Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

[POPULER DI KOMPASIANA] RUU Sapu Jagat Cipta Kerja | Sejarah Trem di Surabaya

Kompas.com - 22/02/2020, 15:06 WIB
Harry Rhamdhani,
Amir Sodikin

Tim Redaksi

KOMPASIANA - Dalam perumusan perundang-undangan sapu jagat atau omnibus law Cipta Kerja terus menjadi sorotan publik, khususnya para buruh. Dalam draft yang sudah disusun bukan hanya belum sepenuhnya mengakomodasi suara buruh, namun juga dianggap merugikan.

Sebagai contoh, dalam draf RUU Cipta Kerja penghitungan upah berdasarkan satuan kerja dan satuan waktu.

Hal tersebut tentu bertolak belakang dengan Undang-Undang (UU) Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Dalam UU Ketenagakerjaan, upah dihitung berdasarkan kebutuhan hidup layak.

Meski belum final, saat ini pemerintah berupaya mengomunikasikan dengan baik isi RUU Cipta Kerja kepada seluruh pekerja.

Selain polemik draft RUU Cipta Kerja, masih ada artikel-artikel menarik lainnya di Kompasiana seperti mengenal Orudia, tempat musyawarah suku bangsa Yokari, Jayapura, hingga sejarah trem di Kota Surabaya.

Berikut 5 artikel menarik dan terpopuler di Kompasiana dalam sepekan:

1. Tantangan RUU Cipta Kerja

Sepertinya, menurut Kompasianer Idham Indraputra, Indonesia bermaksud mengadopsi omnibus law sebagai salah satu jalan keluar dari banyaknya peraturan yang menghambat masuknya investasi.

Jadi, dengan segala polemik dan pertentangan yang terjadi belakangan ini adalah suatu kewajaran.

Penyerahan rancangan regulasi, lanjutnya, tentu telah menandai bergulirnya dialetika dalam merumuskan manfaat dan kebaikan omnibus law menjadi undang-undang, mengingat rancangan regulasinya mengatur dan mencakup berbagai jenis materi muatan yang berbeda-beda.

"Adapun tantangan yang harus dihadapi dalam menyikapi usulan perubahan modernisasi hukum, khususnya perubahan hukum ketenagakerjaan dalam kaitannya dengan kemudahan berusaha dan berinventasi," tulis Kompasianer Idham Indraputra. (Baca selengkapnya)

2. Salah Tik dan Akuntabilitas Pejabat Publik

Ketika sedang berpolemik tentang isi draft RUU Cipta Kerja, ada yang tidak kalah penting: ada salah ketik dalam dalam draf Omnibus Law Rancangan Undang-undang (RUU) Cipta Kerja yang diajukan persetujuannya ke DPR.

Kekeliruan ketik dalam naskah resmi juga pernah terjadi dalam draf Revisi UU Nomor 30/2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi. Hal tersebut baru diketahui setelah pengesahannya oleh Sidang Paripurna DPR tanggal 17 September 2019.

"Jika birokrasi yang rumit itu telah ditempuh sedemikian rupa, maka mustahil sebuah naskah atau surat resmi bisa salah ketik," tulis Kompasianer Budi Susilo. (Baca selengkapnya)

3. Tolong, "Skullbreaker Challenge" Jangan Sampai Masuk ke Indonesia!

Tidak selama yang sedang tren itu menghasilkan sesuatu yang positif. Kali ini, di Indonesia, dihebohkan dengan Skullbreaker Challenge.

Dari video yang beredar, Skullbreaker Challenge itu seperti tantangan untuk bisa melompat di antara hadangan kaki dengan cara menendangnya.

Terlihat ada tiga orang berbaris sejajar, orang yang di tengah diperintah melompat, dan kedua teman di sampingnya akan menjegal/menendang kaki orang yang melompat.

"Kehadiran tren Skullbreaker Challenge yang viral dari aplikasi TikTok ini mesti jadi peringatan dini kepada seluruh sekolah, orangtua, serta masyarakat di Indonesia," tegas Kompasianer Ozy V Alandika. (Baca selengkapnya)

4. Mengenal "Orudia", Wadah Musyawarah Suku Bangsa Yokari, Kabupaten Jayapura

Ada yang sudah tahu budaya orudia? Itu merupakan suatu bentuk materi budaya warisan leluhur yang oleh masyarakat suku bangsa Yokari, Kabupaten Jayapura masih tetap dipertahankan keberadaannya.

Orudia (batu lingkar adat) adalah sejumlah bongkahan batu yang ditata membentuk sebuah lingkaran di bagian tengahnya terdapat perapian.

