Mahkamah menilai bahwa mekanisme atau model pelaksanaan pemilu serentak hanya dapat ditentukan oleh pembentuk undang-undang.
Meski begitu, MK meminta supaya model pelaksanaan pemilu tidak terus-menerus diubah.
"Tidak acap kali mengubah model pemilihan langsung yang diselenggarakan serentak sehingga terbangun kepastian dan kemapanan pelaksanaan pemilu," kata Hakim Saldi Isra.
Menurut Saldi, MK hanya sebatas menyarankan model pemilu serentak membuat penegasan mengenai makna keserentakan yang diatur dalam Undang-undang Pemilu dan UU Pilkada.
Namun demikian, dalam menentukan model pelaksanaan pemilu, pembuat undang-undang diminta untuk mempertimbangkan sejumlah hal. Misalnya, melibatkan partisipasi masyarakat jika akan memilih model yang berimplikasi pada perubahan undang-undang.
Kemudian, jika model yang akan diterapkan membutuhkan revisi UU, maka revisi harus dilakukan seawal mungkin sehingga dapat dilakukan simulasi pelaksanaan pemilu model tersebut.
Baca juga: MK Minta Model Pelaksanaan Pemilu Tak Terus Menerus Diubah
Selain itu, MK juga meminta pembentuk undang-undang menentukan dengan cermat seluruh implikasi teknis atas pilihan model yang tersedia. Sehingga, diharapkan pelaksanaannya tetap dapat mewujudkan pemilihan umum yang berkualitas.
"Pilihan model selalu memperhitungkan kemudahan dan kesederhanaan bagi pemilih dalam pelaksanaan hak untuk memilih sebagai wujud hak kedaulatan rakyat," kata Saldi.
Mewakili pihak pemohon, Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Fadli Ramadhanil menilai, putusan MK terkait hal ini telah mengakhiri polemik pemisahan pemilu presiden dengan pemilu legislatif.
Pasalnya, dalam putusannya, MK telah menegaskan bahwa keserentakan pemilu yang konstitusional adalah yang menggabungkan pemilihan presiden dan wakil presiden, anggota DPR, serta DPD.
Sehingga, tertutup peluang untuk memisahkan pilpres dengan pileg.
"Satu hal prinsip yang sangat mendasar dan menurut saya ini menghentikan perdebatan juga, karena akhir-akhir ini kan mulai muncul perdebatan untuk kemudian memisahkan lagi pileg dengan dengan pilpres," kata Fadli usai sidang pembacaan putusan di Gedung MK.
Baca juga: Putusan MK soal Keserentakan Pemilu Akhiri Polemik Pemisahan Pilpres dan Pileg
"Dengan putusan ini, MK menegaskan bahwa pemilu yang konstitusional itu adalah pemilu yang menyerentakkan pemilu presiden, DPR, dan DPD. Itu tidak boleh digeser," lanjutnya.
Fadli mengatakan, pihaknya mengapresiasi putusan tersebut.
Menurut dia, putusan ini MK telah memberikan batasan yang sangat mendasar mengenai desain pemilu di indonesia.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini mengatakan, meski ditolak, putusan MK sebenarnya sepaham dengan permohonan yang diajukan pihaknya.
Baca juga: Gugatannya Ditolak MK, Perludem: Sesungguhnya 90 Persen Dikabulkan
Bedanya, Perludem meminta supaya MK secara tegas memisahkan antara pemilu nasional yang terdiri dari pemilihan presiden dan wakil presiden, anggota DPR, serta DPD, dengan pemilu lokal yang memilih anggota DPRD dan kepala daerah.
Sedangkan putusan MK menyerentakkan pemilihan presiden dan wakil presiden, anggota DPR, serta DPD. Di luar itu, MK menyerahkannya pada pembuat undang-undang.
"Tinggal kemudian pembuat undang-undang, DPR, tidak berpikir lagi untuk mundur ke belakang untuk memisahkan antara pemilu DPR dengan pemilu presiden karena pesan MK sudah tegas pemilu yang dibarengkan antara DPR, DPD, danpresiden," kata Titi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.