JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Majelis Hakim Fahzal Hendri menegur Endang, sopir mantan Direktur Keuangan PT Angkasa Pura (AP) II Andra Y Agussalam, di persidangan.
Teguran itu disampaikan karena Endang menyebutkan bahwa uang yang diterima dari teman dekat mantan Direktur Utama PT Industri Telekomunikasi Indonesia (INTI) Darman Mappangara, Andi Taswin Nur, untuk Andra merupakan urusan utang-piutang.
Padahal, saat proses penyidikan, Endang tidak pernah menyebutkan bahwa uang tersebut sebagai pelunasan utang dari Darman ke Andra.
Rabu ini, Endang diperiksa sebagai saksi untuk Andra, terdakwa kasus dugaan suap terkait pengadaan semi baggage handling system (BHS) di sejumlah bandara yang ada di bawah naungan PT AP II.
"Saudara di BAP tidak menyebut utang-piutang, sekarang muncul alasan itu. Saudara katakan bahwasanya itu adalah utang-piutang antara Darman dengan Andra. Itu dari mana saudara simpulkan itu adalah utang-piutang?" tanya hakim Fahzal kepada Endang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (26/2/2020).
Baca juga: Dirut AP II Mengaku Baru Tahu soal Pengadaan Semi BHS dengan PT INTI setelah OTT KPK
"Sebenarnya kesimpulan saya tahu utang-piutang itu dari Pak Andra itu. Waktu di mobil curhat gitu, Januari 2019," jawab Endang.
Endang mengaku, saat itu dia diperintah untuk bertanya ke Darman lantaran pembayaran utang sudah jatuh tempo, tetapi tak kunjung dibayar.
Mendengar jawaban Endang, hakim Fahzal heran dan mempertanyakan mengapa Endang tidak menyebutkan penerimaan uang itu sebagai utang-piutang saat diperiksa penyidik KPK.
Endang mengaku saat itu panik, sehingga berbicara apa adanya dan menerima begitu saja BAP yang sudah disusun. Endang mengaku sudah diperiksa penyidik sebanyak lima kali.
"Masak lupa kelimanya itu (menyampaikan ke penyidik penerimaan uang tersebut terkait utang-piutang). Ada enggak upaya saudara untuk koreksi itu. Lima kali BAP penyidik tidak ada upaya saudara mengubah, kan? Itu bukan per jam, per hari itu, lama itu," kata hakim Fahzal.
"Saudara bisa bilang dalam keadaan shock, tetapi kan kalau beberapa kali diperiksa ditanya juga di situ apakah ada keterangan saudara yang berubah, mesti itu yang ditanya penyidik. Kenapa saudara tidak ubah itu?" cecar hakim Fahzal lagi.
Baca juga: Terima Uang dari Eks Dirut PT Inti, Mantan Dirkeu AP II Bantah Terkait Pengadaan Semi BHS
Endang pun mengaku upaya untuk mengubah materi BAP tidak pernah terlintas di pikirannya.
"Nanti saudara saya konfrontir dengan itu (penyidik). Soalnya kalau keterangan itu walaupun sepotong itu menentukan nasib orang. Ngerti enggak? Saudara mau ngomong di warung kopi dengan di sini (pengadilan) beda. Ngerti enggak itu?" ujar hakim Fahzal.
"Iya," jawab Endang singkat.
Hakim Fahzal menegaskan bahwa setiap keterangan saksi sangat menentukan nasib terdakwa ke depannya. Fahzal pun mengingatkan, majelis hakim bisa saja memerintahkan penyidik KPK melalui jaksa KPK untuk membuka kasus baru atas dugaan keterangan palsu.
"Perkara ini extraordinary crime. Ngerti saudara? Penanganan harus istimewa. Saudara memberikan keterangan di sini tanpa suatu alasan yang sah, bahaya loh kedudukan saudara," ujar hakim Fahzal.
Hakim Fahzal pun kembali bertanya apakah Endang berstatus sebagai tersangka dalam perkara yang menjerat atasannya tersebut. Endang pun menjawab "tidak".
"Enggak? Untuk apa saudara membela orang mati-matian, tapi saudara juga masuk penjara akhirnya?" cecar hakim Fahzal.
"Saya tidak membela, cuma saya baru dengar," jawab Endang.
Hakim Fahzal kembali menegaskan bahwa nantinya majelis hakim akan memberikan penilaian atas adanya perbedaan keterangan tersebut.
"Perubahan yang saudara lakukan itu apa beralasan menurut hukum, nanti kami akan menilai. Kalau tidak, nanti terserah penyidik KPK," ujar dia.
Baca juga: Eks Dirkeu AP II Disebut Keberatan soal Usulan Pembatalan Pengadaan Semi BHS dengan PT INTI
Dalam perkara ini, Andra didakwa menerima suap sebesar 71.000 dollar Amerika Serikat (AS) dan 96.700 dollar Singapura dari mantan Direktur Utama PT Industri Telekomunikasi Indonesia (INTI) Darman Mappangara.
Menurut jaksa, suap tersebut diberikan Darman secara bertahap lewat Taswin Nur. Taswin sendiri sudah divonis bersalah oleh majelis hakim pada Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta.
Sementara Darman sudah dituntut 3 tahun penjara oleh jaksa KPK atas perbuatannya.
Menurut jaksa, suap tersebut dimaksudkan agar Andra selaku salah satu petinggi AP II mengupayakan PT INTI menjadi pelaksana pekerjaan dalam pengadaan dan pemasangan semi BHS di sejumlah bandara yang berada di wilayah cabang AP II.
Uang tersebut juga demi proses kontrak pekerjaan antara PT INTI dan PT APP, serta agar pembayaran dan penambahan uang muka cepat terlaksana.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.