JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad mengatakan, dampak negatif Pemilu serentak 2019 mestinya menjadi pembelajaran dalam pelaksanaan pesta demokrasi di masa mendatang.
Demikian disampaikan Dasco merespons putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyatakan pilpres, pileg dan pemilihan anggota DPD tidak dapat dipisahkan satu sama lain.
"Kemarin (Pemilu 2019) adalah pembelajaran pahit ketika pemilu diadakan serentak, sehingga banyak impact-nya yang tidak kita inginkan," kata Dasco di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (27/2/2020).
Baca juga: MK Putuskan Pemilu Digelar Serentak, PKS: Beri Peluang DPR Buat Norma Baru
Apabila pelaksanaan pilpres dan pileg mendatang tetap dilaksanakan serentak, Dasco pun berharap pemerintah sebagai penyelenggara lebih cermat dan hati-hati supaya dampak negatif tidak terulang.
Dasco tidak ingin berbagai kasus yang terjadi pada Pemilu 2019 terulang kembali.
"Tentu dengan pengalaman-pengalaman kemarin menjadi warning bagi penyelenggara, pemerintah, agar lebih memaksimalkan kehati-hatian, kecermatan serta keakuratan dalam penyelenggaraan pemilu. Sehingga tidak terjadi lagi hal seperti kemarin," ujar dia.
Dasco menambahkan bahwa keputusan MK bersifat final dan mengikat. Apapun, eksekutif dan legislatif akan mematuhi putusan MK tersebut.
"Itu kan sudah keputusan MK. Keputusan MK tidak bisa kita ubah lagi dengan mengubah UU. Enggak bisa. Karena itu keputusan MK yang harus kita ikuti," kata Dasco.
Diberitakan, majelis hakim MK memutuskan bahwa pemilihan presiden dan wakil presiden, anggota DPR serta anggota DPD tidak bisa dipisahkan satu sama lain.
Baca juga: Demokrat: Dampak Negatif Pileg-Pilpres Serentak Harus Tetap Dievaluasi
Menurut majelis hakim MK, keserentakan pemilihan umum yang diatur pada UU Pemilu dan UU Pilkada dimaknai sebagai pemilihan umum untuk memilih anggota perwakilan rakyat di tingkat pusat, yaitu presiden dan wakil presiden, DPR, serta DPD.
Hal itu disampaikan majelis hakim saat sidang putusan uji materi tentang keserentakan pemilu yang diatur dalam Pasal 167 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dan Pasal 201 Ayat (7) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada yang dimohonkan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem).
"Pelaksanaan pemilihan umum yang konstitusional adalah tidak lagi dengan memisahkan penyelenggaraan pemilihan umum anggota legislatif dengan pemilihan umum presiden dan wakil presiden," kata Hakim Saldi Isra ketika membacakan putusan dalam persidangan yang digelar di Gedung MK, Jakarta Pusat, Rabu (26/2/2020).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.