JAKARTA, KOMPAS.com - Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) menyayangkan pernyataan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) yang menyebut bahwa foto aktris Tara Basro yang diunggah di akun Twitter pribadinya mengandung unsur pornografi dan melanggar UI ITE.
Peneliti ICJR Maidina Rahmawati mengatakan, pernyataan Kominfo itu menimbulkan stigma dan iklim ketakutan.
Pasalnya, melalui foto yang ia unggah, Tara Basro sebenarnya tengah mengampanyekan body positivity.
"Kominfo belum sepenuhnya memahami batasan hukum tentang kesusilaan, tidak mendukung pesan baik yang disampaikan dan justru menciptakan iklim ketakutan dalam berekspresi dan berpendapat," kata Maidina melalui keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Kamis (5/3/2020).
Baca juga: Tara Basro dan Aksi Mencintai Bentuk Tubuh Sendiri
Maidina mengatakan, sedari awal pihaknya telah mengkritik rumusan karet dalam pasal-pasal ketentuan pidana di UU ITE, salah satunya Pasal 27 Ayat (1).
Pasal yang digunakan sebagai landasan Kominfo dalam kasus Tara Basro ini berbunyi, mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan.
Menurut Maidina, penjelasan pasal tersebut tidak secara eksplisit merujuk pada ketentuan dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).
Padahal, dalam UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Revisi UU ITE menyatakan, Pasal 27 Ayat (3) merujuk pada ketentuan KUHP.
Maka, mutlak Pasal 27 Ayat (1) harus merujuk pada ketentuan dalam Pasal 281 dan Pasal 282 KUHP untuk melihat hakikat pelarangan distribusi konten melanggar kesusilaan.
Baca juga: Unggahan Tara Basro di Twitter Hilang, Kominfo Perkirakan Ada 2 Sebab
Pelanggaran kesusilaan yang dinilai sebagai tindak pidana sendiri diartikan sebagai perbuatan 'sengaja merusak kesopanan/kesusilaan dimuka umum' atau 'sengaja merusakkan kesopanan/kesusilaan dimuka orang lain, yang hadir dengan kemauannya sendiri'.
Kesusilaan adalah perasaaan malu yang berhubungan dengan nafsu kelamin.
Maidina mengatakan, sifat kesusilaan itu harus dinilai sesuai dengan konteks perbuatannya.
"Aparat penegak hukum dalam penerapan pasal ini harus menilai dengan seksama ukuran kesusilaan dengan konteks perbuatan yang dilakukan, harus dipastikan pula bahwa perbuatan dilakukan dengan sengaja untuk merusak kesusilaan tersebut," ujar dia.
Sementara itu, dalam KUHP, seseorang dinyatakan menyiarkan, mempertontonkan atau menempelkan tulisan/gambar yang melanggar kesusilaan, hanya jika orang tersebut mengetahui bahwa isi tulisan, gambar, patung dan benda-benda yang dibuat tersebut melanggar perasaan kesopanan/kesusilaan.
Maidina menyebut, yang dilakukan Tara Basro bukan perbuatan merusak kesusilaan ataupun mengetahui bahwa unggahannya merupakan konten yang melanggar kesusilaan.
Baca juga: Seperti Tara Basro, Yuk Mulai Cintai Bentuk Tubuh Kita..
Perbuatan Tara Basro itu dinilai sebagai ekspresi yang sah dari seorang perempuan yang mendukung pandangan positif terhadap keberagaman seseorang termasuk perempuan yang seharusnya didukung.