Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kepercayaan Publik terhadap KPK Turun, ICW: Dampak Seleksi Pimpinan dan UU KPK Baru

Kompas.com - 25/02/2020, 11:09 WIB
Ardito Ramadhan,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai turunnya kepercayaan publik terhadap KPK berdasarkan sejumlah survei menunjukkan situasi pemberantasan korupsi semakin memburuk.

Peneliti ICW Kurnia Ramadhana mengatakan, situasi itu juga menggambarkan menipisnya harapan masyarakat Indonesia terhadap KPK.

"Tidak dapat dipungkiri situasi terkini KPK banyak mengalami perubahan. Hal itu dipicu setidaknya dua hal. Pertama, seleksi Pimpinan KPK yang buruk membuat pimpinan KPK terpilih sarat kontroversi," kata Kurnia dalam siaran pers, Selasa (25/2/2020).

Baca juga: Semua Pimpinan KPK dan Dewas Sudah Setor LHKPN

Kurnia menuturkan, ICW sudah mendapat temuan krusial selema proses seleksi pimpinan KPK pada 2019 lalu, di antaranya panitia seleksi yang mengabaikan aspek integritas dan rekam jejak para calon.

Akibatnya, kata Kurnia, pimpinan yang terpilih justru merupakan sosok-sosok yang mempunyai banyak catatan.

"Mulai dari diduga melanggar kode etik maupun rendahnya kepatuhan dalam pelaporan LHKPN. Belum lagi keterkaitan Pimpinan KPK dengan kasus korupsi yang saat itu tengah disidik KPK," ujar Kurnia.

Kurnia melanjutkan, revisi UU KPK juga turut andil membuat kepercayaan publik terhadap KPK turun. UU KPK yang baru pun dinilai telah terbukti melemahkan KPK.

ICW juga menyinggung sejumlah hal yang menurut mereka merupakan dampak buruk dari hasil seleksi pimpinan KPK dan revisi UU KPK, antara lain gagalnya KPK menggeledah Kantor PDI-P hingga aksi Ketua KPK Firli Bahuri memasak nasi goreng yang dinilai menjadi gimmick politik.

Kurnia menambahkan, menurunnya citra positif KPK dalam pandangan masyarakat itu tidak bisa dilepaskan dari rendahnya komitmen antikorupsi dari Presiden dan DPR.

"Sebab, baik proses pemilihan Pimpinan KPK dan pengesahan revisi UU KPK merupakan produk politik yang dihasilkan oleh Presiden bersama dengan DPR," kata Kurnia.

Oleh karena itu, ICW kembali mendesak Presiden Joko Widodo untum segera menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang terhadap UU KPK yang baru demi mengembalikan kredibilitas KPK.

Seperti diketahui, sejunlah lembaga survei mencatat tingkat kepercayaan publik pada KPK menurun drastis berdasarkan survei awal 2020.

Baca juga: Tingkat Kepuasan Publik ke KPK Nomor 4, Pimpinan: Baru 2 Bulan, Sangat Prematur

Alvara melaporkan KPK menempati posisi 5 (lima) lembaga negara yang dipercayai.

Sedangkan, surveu Indo Barometer menyebutkan tingkat kepercayaan publik terhadap KPK berada di nomor 4 (empat), kalah dari TNI dan Polri.

"Padahal pada tahun 2016-2018, berdasarkan survei nasional yang dilakukan tiga lembaga berbeda, yakni Polling Centre, CSIS dan Lembaga Survei Indonesia (LSI), tingkat kepercayaan publik terhadap KPK berada di peringkat pertama, bahkan mengalahkan kepercayaan publik terhadap Presiden," kata Kurnia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kasus yang Jerat Suami Sandra Dewi Timbulkan Kerugian Rp 271 Triliun, Bagaimana Hitungannya?

Kasus yang Jerat Suami Sandra Dewi Timbulkan Kerugian Rp 271 Triliun, Bagaimana Hitungannya?

Nasional
Menkes Minta Warga Tak Panik DBD Meningkat, Kapasitas RS Masih Cukup

Menkes Minta Warga Tak Panik DBD Meningkat, Kapasitas RS Masih Cukup

Nasional
Kursi Demokrat di DPR Turun, AHY: Situasi di Pemilu 2024 Tidak Mudah

Kursi Demokrat di DPR Turun, AHY: Situasi di Pemilu 2024 Tidak Mudah

Nasional
Serba-serbi Pembelaan Kubu Prabowo-Gibran dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK

Serba-serbi Pembelaan Kubu Prabowo-Gibran dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK

Nasional
Kecerdasan Buatan Jadi Teman dan Musuh bagi Industri Media

Kecerdasan Buatan Jadi Teman dan Musuh bagi Industri Media

Nasional
Saat Sengketa Pilpres di MK Jadi Panggung bagi Anak Yusril, Otto, Maqdir, dan Henry Yoso...

Saat Sengketa Pilpres di MK Jadi Panggung bagi Anak Yusril, Otto, Maqdir, dan Henry Yoso...

Nasional
Pemerintah Kembali Banding di WTO, Jokowi: Saya Yakin Kita Mungkin Kalah Lagi, tapi...

Pemerintah Kembali Banding di WTO, Jokowi: Saya Yakin Kita Mungkin Kalah Lagi, tapi...

Nasional
Menteri ESDM Pastikan Divestasi Saham PT Freeport Akan Sepaket dengan Perpanjangan Kontrak Hingga 2061

Menteri ESDM Pastikan Divestasi Saham PT Freeport Akan Sepaket dengan Perpanjangan Kontrak Hingga 2061

Nasional
Kata Bahlil Usai Terseret dalam Sidang MK Imbas Dampingi Gibran Kampanye di Papua

Kata Bahlil Usai Terseret dalam Sidang MK Imbas Dampingi Gibran Kampanye di Papua

Nasional
[POPULER NASIONAL] Gugatan Anies dan Ganjar Tak Mustahil Dikabulkan | Harvey Moeis Tersangka Korupsi

[POPULER NASIONAL] Gugatan Anies dan Ganjar Tak Mustahil Dikabulkan | Harvey Moeis Tersangka Korupsi

Nasional
Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar

Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar

Nasional
Soal Perpanjangan Kontrak Shin Tae-yong, Menpora: Prinsipnya Kami Ikuti PSSI

Soal Perpanjangan Kontrak Shin Tae-yong, Menpora: Prinsipnya Kami Ikuti PSSI

Nasional
Soal Potensi Jadi Ketum Golkar, Bahlil: Belum, Kita Lihat Saja Prosesnya

Soal Potensi Jadi Ketum Golkar, Bahlil: Belum, Kita Lihat Saja Prosesnya

Nasional
Tanggal 31 Maret Memperingati Hari Apa?

Tanggal 31 Maret Memperingati Hari Apa?

Nasional
Bawaslu Akui Tak Proses Laporan Pelanggaran Jokowi Bagikan Bansos dan Umpatan Prabowo

Bawaslu Akui Tak Proses Laporan Pelanggaran Jokowi Bagikan Bansos dan Umpatan Prabowo

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com