Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

LIPI: RUU Cipta Kerja Lemahkan Posisi Buruh dalam Dewan Pengupahan

Kompas.com - 27/02/2020, 16:01 WIB
Sania Mashabi,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Fathimah Fildzah Izzati menyebut omnibus law Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja melemahkan posisi serikat buruh dalam Dewan Pengupahan.

"Pengurangan peran serikat buruh di Dewan Pengupahan. Ini bisa dilihat bahwa Dewan Pengupahan hanya ada di tingkat nasional tidak ada lagi di tingkat provinsi dan tingkat kabupaten atau kota," kata Fahtimah dalam diskusi bertajuk 'Pro Kontra Omnibus Law RUU Cipta Kerja' di Kantor LIPI, Jakarta Selatan, Kamis (27/2/2020).

Baca juga: Bertemu Perwakilan Buruh, Mahfud Ungkap 3 Persoalan RUU Cipta Kerja

Pasal 98 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan mengatur pembentukan Dewan Pengupahan Nasional, Provinsi, dan Kabupaten/Kota.

Dewan Pengupahan dibentuk untuk memberikan saran, pertimbangan, dan merumuskan kebijakan pengupahan yang akan ditetapkan oleh pemerintah, serta pengembangan sistem pengupahan nasional.

Namun, dalam RUU Cipta Kerja pasal tersebut diubah, tidak lagi mengatur pembentukan dewan pengupahan di tingkat provinsi dan tingkat kabupaten atau kota.

Pasal 98 RUU Cipta Kerja menyatakan, untuk memberikan saran dan pertimbangan kepada pemerintah dalam rangka perumusan kebijakan pengupahan serta pengembangan sistem pengupahan nasional dibentuk dewan pengupahan.

Dewan pengupahan terdiri atas unsur pemerintah, organisasi pengusaha, serikat pekerja/serikat buruh, pakar dan akademisi.

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembentukan dewan pengupahan diatur dengan peraturan pemerintah.

Baca juga: Soal Aturan Pengupahan, Presiden Jokowi Janji Cari Jalan Tengah yang Untungkan Buruh dan Pengusaha

Ia menambahkan, dalam RUU tersebut, buruh juga dipersulit untuk mengajukan tuntutan Kebutuhan Hidup Layak (KHL).

Pengajuan KHL buruh harus berdasarkan data statistik.

"Buruh tidak dapat mengajukan KHL atau komponen hidup layak karena di dalam RUU Ciptaker ini data yang di gunakan harus merupakan data yang berwenang di bidang statistik," ungkap dia.

Adanya aturan itu, lanjut Fathimah, telah menihilkan pengalaman empiris baru, menihilkan riset yang dilakukan secara mandiri oleh serikat buruh.

Kemudian menihilkan metode pengumpulan data lainnya selain data statistik dan pendekatan yang digunakan pendekatan neo-institusional yang tidak pro pada kepentingan buruh.

Baca juga: RUU Cipta Kerja Belum Dibahas di DPR agar Tak Bikin Gaduh Masyarakat

Sebelumnya, Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) bakal menggelar aksi unjuk rasa besar-besaran demi menolak omnibus law RUU Cipta Kerja.

Presiden KSPI Said Iqbal mengatakan, aksi unjuk rasa tersebut akan digelar pada saat DPR RI melangsungkan rapat paripurna.

"Ketika prolegnas sudah diterima, tapi dilanjutkan atau tidak pembahasan draf RUU, itu (dilakukan) di rapat paripurna DPR. Saat itulah aksi besar-besaran anggota KSPI di 24 provinsi akan terjadi," ujar Said dalam konferensi pers di kawasan Jalan Proklamasi, Menteng, Jakarta Pusat, Minggu (16/2/2020).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Saksi Ungkap SYL Minta Kementan Bayarkan Kartu Kreditnya Rp 215 Juta

Saksi Ungkap SYL Minta Kementan Bayarkan Kartu Kreditnya Rp 215 Juta

Nasional
Saksi Sebut Bulanan untuk Istri SYL dari Kementan Rp 25-30 Juta

Saksi Sebut Bulanan untuk Istri SYL dari Kementan Rp 25-30 Juta

Nasional
Tata Kelola Dana Pensiun Bukit Asam Terus Diperkuat

Tata Kelola Dana Pensiun Bukit Asam Terus Diperkuat

Nasional
Nurul Ghufron Laporkan Albertina Ho, Jelang Disidang Dewas KPK Karena Masalah Etik

Nurul Ghufron Laporkan Albertina Ho, Jelang Disidang Dewas KPK Karena Masalah Etik

Nasional
Kejagung Diminta Segera Tuntaskan Dugaan Korupsi Komoditi Emas 2010-2022

Kejagung Diminta Segera Tuntaskan Dugaan Korupsi Komoditi Emas 2010-2022

Nasional
PKB-Nasdem-PKS Isyaratkan Gabung Prabowo, Pengamat: Kini Parpol Selamatkan Diri Masing-masing

PKB-Nasdem-PKS Isyaratkan Gabung Prabowo, Pengamat: Kini Parpol Selamatkan Diri Masing-masing

Nasional
Saksi Sebut Dokumen Pemeriksaan Saat Penyelidikan di KPK Bocor ke SYL

Saksi Sebut Dokumen Pemeriksaan Saat Penyelidikan di KPK Bocor ke SYL

Nasional
Laporkan Albertina ke Dewas KPK, Nurul Ghufron Dinilai Sedang Menghambat Proses Hukum

Laporkan Albertina ke Dewas KPK, Nurul Ghufron Dinilai Sedang Menghambat Proses Hukum

Nasional
TKN Sebut Pemerintahan Prabowo Tetap Butuh Oposisi: Katanya PDI-P 'Happy' di Zaman SBY...

TKN Sebut Pemerintahan Prabowo Tetap Butuh Oposisi: Katanya PDI-P "Happy" di Zaman SBY...

Nasional
KPK Belum Terima Salinan Resmi Putusan Kasasi yang Menang Lawan Eltinus Omaleng

KPK Belum Terima Salinan Resmi Putusan Kasasi yang Menang Lawan Eltinus Omaleng

Nasional
'Groundbreaking' IKN Tahap Keenam: Al Azhar, Sekolah Bina Bangsa, dan Pusat Riset Standford

"Groundbreaking" IKN Tahap Keenam: Al Azhar, Sekolah Bina Bangsa, dan Pusat Riset Standford

Nasional
Karpet Merah Parpol Pengusung Anies untuk Prabowo...

Karpet Merah Parpol Pengusung Anies untuk Prabowo...

Nasional
Cinta Lama Gerindra-PKB yang Bersemi Kembali

Cinta Lama Gerindra-PKB yang Bersemi Kembali

Nasional
PKB Beri Sinyal Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin Dinilai Ingin Amankan Kursi Ketum

PKB Beri Sinyal Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin Dinilai Ingin Amankan Kursi Ketum

Nasional
Jokowi Teken Keppres, Tunjuk Bahlil Jadi Ketua Satgas Percepatan Swasembada Gula

Jokowi Teken Keppres, Tunjuk Bahlil Jadi Ketua Satgas Percepatan Swasembada Gula

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com