Ia mempersilakan mantan Panglima TNI tersebut dan siapapun yang mengetahuinya untuk membuktikan pernyataannya dengan memberikan bukti-bukti ke penegak hukum.
Anam juga menyayangkan pernyataan Moeldoko tersebut. Sebab, hingga saat ini belum ada putusan hukum mengenai Peristiwa Paniai yang terjadi pada 2014.
Semestinya pernyataan Moeldoko itu baru diutarakan apabila sudah ada putusan pengadilan.
"Lebih bijak jika menunggu proses hukum sampai ada keputusan," ujar Choirul.
"Berbagai pihak yang punya informasi silakan menjadi saksi atau memberikan bukti terkait hal itu ke mekanisme hukum yang tersedia, baik ke penyidik atau di muka majelis hakim," lanjut dia.
Ia juga berharap kasus Painai yang sudah dilimpahkan ke Kejaksaan Agung pada 11 Februari lalu bisa segera ditingkatkan pada tahap penyidikan.
Serta segera diputuskan dalam persidangan pelanggaran HAM.
"Kami berharap, kasus Paniai ini bisa segera naik ke penyidikan, penuntutan dan dituntaskan di pengadilan HAM," ujarnya.
Baca juga: Moeldoko Diminta Buktikan Ucapannya soal Paniai ke Penegak Hukum
Anam meminta semua pihak yang memiliki bukti terkait peristiwa Paniai dibawa ke pengadilan HAM. Serta bersama-sama mengawal proses pengadilan itu agar berjalan independen.
"Biarkan mekanisme law enforment berjalan dan menguji peristiwa tersebut secara hukum. Dan kita jaga prosesnya agar profesional dan independent," ucap Anam.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid membantah bahwa peristiwa Painai terjadi karena masyarakat setempat lebih dulu menyerang pasukan TNI dan Polri.
Baca juga: Bantah Moeldoko, Amnesty International: Kasus Paniai Dipicu Kekerasan Aparat
Sebaliknya, ia menegaskan bahwa peristiwa itu dipicu karena aparat keamanan melakukan kekerasan terhadap warga.
"Dalam penelitian Amnesty, pemicu awal bukan masyarakat Papua. Masyarakat itu marah di hari Senin, 8 Desember. Peristiwa awalnya terjadi pada hari Minggu 7 Desember," kata Usman saat dihubungi Kompas.com, Kamis (27/2/2020).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.