JAKARTA, KOMPAS.com - Komnas Perempuan mempertanyakan urgensi pengusulan Rancangan Undang-Undang Ketahanan Keluarga oleh DPR.
Komisioner Komnas Perempuan Bahrul Fuad menilai, tak ada hal-hal baru yang substansif yang diatur dalam RUU Ketahanan Keluarga.
"Untuk apa (RUU Ketahanan Keluarga) dibuat? Kan gitu. Bingung juga, ngapain harus berpikir soal itu? Padahal ini sudah ada spiritnya di UU lain," kata Bahrul saat dihubungi Kompas.com, Jumat (21/2/2020).
Menurut Bahrul, aturan yang tertuang dalam RUU Ketahanan Keluarga pada dasarnya sudah diatur dalam sejumlah UU lain.
Baca juga: Jawaban Pengusul RUU Ketahanan Keluarga atas Kritik dan Kontroversi
Ia mencontohkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT).
"Sebenarnya kan RUU Ketahanan Keluarga ini sudah ada diatur dalam UU yang sudah ada secara substansi kebanyakan. Misal kita lihat di UU Nomor 1/1974 itu sudah diatur relasi dalam keluarga khususnya suami dan istri. Kemudian di Kompilasi Hukum Islam itu juga sudah ada. Kemudian di UU KDRT juga ada sudah diatur," tuturnya.
Malah, ia menilai RUU Ketahanan Keluarga terkesan mengembalikan perempuan ke dalam ranah domestik.
Menurut Bahrul, RUU Ketahanan Keluarga cenderung menggunakan perspektif patriarki.
"RUU Ketahanan Keluarga ini spiritnya patriarki. Jadi menarik lagi perempuan ke ranah kerja-kerja domestik. Kalau orang Jawa itu, istilahnya sumur, dapur, kasur," kata Bahrul.
Baca juga: Komnas Perempuan Kritik RUU Ketahanan Keluarga, Berspirit Patriarki
Selain itu, Bahrul mengatakan, RUU Ketahanan Keluarga bertentangan dengan visi pemerintah yang ingin menciptakan sumber daya manusia unggul.
Menurut Bahrul, penciptaan SDM unggul artinya memberikan kesempatan yang sama kepada seluruh masyarakat.
"Ini juga bertentangan dengan spirit kita bersama membangun sumber daya manusia yang unggul, yang jadi visi pemerintah," ucap Bahrul.
"Visi SDM unggul itu memberikan kesempatan kepada semua masyarakat, khususnya perempuan untuk bisa beraktivitas, mengembangkan potensi untuk sama-sama membangun negeri," tuturnya.
Oleh karena itu, menurut Bahrul, semestinya DPR cepat menyelesaikan RUU Penghapusan Kekeran Seksual.
Baca juga: RUU Ketahanan Keluarga Dinilai Diskriminatif Terkait Peran Suami dan Istri
Bahrul mengatakan, selain bertentangan dengan visi pemerintah sendiri, RUU Ketahanan Keluarga juga terlalu mengatur ranah pribadi warga negara.
Dia menyatakan, pemerintah dan DPR seharusnya mengatur hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan atau pelayanan publik, seperti perlindungan perempuan dan akses perempuan terhadap kesehatan.
"Justru RUU PKS menjadi prioritas. Karena itu mendorong peran perempuan dalam kerja-kerja publik dan perlindungan hak-hak perempuan di RUU PKS. Ketika kita bisa melindungi hak perempuan dengan baik, mereka bisa berpartisipasi di dalam masyarakat," kata Bahrul.
Baca juga: Wakil Ketua MPR: RUU Ketahanan Keluarga Abaikan HAM
RUU Ketahanan Keluarga merupakan usul DPR dan masuk dalam Program Legislasi Nasional atau Prolegnas Prioritas 2020.
Sejumlah pasal kontroversial dalam RUU Ketahanan Keluarga di antaranya soal wajib lapor penyimpangan seksual, yang didefinisikan sebagai pelaku LGBT, sadisme, masokisme, dan incest.
Selain itu, juga diatur mengenai kewajiban suami dan istri dalam rumah tangga.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.