaenur.
Wacana In Absentia
Wacana mengadili Harun Masiku dan Nurhadi secara in absentia sebelumnya dilontarkan Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron mengingat KPK belum dapat menangkap Harun dan Nuhadi.
"Kalau pun kemudian seandainya tak tertangkap sampai hari kami melimpahkan ke pengadilan, tak menutup kemungkinan sekali lagi itu tetap kami panjutkan dengan proses persidangan in absentia," kata Ghufron di Gedung Merah Putih KPK, Kamis (5/3/2020).
Baca juga: KPK Buka Kemungkinan Adili Harun Masiku dan Nurhadi dkk secara In Absentia
Menanggapi kritikan soal wacana in absentia itu, Ghufron menegaskan, KPK tetap berupaya menangkap Harun Masiku dan Nurhadi.
Namun, ia menekankan, berkas penyidikan terhadap Harun Masiku dan Nurhadi cs tetap dapat dibawa ke persidangan selama telah dinyatakan lengkap walau tanpa memuat keterangan dari si tersangka.
"Yang jelas kami akan lakukan sesuai dengan prosedur bahwa kalau sudah lengkap berkasnya, kami akan serahkan ke pengadipan dan kemudian akan kami sidangkan baik ada maupun tidak ada terdakwa," kata Ghufron.
Baca juga: Firli Mengaku Sudah Cari Harun Masiku ke Puluhan Lokasi, Hasilnya Nihil
Hal itu tercermin dari pelimpahan berkasi penyidikan salah satu tersangka kasus PAW, Saeful Bahri, ke tahap penuntutan meskipun tidak mendapat dari keterangan dari Harun.
Ghufron menuturkan, hasil penyidikan kasus ini sudah menjelaskan bahwa suap diberikan Harun kepada eks Komisioner KPU Wahyu Setiawan untuk meloloskan Harun Masiku sebagai anggota DPR melalui mekanisme pergantian antarwaktu.
"Jadi konteksnya sudah jelas, penerimanya jelas, konteks konsesual itu uang diberikan dalam rangka apa yg merupakan kewenangan saudara WS itu juga sudah jelas," ujar Ghufron.
Ghufron menambahkan, meskipun tenggat waktu penyidikan dan penahanan masih cukup lama, KPK tetap berhak melimpahkan berkas penyidikan selama berkas dinilai sudah lengkap.
"Ini kasusnya kasus OTT, artinya cukup penerimanya siapa, pemberinya siapa, uangnya berapa, itu selesai, sangat sederhana. Seandainya kemudian mau seminggu kami limpahkan kalau dalam pandsgan kami cukup bukti, kami ajukan," kata Ghufron.
Baca juga: Harun Masiku Jadi Buron KPK, Laode: Kalau di Indonesia, Harusnya Sudah Ditangkap
Seperti diketahui, Harun merupakan tersangka kasus dugaan suap terkait pergantian antarwaktu anggota DPR yang turut menyeret eks Komisioner KPU Wahyu Setiawan.
Sedangkan, Nurhadi bersama menantunya, Rezky Herbiyono, dan Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal Hiendra Soenjoto adalah tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi terkait penanganan perkara di Mahkamah Agung.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.