Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

PPP Nilai Putusan MK Memperjelas Makna Keserentakan dalam Pemilu

Kompas.com - 27/02/2020, 13:15 WIB
Dylan Aprialdo Rachman,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Sekretaris Jenderal PPP Arsul Sani menilai Mahkamah Konstitusi (MK) telah belajar dari pertimbangan dalam putusannya terdahulu soal makna keserentakan dalam konteks pemilihan umum (Pemilu).

Hal itu disampaikan Arsul menanggapi putusan MK yang menyatakan pemilihan presiden dan wakil presiden, anggota DPR, dan anggota DPD tak bisa dipisahkan satu sama lain.

Keserentakan Pemilu yang diatur dalam UU Pemilu dan UU Pilkada dimaknai sebagai pemilihan umum untuk memilih anggota perwakilan rakyat di tingkat pusat, yaitu presiden dan wakil presiden, DPR, serta DPD.

"PPP melihat MK tampaknya telah belajar dari pertimbangan dalam putusannya terdahulu yang mengandung ketidakjelasan soal makna keserentakan yang dimaksud oleh MK," kata Arsul dalam keterangan tertulis, Kamis (27/2/2020).

Baca juga: MK Putuskan Pilpres dan Pileg Digabung, Bawaslu: Kami Akan Beri Masukan ke DPR

Arsul menilai putusan MK terbaru itu mulai memperjelas makna keserentakan yang dimaksud dengan cara menawarkan sejumlah opsi.

Dalam putusannya, MK telah memberikan 6 alternatif model yang bisa diterapkan sebagai mekanisme penyelenggaraan Pemilu serentak.

Menurut dia, hal itu bentuk kesadaran MK bahwa putusannya terdahulu tak merinci dengan jelas makna keserentakan tersebut.

Baca juga: Perludem Nilai Putusan MK Bukan Berarti Pemilu Harus 5 kotak Suara

Arsul melihat, hal itu yang sempat memicu masalah tersendiri pada Pemilu 2019. Yakni, banyaknya petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) yang jatuh sakit dan meninggal dunia.

Sementara itu, Sekretaris Fraksi PPP di DPR Achmad Baidowi menilai, putusan MK yang memberikan sejumlah alternatif model penyelenggaraan Pemilu serentak mengesankan sikap MK yang gamang.

"MK gamang untuk memutuskan perkara yang diajukan pemohon. Padahal MK tinggal menguji pasal apakah bertentangan atau tidak bertentangan dengan UUD 1945 bukan malah membuat norma baru yang variatif. Maka tidak salah jika ada anggapan bahwa putusan MK rasa pakar," kata Baidowi dalam keterangan tertulis, Kamis.

Baca juga: Kritik Putusan MK, Wasekjen PAN Sebut Pemilu Seharusnya Perhatikan Kondisi Sosial

Fraksi PPP, lanjut Baidowi, tentunya akan mendalami putusan ini sambil mencari formulasi Pemilu serentak yang terbaik.

"Fraksi PPP akan mendalami putusan MK tersebut sambil mencari formulasi pemilu serentak yang murah, efektif, efisien dengan semangat jujur, adil, transparan dan objektif," kata Baidowi.

Sebelumnya diberitakan, majelis hakim MK menyebutkan bahwa keserentakan pemilihan umum yang diatur di UU Pemilu dan UU Pilkada dimaknai sebagai pemilihan umum untuk memilih anggota perwakilan rakyat di tingkat pusat, yaitu presiden dan wakil presiden, DPR, serta DPD.

Artinya, ketiga pemilihan wakil rakyat itu tak bisa dipisahkan satu sama lain.

Baca juga: MK Putuskan Pemilu Tetap Serentak, Gerindra: Masih Terbuka Dibahas di DPR

Hal itu disampaikan majelis hakim saat sidang putusan uji materi tentang keserentakan pemilu yang diatur dalam Pasal 167 ayat (3) Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dan Pasal 201 ayat (7) UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada yang dimohonkan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem).

Majelis hakim MK menegaskan bahwa penggabungan penyelenggaraan pemilu presiden dan wakil presiden, DPR, serta DPD bertujuan untuk menguatkan sistem presidensiil di pemerintahan Indonesia.

Mahkamah juga berpendapat, penyelenggaraan pemilu melalui cara menyerentakkan pemilihan anggota DPR, DPD, dan DPRD dengan pemilu presiden dan wakil presiden masih terbuka.

Baca juga: MK Sarankan 6 Model Pelaksanaan Pemilu Serentak

Namun demikian, hal ini hanya dapat dilaksanakan sepanjang tak mengubah keserentakan pemilihan DPR, DPD, serta presiden dan wakil presiden.

Terkait perkara ini, MK menyarankan enam alternatif model pelaksaan Pemilu serentak.

Model pertama, pemilu serentak untuk memilih anggota DPR, DPD, presiden dan wakil presiden, dan pemilihan anggota DPRD.

Kedua, pemilu serentak untuk memilih anggota DPR, DPD, presiden dan wakil presiden, gubernur, bupati/walikota. Ketiga, pemilu serentak untuk memilih anggota DPR, DPD, presiden dan wakil presiden, anggota DPRD, gubernur, dan bupati/walikota.

Baca juga: MK Putuskan Pilpres dan Pileg Digabung, Bawaslu: Kita Kawal Pembahasan UU

Keempat, pemilu serentak nasional untuk memilih anggota DPR, DPD, presiden dan wakil presiden, dan beberapa waktu setelahnya dilakukan pemilihan umum serentak lokal untuk memilih anggota DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota, pemilihan gubernur, dan bupati/walikota.

Kelima, pemilu serentak nasional untuk memilih anggota DPR, DPD, presiden dan wakil presiden, dan beberapa waktu setelahnya dilaksanakan pemilu serentak provinsi untuk memilih anggota DPRD provinsi, gubernur, dan kemudian beberapa waktu setelahnya dilakukan pemilu serentak kabupaten/kota untuk memilih DPRD kabupaten/kota dan memilih bupati/walikota.

Terakhir, pilihan-pilihan lainnya sepanjang tetap menjaga sifat keserentakan pemilihan umum untuk memilih anggota DPR, DPD, dan presiden dan wakil presiden.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 22 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 22 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
TNI Tembak 2 Anggota OPM yang Serang Pos Prajurit di Paro Nduga, tapi Berhasil Melarikan Diri

TNI Tembak 2 Anggota OPM yang Serang Pos Prajurit di Paro Nduga, tapi Berhasil Melarikan Diri

Nasional
Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Nasional
Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Nasional
Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Nasional
Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited  Capai Rp 17,43 Miliar

Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited Capai Rp 17,43 Miliar

Nasional
KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

Nasional
Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Nasional
Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Nasional
Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Nasional
Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Nasional
KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

Nasional
Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Nasional
Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com