JAKARTA, KOMPAS.com - Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengklarifikasi pembelian rumah tersangka suap mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia, Emirsyah Satar, di kawasan Pondok Pinang, Jakarta Selatan.
Klarifikasi itu dilakukan jaksa dengan mendengar keterangan dari saksi yang dihadirkan dalam persidangan Jumat (28/2/2020), Istiningdyah Sugianto alias Iis Sugianto.
Iis Sugianto yang juga penyanyi era 80-an itu bersaksi bahwa dirinya menjual rumah kepada Mia Suhodo, yang ternyata merupakan ibu mertua Emirsyah, senilai Rp 8,5 miliar.
Baca juga: Emirsyah Satar Pernah Wajarkan Gratifikasi, Jubir KPK: Tantangan bagi KPK
"Benar ibu ada jual tanah dan rumah ke Mia Suhodo di Pondok Pinang, Kebayoran Lama?," tanya Jaksa dalam sidang yang digelar di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Jumat (28/2/2020).
"Iya," jawab Iis.
Iis membenarkan bahwa uang Rp 8,5 miliar itu dilunasi melalui empat kali proses pembayaran. Seluruhnya dibayarkan menggunakan cek.
Saat ditanya mengenai sumber dana yang digunakan Mia Suhodo untuk membeli rumah, Iis mengaku tidak tahu.
Namun, ia mengatakan, Mia sempat mengatakan bahwa dirinya baru saja menjual rumah sehingga pembayaran dilunasi tanpa pinjaman bank.
"Waktu itu Bu Mia cerita dia habis menjual rumahnya di Permata Hijau. Jadi dia bilang, Mbak Iis jangan khawatir, uang saya cash, karena saya habis menjual rumah saya di Permata Hijau," ujar Iis.
Saksi lainnya bernama Dwi Putri juga bersaksi bahwa Mia Suhodo membeli rumah menggunakan uang tunai.
Saksi tersebut merupakan perantara penjualan rumah Iis Sugianto kepada Mia Suhodo.
Namun demikian, Dwi Putri juga mengaku tak tahu asal usul uang yang digunakan Mia Suhodo untuk membeli rumah.
"Waktu itu saya menegaskan ibu pembeliannya cash atau KPR, Bu Mia hanya bilang cash, saya enggak pakai uang bank, saya enggak pinjam uang bank," ujar Dwi Putri.
"Cuma saya nggak tanya lebih lanjut uang itu cash dari mana," lanjutnya.
Untuk diketahui, KPK menyita sebuah rumah di daerah Pondok Pinang, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan terkait kasus dugaan suap yang melibatkan mantan Direktur Utama Garuda Indonesia, Emirsyah Satar.