JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Presiden Ma'ruf Amin menyoroti sumber pembiayaan penelitian dan pengembangan di Indonesia.
Menurut Wapres Ma'ruf Amin, negara masih menjadi sumber terbesar pembiayaan penelitian dan pengembangan.
"Di Indonesia, alokasi terbesar (penelitian dan pengembangan) didominasi pembiayaannya oleh pemerintah. Sedangkan di negara ASEAN, didominasi oleh industri," ujar Ma'ruf saat membuka Rapat Kerja BPPT di Kantor BPPT, Jakarta Pusat, Senin (24/2/2020).
Baca juga: Jokowi Bertemu Presiden Singapura Bahas Kerja Sama Pendidikan dan Penelitian
Wapres Ma'ruf Amin mengutip penelitian dari Global lnnovation Index (GII).
GII menunjukkan, pada tahun 2018, pemerintah Indonesia mengalokasikan anggaran sebesar Rp 27 triliun untuk penelitian dan pengembangan.
Jumlah itu lebih besar dibanding Filipina yang hanya mengalokasikan anggaran sekitar Rp 12 triliun dan Vietnam yang hanya Rp 24 triliun.
Selain itu, jumlah peneliti di Indonesia juga hanya 89 orang per satu juta penduduk.
Jumlah tersebut lebih rendah dibandingkan Vietnam yang jumlah penelitinya 673 per satu juta penduduk.
"Laporan GII tahun 2019 ini juga menunjukkan bahwa Indonesia berada di peringkat 85 dari 129 negara di dunia dan peringkat kedua terendah di di ASEAN (dalam hal riset dan inovasi)," lanjut Ma'ruf.
Baca juga: Indeks Penelitian Indonesia Rendah, Anggota Komisi VII DPR Sarankan Penelitian 4.0
Sementara itu, Menteri Riset Teknologi dan Perguruan Tinggi (Menristekdikti) Bambang Brodjonegoro mengatakan, saat ini Indonesia sedang menghadapi kondisi yang sangat berat karena Global Competitiveness Index menurun dari peringkat 45 ke 50.
"Penyebabnya adalah unsur innovation capability. Dari 141 negara yang dirangking, Indonesia untuk innovation capability hanya menduduki urutan ke-74. Inilah yang membuat ranking kita dalam GCI bukannya meningkat, malah menurun," terang dia.
Di antara negara ASEAN 5, yakni Malaysia, Thailand, Singapura dan Filipina, Indonesia berada di urutan paling rendah.
Selain itu, sumber dana riset atau penelitian Indonesia juga hanya 0,25 persen dari Gross Domestic Product (GDP), jauh jika dibandingkan dengan negara-negara maju lainnya di dunia.
"0,25 persen ini belum puncak masalahnya. Puncaknya adalah dengan anggaran tadi, 80 persennya datang dari dari pemerintah, hanya 20 persen yang dari swasta. Jadi artinya yang tertarik, yang sibuk melakukan riset itu pemerintah. Ini yang membuat riset tidak akan maju, karena riset tidak didorong oleh suatu kebutuhan yang real," kata dia.
Baca juga: Terobosan Besar, Riset Temukan Mesin Kesadaran di Dalam Otak Monyet
Kondisi ini berbeda dengan negara lain. Misalnya Korea Selatan, Jepang, atau Thailand yang risetnya didominasi swasta.
Alokasi dana riset 70-80 persen di antaranya berasal dari swasta dan pemerintah hanya 20 persen saja. Hal tersebut karena pihak swastalah yang lebih tahu kebutuhan pasar untuk melakukan riset dan inovasi.
"Kalau pemerintah yang sibuk, maka ujung-ujungnya adalah penyerapan anggaran yang tidak berujung pangkal, yang tidak jelas apa fokus risetnya," pungkas dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.