Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Saksi Sebut Permintaan Dana Tambahan Kunker Imam Nahrawi Dibebankan di Anggaran Satlak Prima

Kompas.com - 27/02/2020, 13:31 WIB
Dylan Aprialdo Rachman,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Kepala Biro Keuangan dan Rumah Tangga Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) Bambang Tri Joko mengungkapkan, asisten pribadi Menpora Imam Nahrawi, Miftahul Ulum, kerap meminta dana tambahan untuk kepentingan kunjungan kerja Imam.

Padahal, kata Bambang, dana kunjungan kerja yang resmi sudah diatur berdasarkan Peraturan Kementerian Keuangan dan sudah ada dalam Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Kemenpora.

Hal itu diakui Bambang saat diperiksa sebagai saksi untuk Imam.

Baca juga: Saksi Sebut Staf Imam Nahrawi Tagih 20 Persen Anggaran Satlak Prima

Adapun Imam merupakan terdakwa kasus dugaan suap terkait pengurusan proposal dana hibah Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) dan gratifikasi dari sejumlah pihak.

"Saya dipanggil Pak Sesmen waktu itu, Pak Alfitra Salam. Itu sekitar tahun 2016, ada asprinya Pak Terdakwa (Imam), saudara Ulum menghadap Pak Sesmen. Pak Alfitra menyampaikan bahwa barusan saudara Ulum menghadap beliau dalam rangka keperluan kunjungan terdakwa, karena menurut yang saya tangkap dari keterangan Pak Alfitra adalah kurang. Sehingga minta tambahan," kata Bambang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (27/2/2020).

Baca juga: Saksi Ungkap Adanya Penyerahan Uang Rp 2 Miliar ke Aspri Imam Nahrawi

Menurut Bambang, Ulum biasanya menyampaikan ke Alfitra bahwa dana per kunjungan Imam Nahrawi berkisar antara Rp 50 juta sampai Rp 75 juta.

"Beliau (Alfitra) hanya menyampaikan begitu, terus saya tanya anggaran dari mana, Pak? Karena kami dari Biro Keuangan sudah menyiapkan perjalanan dinas yang masuk dalam DIPA yang resmi. Perjalanan dinas itu kan komponennya penginapan, kemudian uang harian, sampai tiket. Itu sudah diatur di Peraturan Menteri Keuangan," kata dia.

Menurut Bambang, permintaan Ulum melalui Alfitra itu merupakan dana tambahan di luar dukungan anggaran perjalanan resmi.

Baca juga: Jaksa Telusuri Tagihan Kartu Kredit Aspri Imam Nahrawi

Sehingga, lanjut Bambang, Alfitra menyebutkan bahwa dana tambahan itu akan dibebankan di anggaran Program Satuan Pelaksana Program Indonesia Emas (Satlak Prima) yang peruntukannya demi mencetak atlet-atlet.

"Pak Alfitra bilang ke saya, jadi begini Pak Karo ini kan permintaan Ulum, karena Pak Menteri setiap kunjungan kan butuh banyak keperluan, karena di daerah ada para pemuda dan insan olahraga yang ketemu beliau. Salah satu yang disampaikan adalah untuk menjamu. Itu yang disampaikan Ulum ke Pak Alfitra," kata dia.

"Pak Sesmen selaku KPA memutuskan itu akan dibebankan di anggaran Prima. Jadi kami ini di bawah beliau, saya hanya bertanya anggaran dari mana. Dan ternyata sudah diputuskan itu dari Prima," sambung Bambang.

Baca juga: Didakwa Terima Suap dan Gratifikasi, Ini Respons Imam Nahrawi

Hanya saja, Bambang tak tahu secara rinci berapa besaran setiap pengeluaran atau rincian total dari anggaran Satlak Prima yang sudah dicairkan demi kepentingan kunjungan Imam tersebut.

Sebelumnya, Imam didakwa menerima suap sebesar Rp 11,5 miliar dari mantan Sekretaris Jenderal Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Ending Fuad Hamidy dan mantan Bendahara KONI Johnny E Awuy.

Suap tersebut diterima Imam melalui asisten pribadinya, Miftahul Ulum.

Menurut jaksa, suap tersebut dimaksudkan agar Imam dan Ulum mempercepat proses persetujuan dan pencairan bantuan dana hibah yang diajukan KONI kepada Kemenpora RI tahun kegiatan 2018.

