JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur LBH Jakarta Arief Maulana menilai, proses perumusan Omnibus Law RUU Cipta Kerja menyimpang dari aturan pembentukan perundang-undangan.
Arief menjelaskan, proses penyusunan RUU sapu jagat ini menyimpang karena dilakukan dengan tertutup dan hanya melibatkan kelompok tertentu.
"Dan ini memang praktik pembentukan perundang-undangan yang menyimpang menurut saya," kata Arief dalam sebuah diskusi di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (4/3/2020).
Baca juga: Omnibus Law RUU Cipta Kerja Dinilai Langgar Hak Asasi Manusia
Sebab, jika merujuk pada Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019 Tentang Pembentukan Perundang-undangan (UU PPP) tidak ada aturan mengenai proses Omnibus Law dari sejumlah undang-undang.
"Saya kira metode revisi Omnibus Law pun bisa kita persoalkan, karena tidak ada dasar hukum yang kemudian memberikan legitimasi bagaimana proses itu bisa dilakukan," ujarnya.
Arief mengatakan, dalam UU PPP, pembentukan undang-undang harus mengamalkan prinsip keterbukaan dan partisipasi.
Baca juga: Mahasiswa Gelar Aksi di Depan Gedung DPR, Tolak Omnibus Law RUU Cipta Kerja
Selain itu, terdapat beberapa tahapan pembentukan undang-undang yaitu perencanaan, penyusunan, pembahasan sampai penetapan dan diundangkan.
Namun, menurut Arief, pemerintah sejak awal tidak mengikuti tahapan-tahapan tersebut.
"Dari dua tahap awal saja, masyarakat tidak dilibatkan," ucapnya.
Lebih lanjut, Arief mengatakan, RUU Cipta Kerja tidak hanya berdampak pada buruh, tetapi pada jenis pekerjaan lainnya seperti guru, dosen, nelayan dan lainnya.
Baca juga: Tolak Omnibus Law RUU Cipta Kerja, Buruh Minta Dukungan Tokoh Agama
Oleh karenanya, ia menilai RUU tersebut akan menimbulkan ketimpangan dan ketidakadilan sosial.
"Kalau RUU ini disahkan akan menciptakan ketimpangan dan ketidakadilan sosial di Indonesia. Ketika saat ini berbagai elemen menolak ini memang sudah seharusnya, karena RUU ini bertentangan dengan prinsip demokrasi, konstitusi sebagai hukum kita dan menurunkan standar perlindungan HAM," pungkasnya.
Sebelumnya diberitakan, DPR telah menerima draf serta surat presiden (surpres) Omnibus Law Cipta Kerja.
Baca juga: Bakamla Masih Godok Omnibus Law Keamanan Laut
Draf dan surpres diserahkan Menko Perekonomian Airlangga Hartarto kepada Ketua DPR Puan Maharani di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta.
Puan menjelaskan RUU Cipta Kerja terdiri atas 79 undang-undang dengan 15 bab dan 174 pasal. Ia mengatakan pembahasan RUU Cipta Kerja akan melibatkan tujuh komisi di DPR.
Selanjutnya, draf dan surpres yang telah diserahkan akan melalui mekanisme DPR untuk kemudian ditetapkan dalam paripurna. Namun, hingga saat ini belum ada perkembangan lebih jauh mengenai proses draf RUU Cipta Kerja itu.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.