Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bantah Moeldoko, Amnesty International: Kasus Paniai Dipicu Kekerasan Aparat

Kompas.com - 27/02/2020, 20:42 WIB
Fitria Chusna Farisa,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid membantah bahwa peristiwa Painai terjadi karena masyarakat setempat lebih dulu menyerang pasukan TNI dan Polri.

Sebaliknya, ia menegaskan bahwa peristiwa itu dipicu karena aparat keamanan melakukan kekerasan terhadap warga.

Pernyataan ini merespons ucapan Kepala Kantor Staf Presiden (KSP) Moeldoko bahwa peristiwa Paniai terjadi karena pasukan TNI dan Polri diserang lebih dulu oleh masyarakat setempat.

"Dalam penelitian Amnesty, pemicu awal bukan masyarakat Papua. Masyarakat itu marah di hari Senin, 8 Desember. Peristiwa awalnya terjadi pada hari Minggu 7 Desember," kata Usman saat dihubungi Kompas.com, Kamis (27/2/2020).

Baca juga: Menurut Moeldoko, Masyarakat di Paniai Lebih Dulu Serang TNI dan Polri

Usman mengatakan, pada 7 Desember aparat melakukan penganiayaan terhadap sejumlah warga, di antaranta Yulianus Yeimo.

Kejadian itu berlangsung di Pondok Natal Km 4, Jalan Poros Madi-Enarotali, District Paniai Timur, Kabupaten Paniai.

Akibat penganiayaan itu, korban mengalami luka bengkak pada bagian belakang telinga kanan, telinga kiri, dan luka robek di ibu jari kiri.

"Itu semua juga termasuk akibat pukulan benda keras yaitu popor senjata api laras panjang," ujar Usman.

Baca juga: Moeldoko Diminta Buktikan Ucapannya soal Paniai ke Penegak Hukum

Usman pun meminta pemerintah mengambil langkah konstitusional, legal, dan institusional.

Langkah konstitusional dilakukan dengan memastikan masyarakat Paniai yang menjadi korban bisa mendapat keadilan. Apalagi, di negara hukum, setiap orang, tidak terkecuali aparat TNI dan Polri, memiliki kedudukan yang sama.

Kemudian, langkah legal berarti menyelesaikan kasus ini sesuai undang-undang yaitu undang-undang tentang pengadilan HAM.

"Bukan dengan sanggahan berupa pernyataan politik," ujar dia.

Baca juga: Komnas HAM Ingin Kasus Paniai Segera Ditingkatkan ke Penyidikan

Secara institusional, Usman mendesak supaya kasus ini ditangani oleh lembaga yang tepat, yaitu Jaksa Agung.

Sebelumnya diberitakan, Kepala Kantor Staf Presiden (KSP) Moeldoko menyatakan, peristiwa Paniai bukan pelanggaran HAM berat.

Ia bahkan mengatakan, pasukan TNI dan Polriyang diserang lebih dulu oleh masyarakat setempat.

Baca juga: Mahfud Akan Panggil Jaksa Agung soal Kasus Pelanggaran HAM Berat di Paniai

Lantaran diserang secara sporadis oleh masyarakat, menurut Moeldoko, pasukan TNI dan Polri di sana menjadi reaktif.

Ia memastikan, tak ada instruksi dari pimpinan pasukan untuk menyerang balik masyarakat.

"Yang saya dapat laporan waktu itu ada kapolsek, koramil, dia mendapat serangan dari masyarakat sehingga bersifat reaktif dan dilihat saja dokumennya ada enggak perintah dari atasan untuk melakukan tindakan represif? Kan enggak ada," kata Moeldoko di Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (26/2/2020).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Politikus PPP Sebut Ada Kemungkinan Parpolnya Gabung Koalisi Prabowo-Gibran

Politikus PPP Sebut Ada Kemungkinan Parpolnya Gabung Koalisi Prabowo-Gibran

Nasional
Ini Status Perkawinan Prabowo dan Titiek Soeharto

Ini Status Perkawinan Prabowo dan Titiek Soeharto

Nasional
Bersikukuh Rampas Aset Rafael Alun, Jaksa KPK Ajukan Kasasi ke Mahkamah Agung

Bersikukuh Rampas Aset Rafael Alun, Jaksa KPK Ajukan Kasasi ke Mahkamah Agung

Nasional
Pengamat Sebut Kemungkinan Prabowo Gandeng PDI-P Masih Terbuka, Ganjalannya Hanya Jokowi

Pengamat Sebut Kemungkinan Prabowo Gandeng PDI-P Masih Terbuka, Ganjalannya Hanya Jokowi

Nasional
Obituari Tumbu Saraswati, Politikus Senior PDI-P Sekaligus Pendiri TPDI

Obituari Tumbu Saraswati, Politikus Senior PDI-P Sekaligus Pendiri TPDI

Nasional
Wakil Ketua KPK Bantah Serang Balik Dewas dengan Laporkan Albertina Ho

Wakil Ketua KPK Bantah Serang Balik Dewas dengan Laporkan Albertina Ho

Nasional
Nurul Ghufron Gugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta

Nurul Ghufron Gugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta

Nasional
JK Puji Prabowo Mau Rangkul Banyak Pihak, tapi Ingatkan Harus Ada Oposisi

JK Puji Prabowo Mau Rangkul Banyak Pihak, tapi Ingatkan Harus Ada Oposisi

Nasional
Mantan Anak Buah SYL Mengaku Dipecat Lantaran Tolak Bayar Kartu Kredit Pakai Dana Kementan

Mantan Anak Buah SYL Mengaku Dipecat Lantaran Tolak Bayar Kartu Kredit Pakai Dana Kementan

Nasional
Beri Selamat ke Prabowo-Gibran, JK: Kita Terima Kenyataan yang Ada

Beri Selamat ke Prabowo-Gibran, JK: Kita Terima Kenyataan yang Ada

Nasional
DPR Bakal Kaji Ulang Desain Pemilu Serentak karena Dianggap Tak Efisien

DPR Bakal Kaji Ulang Desain Pemilu Serentak karena Dianggap Tak Efisien

Nasional
Komisi II Sebut 'Presidential Threshold' Jadi Target Rencana Revisi UU Pemilu

Komisi II Sebut "Presidential Threshold" Jadi Target Rencana Revisi UU Pemilu

Nasional
Nyanyi 'Pertemuan' di Depan Titiek Soeharto, Prabowo: Sudah Presiden Terpilih, Harus Tepuk Tangan walau Suara Jelek

Nyanyi "Pertemuan" di Depan Titiek Soeharto, Prabowo: Sudah Presiden Terpilih, Harus Tepuk Tangan walau Suara Jelek

Nasional
Fraksi Golkar Bakal Dalami Usulan Hakim MK soal RUU Pemilu dan Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Fraksi Golkar Bakal Dalami Usulan Hakim MK soal RUU Pemilu dan Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Nasional
Politikus Senior PDI-P Tumbu Saraswati Meninggal Dunia, Penghormatan Terakhir di Sekolah Partai

Politikus Senior PDI-P Tumbu Saraswati Meninggal Dunia, Penghormatan Terakhir di Sekolah Partai

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com