Baca juga: Gratifikasi Imam Nahrawi: Untuk Desain Rumah hingga Beli Tiket F1

Yakni, terkait proposal bantuan dana hibah dalam rangka pelaksanaan tugas pengawasan dan pendampingan program peningkatan prestasi pada Multi Eventh Asian Games 2018 dan Asian Para Games 2018.

Serta terkait proposal dukungan KONI dalam rangka pengawasan dan pendampingan seleksi calon atlet dan pelatih atlet berprestasi tahun 2018.

Imam Nahrawi juga disebut menerima gratifikasi dengan total sekitar Rp 8,648 miliar. Menurut jaksa, gratifikasi itu diterima Imam melalui Miftahul Ulum.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Obituari Tumbu Saraswati, Politikus Senior PDI-P Sekaligus Pendiri TPDI

Obituari Tumbu Saraswati, Politikus Senior PDI-P Sekaligus Pendiri TPDI

Nasional
Wakil Ketua KPK Bantah Serang Balik Dewas dengan Laporkan Albertina Ho

Wakil Ketua KPK Bantah Serang Balik Dewas dengan Laporkan Albertina Ho

Nasional
Nurul Ghufron Gugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta

Nurul Ghufron Gugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta

Nasional
JK Puji Prabowo Mau Rangkul Banyak Pihak, tapi Ingatkan Harus Ada Oposisi

JK Puji Prabowo Mau Rangkul Banyak Pihak, tapi Ingatkan Harus Ada Oposisi

Nasional
Mantan Anak Buah SYL Mengaku Dipecat Lantaran Tolak Bayar Kartu Kredit Pakai Dana Kementan

Mantan Anak Buah SYL Mengaku Dipecat Lantaran Tolak Bayar Kartu Kredit Pakai Dana Kementan

Nasional
Beri Selamat ke Prabowo-Gibran, JK: Kita Terima Kenyataan yang Ada

Beri Selamat ke Prabowo-Gibran, JK: Kita Terima Kenyataan yang Ada

Nasional
DPR Bakal Kaji Ulang Desain Pemilu Serentak karena Dianggap Tak Efisien

DPR Bakal Kaji Ulang Desain Pemilu Serentak karena Dianggap Tak Efisien

Nasional
Komisi II Sebut 'Presidential Threshold' Jadi Target Rencana Revisi UU Pemilu

Komisi II Sebut "Presidential Threshold" Jadi Target Rencana Revisi UU Pemilu

Nasional
Prabowo Nyanyi 'Pertemuan' di Depan Titiek Soeharto: Sudah Presiden Terpilih, Harus Tepuk Tangan walau Suara Jelek

Prabowo Nyanyi "Pertemuan" di Depan Titiek Soeharto: Sudah Presiden Terpilih, Harus Tepuk Tangan walau Suara Jelek

Nasional
Fraksi Golkar Bakal Dalami Usulan Hakim MK soal RUU Pemilu dan Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Fraksi Golkar Bakal Dalami Usulan Hakim MK soal RUU Pemilu dan Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Nasional
Politikus Senior PDI-P Tumbu Saraswati Meninggal Dunia, Penghormatan Terakhir di Sekolah Partai

Politikus Senior PDI-P Tumbu Saraswati Meninggal Dunia, Penghormatan Terakhir di Sekolah Partai

Nasional
Bubar Jalan dan Merapat ke Prabowo, Koalisi Perubahan Dinilai Hanya Jual Gimik Narasi Kritis

Bubar Jalan dan Merapat ke Prabowo, Koalisi Perubahan Dinilai Hanya Jual Gimik Narasi Kritis

Nasional
Ucapkan Selamat ke Prabowo-Gibran, PPP: Tak Ada Lagi Koalisi 01 dan 03

Ucapkan Selamat ke Prabowo-Gibran, PPP: Tak Ada Lagi Koalisi 01 dan 03

Nasional
CSIS: Pemilu 2024 Hasilkan Anggota DPR Muda Paling Minim Sepanjang Sejarah sejak 1999

CSIS: Pemilu 2024 Hasilkan Anggota DPR Muda Paling Minim Sepanjang Sejarah sejak 1999

Nasional
PPATK Koordinasi ke Kejagung Terkait Aliran Dana Harvey Moeis di Kasus Korupsi Timah

PPATK Koordinasi ke Kejagung Terkait Aliran Dana Harvey Moeis di Kasus Korupsi Timah

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com