JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid meminta pemerintah untuk melakukan langkah-langkah konkret untuk mengusut peristiwa Paniai.
Usman meniliai, seharusnya, pemerintah menyelesaikan peristiwa tersebut secara hukum sesuai dengan peraturan perundang-undangan, bukan dengan membuat bantahan melalui pernyataan politis yang dilontarkan Kepala Kantor Staf Presiden (KSP) Moeldoko.
"Secara legal berarti menyelesaikan kasus ini sesuai undang-undang yaitu undang undang pengadilan HAM, bukan dengan sanggahan berupa pernyataan politik," kata Usman kepada Kompas.com, Kamis (27/2/2020).
Baca juga: Komnas HAM Tetapkan Peristiwa Paniai Masuk Pelanggaran HAM Berat
Selain langkah hukum, Usman menyebut, pemerintah juga harusnya mengambil langkah konstitusional.
Artinya, pemerintah harus memastikan bahwa masyarakat Paniai yang menjadi korban bisa mendapat keadilan. Apalagi, di negara hukum, setiap orang, tidak terkecuali aparat TNI dan Polri, memiliki kedudukan yang sama.
Kemudian, secara institusional, Usman mendesak supaya kasus ini ditangani oleh lembaga yang tepat, yaitu Jaksa Agung.
"Dari ketentuan UU Pengadilan HAM, jaksa agung bukan lagi sebagai pengacara negara yg mewakili kepentingan pemerintah, tetapi adalah penyidik yang juga mewakili kepentingan negara dalam hal ini khususnya masyarakat," ujar dia.
Baca juga: Bantah Moeldoko, Amnesty International: Kasus Paniai Dipicu Kekerasan Aparat
Usman pun membantah pernyataan Moeldoko yang menyebut bahwa peristiwa Paniai terjadi karena awalnya masyarakat setempat menyerang pasukan TNI dan Polri.
Sebaliknya, ia menegaskan bahwa peristiwa itu dipicu karena aparat keamanan melakukan kekerasan terhadap warga.
"Dalam penelitian Amnesty, pemicu awal bukan masyarakat Papua. Masyarakat itu marah di hari Senin, 8 Desember. Peristiwa awalnya terjadi pada hari Minggu 7 Desember," kata Usman.
Baca juga: Menurut Moeldoko, Masyarakat di Paniai Lebih Dulu Serang TNI dan Polri
Sebelumnya diberitakan, Kepala Kantor Staf Presiden (KSP) Moeldoko menyatakan, peristiwa Paniai bukan pelanggaran HAM berat.
Ia bahkan mengatakan, pasukan TNI dan Polriyang diserang lebih dulu oleh masyarakat setempat.
Lantaran diserang secara sporadis oleh masyarakat, menurut Moeldoko, pasukan TNI dan Polri di sana menjadi reaktif.
Baca juga: Moeldoko Diminta Buktikan Ucapannya soal Paniai ke Penegak Hukum
Ia memastikan, tak ada instruksi dari pimpinan pasukan untuk menyerang balik masyarakat.
"Yang saya dapat laporan waktu itu ada kapolsek, koramil, dia mendapat serangan dari masyarakat sehingga bersifat reaktif dan dilihat saja dokumennya ada enggak perintah dari atasan untuk melakukan tindakan represif? Kan enggak ada," kata Moeldoko di Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (26/2/2020).
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.