Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

LBH Pers Soroti Pasal Karet di RUU Cipta Kerja yang Berpotensi Ancam Kebebasan Pers

Kompas.com - 20/02/2020, 16:34 WIB
Dian Erika Nugraheny,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers Mona Ervita mengkritik adanya aturan dalam draf omnibus law RUU Cipta Kerja yang berpotensi menjadi pasal karet.

Menurut Mona, aturan yang tercantum pada pasal 87 draf RUU Cipta Kerja ini mengharuskan perusahaan pers mendaftarkan dirinya menjadi perusahaan pers yang berbadan hukum.

"Kami melihat bahwa banyak sekali media yang belum berbadan hukum. Seperti media komunitas, start-up media, media mahasiswa. Media-media ini nilai independensinya tajam sekali dibandingkan dengan media besar," ujar Mona dalam konferensi pers di Kantor WALHI, Jakarta Pusat, Kamis (20/2/2020).

Baca juga: RUU Cipta Kerja Atur Pers, IJTI Khawatir Pemerintah Berlaku Otoriter

Akibatnya, media-media tersebut berpotensi terkena pasal karet ketika memberitakan hal yang tidak sejalan dengan pemerintah.

"Misalnya pers mahasiswa atau start up media, atau media komunitas, yang memberitakan sesuatu disebut ilegal, atau tidak berbadan hukum. Jadi jika ada sengketa pers itu yang dinilai bukan tulisan atau kode etiknya melainkan legalitasnya dulu, " jelas Mona.

Ia juga menilai kondisi seperti itu nantinya akan berpotensi merugikan media lebih jauh.

"Bisa melenceng ke pasal soal pemberitaan bohong, berita tidak pasti dan sebagainya, " lanjut dia.

Baca juga: Omnibus Law RUU Cipta Kerja Seret Dua Pasal Tentang Pers, AJI: Lawan!

Selain itu Mona juga mengkritik adanya aturan yang memperberat sanksi pidana bagi perusahaan pers.

Sanksi ini bisa diberlakukan jika perusahaan pers memberitakan atau memuat opini yang bertentangan dengan norma kesusilaan, moral dan agama serta menolak hak jawab.

Sanksi denda sebesar Rp 2 miliar menurutnya akan sangat membebani perusahaan pers di daerah.

"Kalau misalnya perusahaan pers di daerah. Untuk 50 juta saja syukur-syukur bisa menggaji wartawannya, ini dikenai pidana denda Rp 2 miliar. Apakah ini merupakan bentuk pemiskinan perusahaan pers yang melanggar? (tidak sesuai dengan pemerintah), " tambah Mona.

Baca juga: Insan Pers Tolak Pemerintah Ikut Campuri Dunia Pers Lewat Omnibus Law

Berdasarkan penelusuran Kompas.com atas draf omnibus law RUU Cipta Kerja yang resmi diserahkan pemerintah kepada DPR, dua aturan itu merupakan perubahan atas pasal 18 ayat (3) dan pasal 18 ayat (2) UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.

Aturan pada UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers menyebutkan ketentuan pidana bagi perusaan pers yang tidak mengumumkan data perusahaan dan tidak berbadan hukum tercantum pada pasal 18 ayat (3).

Aturan itu berbunyi, perusahaan pers yang melanggar ketentuan Pasal 9 ayat (2) dan Pasal 12 dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (Seratus juta rupiah).

Baca juga: Serikat Pekerja Media Pertanyakan UU Pers Kena Dampak Omnibus Law RUU Cipta Kerja

Sedangkan dalam draf RUU Cipta Kerja, aturan itu diganti menjadi, perusahaan pers yang melanggar ketentuan pasal 9 ayat (2) dan pasal 12 dikenai sanksi administratif.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Bea Cukai dan Ditresnarkoba Polda Metro Jaya Gagalkan Peredaran Serbuk MDMA dan Kokain Cair

Bea Cukai dan Ditresnarkoba Polda Metro Jaya Gagalkan Peredaran Serbuk MDMA dan Kokain Cair

Nasional
TNI Kirim Payung Udara, Bisa Angkut 14 Ton Bantuan untuk Warga Gaza Via Udara

TNI Kirim Payung Udara, Bisa Angkut 14 Ton Bantuan untuk Warga Gaza Via Udara

Nasional
Tersangka Kasus Korupsi Timah Diyakini Bisa Bertambah 2-3 Kali Lipat jika Diusut Lewat TPPU

Tersangka Kasus Korupsi Timah Diyakini Bisa Bertambah 2-3 Kali Lipat jika Diusut Lewat TPPU

Nasional
Pakar Hukum Duga Ada 'Orang Kuat' Lindungi Kasus Korupsi Timah yang Jerat Harvey Moeis

Pakar Hukum Duga Ada "Orang Kuat" Lindungi Kasus Korupsi Timah yang Jerat Harvey Moeis

Nasional
Gerindra: Prabowo Tidak Cuma Janji Kata-kata, Dia 'The New Soekarno'

Gerindra: Prabowo Tidak Cuma Janji Kata-kata, Dia "The New Soekarno"

Nasional
TNI Kirim 900 Payung Udara untuk Salurkan Bantuan ke Warga Palestina

TNI Kirim 900 Payung Udara untuk Salurkan Bantuan ke Warga Palestina

Nasional
Terseretnya Nama Jokowi dalam Pusaran Sengketa Pilpres 2024 di MK...

Terseretnya Nama Jokowi dalam Pusaran Sengketa Pilpres 2024 di MK...

Nasional
Serangan Balik KPU dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK...

Serangan Balik KPU dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK...

Nasional
Soal Flu Singapura, Menkes: Ada Varian Baru Tapi Tidak Mematikan Seperti Flu Burung

Soal Flu Singapura, Menkes: Ada Varian Baru Tapi Tidak Mematikan Seperti Flu Burung

Nasional
Kasus yang Jerat Suami Sandra Dewi Timbulkan Kerugian Rp 271 Triliun, Bagaimana Hitungannya?

Kasus yang Jerat Suami Sandra Dewi Timbulkan Kerugian Rp 271 Triliun, Bagaimana Hitungannya?

Nasional
Menkes Minta Warga Tak Panik DBD Meningkat, Kapasitas RS Masih Cukup

Menkes Minta Warga Tak Panik DBD Meningkat, Kapasitas RS Masih Cukup

Nasional
Kursi Demokrat di DPR Turun, AHY: Situasi di Pemilu 2024 Tidak Mudah

Kursi Demokrat di DPR Turun, AHY: Situasi di Pemilu 2024 Tidak Mudah

Nasional
Serba-serbi Pembelaan Kubu Prabowo-Gibran dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK

Serba-serbi Pembelaan Kubu Prabowo-Gibran dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK

Nasional
Kecerdasan Buatan Jadi Teman dan Musuh bagi Industri Media

Kecerdasan Buatan Jadi Teman dan Musuh bagi Industri Media

Nasional
Saat Sengketa Pilpres di MK Jadi Panggung bagi Anak Yusril, Otto, Maqdir, dan Henry Yoso...

Saat Sengketa Pilpres di MK Jadi Panggung bagi Anak Yusril, Otto, Maqdir, dan Henry Yoso...

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com