Dalam Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) Pilkada 2020, ketidaknetralan ASN berada di peringkat teratas, yakni sejumlah 167 kabupaten/kota dari 270 daerah.
Hal ini tentunya menjadi isu strategis atas keberpihakan aparatur pemerintah dalam mendukung dan memfasilitasi peserta pilkada (Bawaslu RI, 2020).
Politisasi birokrasi telah menimbulkan banyak persoalan, tidak hanya berdampak pada kualitas proses dan hasil demokrasi, tetapi juga dapat menyalahgunakan anggaran pemerintah daerah.
Muncullah program yang seolah-olah digunakan untuk memenuhi kebutuhan rakyat, padahal ditunggangi kepentingan politik.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2004 Tentang Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik Pegawai Negeri Sipil telah secara jelas menyebutkan nilai-nilai dasar yang harus dijunjung tinggi oleh pegawai negeri sipil.
Nilai-nilai dasar itu adalah ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, kesetian dan ketaatan kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, semangat nasionalisme, mengutamakan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi atau golongan, ketaatan terhadap hukum dan peraturan perundang-undangan, penghormatan terhadap hak asasi manusia, tidak diskriminatif, profesionalisme, netralitas, dan bermoral tinggi dan semangat jiwa korps.
Pasal 6 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara menyatakan bahwa pegawai ASN terdiri atas PNS dan PPPK.
Lebih lanjut dalam Pasal 9 ayat (2) menyampaikan, Pegawai ASN harus bebas dari pengaruh dan intervensi semua golongan dan partai politik.
Hal senada juga terdapat dalam UU Pilkada bahwa ASN dilarang untuk terlibat dalam kegiatan kampanye serta membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan dan merugikan salah satu pasangan calon.
Ada 9 (sembilan) etik ASN yang tercantum dalam SE Mendagri Nomor B/7l/M.SM.00.00/2017, yaitu PNS dilarang melakukan pendekatan terhadap partai politik, memasang spanduk/baliho yang mempromosikan serta mendeklarasikan dirinya atau orang lain sebagai bakal calon kepala daerah/wakil kepala daerah.
Selain itu, PNS juga dilarang menghadiri deklarasi bakal pasangan calon mengunggah, menanggapi (seperti like, komentar, dan sejenisnya) atau menyebarluaskan gambar/foto, visi misi, berfoto bersama maupun keterikatan lain dengan bakal pasangan calon melalui media online atau media sosial.
PNS dilarang melakukan foto bersama dengan bakal pasangan calon dengan mengikuti simbol tangan/gerakan yang digunakan sebagai bentuk keberpihakan serta menjadi narasumber dalam kegiatan partai politik.
Apabila terdapat ASN yang terbukti melanggar, maka akan dikenai sanksi hukuman disiplin ringan maupun berat.
Netralitas birokrasi adalah sebuah keniscayaan. Bawaslu, Inspektorat, dan Sekretaris Daerah perlu melakukan upaya pencegahan untuk menimimalisasi pelanggaran ASN dalam tahapan pilkada.
Lakukan pengawasan ekstra ketat seperti di media sosial dan aktifitas ASN lain yang mengindikasi pada ketidaknetralan.
Bawaslu harus menindak segala bentuk pelanggaran yang telah terpenuhi syarat formil dan materil tanpa pandang bulu.
Harapannya, Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) dapat memberikan sanksi tegas kepada ASN yang terbukti melakukan aktifitas politik agar dapat membuat efek jera bagi ASN lainnya.
Akhir kata, kepada para ASN tetaplah mempertahankan profesionalisme, akuntabilitas, responsibilitas, akseptabilitas, serta integritas birokrasi untuk tidak terpengaruh pada kepentingan politik penguasa.
Utamakan pelayanan prima kepada publik dengan sebaik-baiknya. Biarkan suksesi kepemimpinan politik di masing-masing daerah berlangsung dengan sendirinya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.