JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua MPR RI dari Fraksi Partai Nasdem Lestari Moerdijat menilai Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Ketahanan Keluarga tak perlu diproses.
Menurut dia, RUU tersebut terlalu mengintervensi keluarga.
"RUU Ketahanan Keluarga semestinya tidak tendensius, RUU itu mengabaikan HAM sekaligus melegitimasi posisi perempuan sebagai tiyang wingking (subkoordinat)," kata Lestari Mordijat atau Rerie di Jakarta, Kamis (20/2/2019), dikutip Antara.
Ririe mengatakan, perempuan bukan obyek yang harus selalu diatur dan mengurus pekerjaan rumah.
Baca juga: Anggota Fraksi Golkar Tarik Diri dari Pengusul RUU Ketahanan Keluarga
Lebih jauh Rerie menjelaskan entitas keluarga tidak perlu diintervensi negara. Sehingga urusan internal keluarga, pola asuh anak dan peran anggota keluarga bukan wewenang pemerintah.
Ririe menuturkan, dalam draf RUU itu, pemerintah campur tangan dalam urusan internal keluarga seperti yang tercantum dalam Pasal 77 (1).
Pasal tersebut berbunyi, "Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah memfasilitasi keluarga yang mengalami krisis keluarga karena tuntutan pekerjaan".
Rerie menilai masih banyak persoalan bangsa dan negara yang lebih mendesak untuk diatur. Sementara persoalan keluarga bersifat privat dan tidak perlu diatur negara.
Sebelumnya, lima anggota DPR mengusulkan RUU Ketahanan Keluarga yaitu Ledia Hanifa dan Netty Prasetiyani (F-PKS), Ali Taher (F-PAN), Sodik Mudjahid (Fraksi Gerindra), dan Endang Maria Astuti (Fraksi Partai Golkar).
Ali Taher mengatakan usulannya terkait RUU tersebut disebabkan tingginya tingkat persoalan disharmonisasi keluarga di Indonesia.
Menurut Ali diperlukan UU agar persoalan ketahanan keluarga bisa menjadi alternatif pemecahan berbagai persoalan sosial yang dihadapi dalam lingkup keluarga.
Baca juga: RUU Ketahanan Keluarga Dinilai Tak Boleh Urusi Persoalan Rumah Tangga
"Fakta sosial kita menunjukkan betapa rapuhnya kondisi obyektif saat ini dalam dunia perkawinan. Tingkat perceraian rata-rata di tingkat kabupaten/kota tidak kurang dari 150-300 per bulan," kata Ali Taher di Jakarta, Kamis.
Dia mengatakan akibat perceraian tersebut menimbulkan persoalan pada hak asuh dan masa depan anak sehingga hal tersebut memerlukan perhatian.
Ali Taher menjelaskan penyebab utama keretakan rumah tangga tersebut adalah persoalan ekonomi seperti banyak pengangguran dan pemutusan hubungan kerja (PHK) sehingga berakibat akumulatif terhadap persoalan ekonomi keluarga.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.