Berdasarkan kunjungan yang dilakukan Kompasianer Erlin Novitaidje, orudia merupakan tempat duduk di mana masyarakat suku bangsa Yokari melakukan pertemuan atau sebagai wadah musyawarah guna membahas masalah-masalah adat mencakup berbagai aspek kehidupan. (Baca selengkapnya)

5. Surabaya Pernah Dikelilingi 49,4 Km Rel Trem, Kini Tak Tersisa

Sistem transportasi publik Surabaya sebenarnya sudah dirancang ideal lebih dari seabad silam. Ketika penduduk kota tersebut masih kisaran 150.000 jiwa, pada awal abad 19 sudah diitari rel trem sepanjang 32 kilometer.

Rel menjulur ke sana ke mari langsung menyusuri depan pintu-pintu gudang di sepanjang Sungai Kalimas, tembus di loading dock pabrik-pabrik kawasan Industri Ngagel, hingga kilang minyak besar di kawasan Jagir, Wonokromo.

Di depan tiga stasiun kereta api antarkota di Surabaya selalu dilengkapi halte trem. yaitu Stasiun Pasar Turi, Stasiun Gubeng, dan Stasiun Surabaya Kota.

"Panjang rel trem terus bertambah hingga 49,4 kilometer pada 1924, hingga tembus Krian, Sidoarjo. Sayang, sekarang tidak ada satupun yang tersisa," tulis Kompasianer Kuncarsono Prasetyo. (Baca selengkapnya)

 
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Politikus PPP Sebut Ada Kemungkinan Parpolnya Gabung Koalisi Prabowo-Gibran

Politikus PPP Sebut Ada Kemungkinan Parpolnya Gabung Koalisi Prabowo-Gibran

Nasional
Ini Status Perkawinan Prabowo dan Titiek Soeharto

Ini Status Perkawinan Prabowo dan Titiek Soeharto

Nasional
Bersikukuh Rampas Aset Rafael Alun, Jaksa KPK Ajukan Kasasi ke Mahkamah Agung

Bersikukuh Rampas Aset Rafael Alun, Jaksa KPK Ajukan Kasasi ke Mahkamah Agung

Nasional
Pengamat Sebut Kemungkinan Prabowo Gandeng PDI-P Masih Terbuka, Ganjalannya Hanya Jokowi

Pengamat Sebut Kemungkinan Prabowo Gandeng PDI-P Masih Terbuka, Ganjalannya Hanya Jokowi

Nasional
Obituari Tumbu Saraswati, Politikus Senior PDI-P Sekaligus Pendiri TPDI

Obituari Tumbu Saraswati, Politikus Senior PDI-P Sekaligus Pendiri TPDI

Nasional
Wakil Ketua KPK Bantah Serang Balik Dewas dengan Laporkan Albertina Ho

Wakil Ketua KPK Bantah Serang Balik Dewas dengan Laporkan Albertina Ho

Nasional
Nurul Ghufron Gugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta

Nurul Ghufron Gugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta

Nasional
JK Puji Prabowo Mau Rangkul Banyak Pihak, tapi Ingatkan Harus Ada Oposisi

JK Puji Prabowo Mau Rangkul Banyak Pihak, tapi Ingatkan Harus Ada Oposisi

Nasional
Mantan Anak Buah SYL Mengaku Dipecat Lantaran Tolak Bayar Kartu Kredit Pakai Dana Kementan

Mantan Anak Buah SYL Mengaku Dipecat Lantaran Tolak Bayar Kartu Kredit Pakai Dana Kementan

Nasional
Beri Selamat ke Prabowo-Gibran, JK: Kita Terima Kenyataan yang Ada

Beri Selamat ke Prabowo-Gibran, JK: Kita Terima Kenyataan yang Ada

Nasional
DPR Bakal Kaji Ulang Desain Pemilu Serentak karena Dianggap Tak Efisien

DPR Bakal Kaji Ulang Desain Pemilu Serentak karena Dianggap Tak Efisien

Nasional
Komisi II Sebut 'Presidential Threshold' Jadi Target Rencana Revisi UU Pemilu

Komisi II Sebut "Presidential Threshold" Jadi Target Rencana Revisi UU Pemilu

Nasional
Nyanyi 'Pertemuan' di Depan Titiek Soeharto, Prabowo: Sudah Presiden Terpilih, Harus Tepuk Tangan walau Suara Jelek

Nyanyi "Pertemuan" di Depan Titiek Soeharto, Prabowo: Sudah Presiden Terpilih, Harus Tepuk Tangan walau Suara Jelek

Nasional
Fraksi Golkar Bakal Dalami Usulan Hakim MK soal RUU Pemilu dan Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Fraksi Golkar Bakal Dalami Usulan Hakim MK soal RUU Pemilu dan Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Nasional
Politikus Senior PDI-P Tumbu Saraswati Meninggal Dunia, Penghormatan Terakhir di Sekolah Partai

Politikus Senior PDI-P Tumbu Saraswati Meninggal Dunia, Penghormatan Terakhir di Sekolah Partai

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com