Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Raden Muhammad Mihradi
Dosen

Direktur Pusat Studi Pembangunan Hukum Partisipatif
dan Dosen Fakultas Hukum Universitas Pakuan.

Omnibus Law, Demokrasi, dan Otonomi Daerah

Kompas.com - 02/03/2020, 09:46 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini


RUANG publik dua bulan terakhir ini bising soal Omnibus Law. Seperti mantra sakti: digosipkan di warung kopi. Jadi tren diskusi kampus-kampus. Tentu menyelinap pula di sela-sela Gedung Parlemen Senayan.

Pro-kontra menjadi risiko sebab pilihan reformasi adalah demokrasi.

Salah satu yang paling kontroversial di publik adalah RUU Omnibus Law Cipta Kerja. Kenapa kontroversial?

Pertama, puluhan undang-undang direvisi pada pasal-pasal tertentu.

Kedua, polemiknya beragam mulai soal buruh, ekologi sampai relasi pusat dan daerah.

Ketiga, dugaan implikasi yang serius ke pelbagai arah termasuk pada dugaan potensi ancaman demokrasi dan otonomi daerah.

Gagasan Omnibus Law

Apa itu Omnibus Law?

Dalam perspektif Guru Besar FHUI, Maria Farida Indrati, omnibus (latin) bermakna untuk semua atau untuk segalanya. Tentunya, istilah omnibus law bermakna hukum untuk semua atau segalanya.

Bagi Maria, dari beragam rumusan pengertian omnibus, ia memilih pengertian “satu UU (baru) yang mengandung atau mengatur berbagai macam substansi dan berbagai macam subyek untuk langkah penyederhanaan dari beberapa UU yang masih berlaku”. (Maria Farida, Opini,Kompas 4/01/2020: 6).

Omnibus Law itu sendiri hal lazim di negara-negara common law dan kurang dikenal di negara bersistem civil law seperti Indonesia.

Pada Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Peraturan Perundang-undangan, tidak ada norma eksplisit yang dapat ditafsirkan dan ditemukenali sebagai model omnibus law.

Awal gagasan omnibus law sebenarnya dari kekecewaan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Indonesia minim dihampiri investasi. Padahal investasi pelumas ekonomi. Apalagi di era ekonomi digital.

Prediksi Jokowi, hukum diduga membuat investasi tidak menarik. Regulasi bertumpuk. Birokrasi berbelit. Waktu mengurus perizinan mengular. Obesitas regulasi menimbulkan dampak serius. Implikasinya serius.

Pertama, lemahnya daya saing investasi (Ease of Doing Business/EoDB) dan pertumbuhan sektor swasta.

Misalkan saja di bidang kemudahan berusaha EODB yang dirilis Bank Dunia (World Bank), Indonesia menduduki peringkat ke 73 dari 190 negara.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Prabowo: Saya dan Gibran Manusia Biasa, Kami Butuh Bantuan dan Nasihat

Prabowo: Saya dan Gibran Manusia Biasa, Kami Butuh Bantuan dan Nasihat

Nasional
Diminta Kubu Anies Jadi Saksi Sengketa Pilpres 2024, Airlangga Tunggu Undangan MK

Diminta Kubu Anies Jadi Saksi Sengketa Pilpres 2024, Airlangga Tunggu Undangan MK

Nasional
Pakar Sebut Kesaksian 4 Menteri di Sidang Sengketa Pilpres Penting, Bisa Ungkap Politisasi Bansos

Pakar Sebut Kesaksian 4 Menteri di Sidang Sengketa Pilpres Penting, Bisa Ungkap Politisasi Bansos

Nasional
Prabowo Bilang Demokrasi Tidak Mudah, tetapi Paling Dikehendaki Rakyat

Prabowo Bilang Demokrasi Tidak Mudah, tetapi Paling Dikehendaki Rakyat

Nasional
Menko Polhukam Sebut Pengamanan Rangkaian Paskah Dilakukan Terbuka dan Tertutup

Menko Polhukam Sebut Pengamanan Rangkaian Paskah Dilakukan Terbuka dan Tertutup

Nasional
Prabowo-Gibran Buka Puasa Bareng Golkar, Semeja dengan Airlangga, Agung Laksono, dan Akbar Tandjung

Prabowo-Gibran Buka Puasa Bareng Golkar, Semeja dengan Airlangga, Agung Laksono, dan Akbar Tandjung

Nasional
Fahira Idris: Pendekatan Holistik dan Berkelanjutan Diperlukan dalam Pengelolaan Kawasan Aglomerasi Jabodetabekjur

Fahira Idris: Pendekatan Holistik dan Berkelanjutan Diperlukan dalam Pengelolaan Kawasan Aglomerasi Jabodetabekjur

Nasional
KPK: Baru 29 Persen Anggota Legislatif yang Sudah Serahkan LHKPN

KPK: Baru 29 Persen Anggota Legislatif yang Sudah Serahkan LHKPN

Nasional
Dewas Sudah Teruskan Aduan Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar ke Deputi Pimpinan

Dewas Sudah Teruskan Aduan Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar ke Deputi Pimpinan

Nasional
Rekening Jaksa KPK yang Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar Diperiksa

Rekening Jaksa KPK yang Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar Diperiksa

Nasional
Kasus Kredit Ekspor LPEI, KPK Buka Peluang Tetapkan Tersangka Korporasi

Kasus Kredit Ekspor LPEI, KPK Buka Peluang Tetapkan Tersangka Korporasi

Nasional
Pakar Hukum Dorong Percepatan 'Recovery Asset' dalam Kasus Korupsi Timah yang Libatkan Harvey Moeis

Pakar Hukum Dorong Percepatan "Recovery Asset" dalam Kasus Korupsi Timah yang Libatkan Harvey Moeis

Nasional
Sidak ke Kalteng, Satgas Pangan Polri Minta Pasar Murah Diintensifkan Jelang Lebaran

Sidak ke Kalteng, Satgas Pangan Polri Minta Pasar Murah Diintensifkan Jelang Lebaran

Nasional
Puspen TNI Sebut Denpom Jaya Dalami Dugaan Prajurit Aniaya Warga di Jakpus

Puspen TNI Sebut Denpom Jaya Dalami Dugaan Prajurit Aniaya Warga di Jakpus

Nasional
Bea Cukai dan Ditresnarkoba Polda Metro Jaya Gagalkan Peredaran Serbuk MDMA dan Kokain Cair

Bea Cukai dan Ditresnarkoba Polda Metro Jaya Gagalkan Peredaran Serbuk MDMA dan Kokain Cair

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com