Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kata Jokowi soal Presiden Bisa Ubah UU Lewat PP: Enggak Mungkin!

Kompas.com - 20/02/2020, 11:46 WIB
Rakhmat Nur Hakim,
Fabian Januarius Kuwado

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo menegaskan, tidak mungkin sebuah peraturan pemerintah (PP) dapat membatalkan atau mengubah undang-undang (UU).

"Ya enggak mungkin," ujar Presiden Jokowi saat dijumpai di Hotel Ritz Carlton Pacific Place, Jakarta, Kamis (20/2/2020).

Pernyataan Presiden Jokowi tersebut merujuk pada Pasal 170 draf Omnibus Law Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja yang menyatakan seorang kepala negara dapat membatalkan UU melalui PP.

Baca juga: Gaduh Pasal 170 dalam Omnibus Law RUU Cipta Kerja, Benarkah Salah Ketik?

Pasal tersebut belakangan menuai kontroversi di kalangan pengamat hukum.

Presiden Jokowi meminta masyarakat tidak khawatir terlalu berlebihan dengan Omnibus Law Cipta Kerja. Sebab, saat ini masih berupa draf.

"Ini belum undang-undang loh ya. Baru rancangan undang-undang," ujar Presiden Jokowi.

Ia pun memastikan proses pembahasan Omnibus Law Cipta Kerja yang berlangsung di wakil rakyat saat ini terbuka akan masukan publik.

Baca juga: Wakil Ketua DPR Beri Kesempatan Pemerintah Perbaiki Keliru Ketik Omnibus Law RUU Cipta Kerja

"Intinya pemerintah membuka masukan seluas-luasnya. DPR juga membuka masukan seluas-luasnya. Lewat dengar pendapat," ujar Presiden Jokowi.

"Baik asosiasi, baik serikat (pekerja), baik masyarakat sipil, dapat memberi masukan kepada pemerintah, kementerian dan kepada DPR," lanjut mantan Gubernur DKI Jakarta itu.

Kontroversi

Seperti diketahui, sejumlah pasal dalam Omnibus Law Cipta Kerja menuai kontroversi di publik. Salah satunya adalah Pasal 170 ayat (1) BAB XIII.

Pasal itu berbunyi, "presiden sebagai kepala negara memiliki kewenangan mencabut UU melalui PP dalam rangka percepatan pelaksanaan kebijakan strategis cipta kerja".

Baca juga: PKS Minta Pemerintah Jujur soal Pasal 170 Omnibus Law Cipta Kerja

Tidak hanya itu, seorang kepala negara juga memiliki kewenangan mencabut peraturan daerah (Perda yang bertentangan dengan undang-undang di atasnya melalui peraturan presiden (Perpres).

Hal itu termaktub pada Pasal 251 di draf Omnibus Law Cipta Kerja, yang menggantikan Pasal 251 dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Pemerintahan Daerah (Pemda).

Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia ( Formappi) Lucius Karus menyoroti pasal 170 dalam Omnibus Law Cipta Kerja itu.

Lucius berpendapat, apabila pasal yang memuat wewenang itu diusulkan oleh Presiden Jokowi sendiri, maka ia berpendapat, Jokowi memiliki semangat otoriter.

Baca juga: Mahfud Sebut Salah Ketik di Draf Omnibus Law Cipta Kerja hanya Satu Pasal

"Kalau Presiden sendiri yang menyodorkan konsep ini kepada penyusun draf RUU Omnibus Law, maka ini menjadi bukti bahwa Presiden Jokowi memang punya semangat otoriter. Dia ingin menumpukkan kekuasaan pada dirinya," kata Lucius pada Kompas.com, Senin (17/2/2020).

Belakangan, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Mahfud MD mengatakan, ada kemungkinan penempatan aturan tersebut di dalam draf itu disebabkan salah ketik.

"Kalau isi UU diganti dengan PP, diganti dengan perpres, itu tidak bisa. Mungkin itu keliru ketik. Atau mungkin kalimatnya tidak begitu. Saya tidak tahu kalau ada (aturan) begitu (di dalam draf)," ujar Mahfud di Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat, Senin (17/2/2020).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Partai Pendukung Prabowo-Gibran Syukuran Mei 2024, Nasdem dan PKB Diundang

Partai Pendukung Prabowo-Gibran Syukuran Mei 2024, Nasdem dan PKB Diundang

Nasional
MKMK: Hakim MK Guntur Hamzah Tak Terbukti Langgar Etik

MKMK: Hakim MK Guntur Hamzah Tak Terbukti Langgar Etik

Nasional
Ratusan Bidan Pendidik Tuntut Kejelasan, Lulus Tes PPPK tapi Dibatalkan

Ratusan Bidan Pendidik Tuntut Kejelasan, Lulus Tes PPPK tapi Dibatalkan

Nasional
Surya Paloh Ungkap Alasan Nasdem Tak Jadi Oposisi Pemerintahan Prabowo

Surya Paloh Ungkap Alasan Nasdem Tak Jadi Oposisi Pemerintahan Prabowo

Nasional
Golkar: Belum Ada Pernyataan Resmi Pak Jokowi Keluar dari PDI-P, Kami Enggak Mau 'Ge-er'

Golkar: Belum Ada Pernyataan Resmi Pak Jokowi Keluar dari PDI-P, Kami Enggak Mau "Ge-er"

Nasional
Politeknik KP Sidoarjo Buka Pendaftaran, Kuota Masyarakat Umum 80 Persen

Politeknik KP Sidoarjo Buka Pendaftaran, Kuota Masyarakat Umum 80 Persen

Nasional
Surya Paloh: Nasdem Dukung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Surya Paloh: Nasdem Dukung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Kenaikan Pangkat TNI: 8 Perwira Pecah Bintang, Kabais Resmi Berpangkat Letjen

Kenaikan Pangkat TNI: 8 Perwira Pecah Bintang, Kabais Resmi Berpangkat Letjen

Nasional
JK Nilai Konflik Papua terjadi karena Pemerintah Dianggap Ingin 'Merampok'

JK Nilai Konflik Papua terjadi karena Pemerintah Dianggap Ingin "Merampok"

Nasional
Biasa Koordinasi dengan PPATK, Dewas Nilai Laporan Wakil Ketua KPK Aneh

Biasa Koordinasi dengan PPATK, Dewas Nilai Laporan Wakil Ketua KPK Aneh

Nasional
Kementerian KP Luncurkan Pilot Project Budi Daya Udang Tradisional Plus di Sulsel

Kementerian KP Luncurkan Pilot Project Budi Daya Udang Tradisional Plus di Sulsel

Nasional
Soal PDI-P Tak Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran, Djarot Bilang Tidak Tahu

Soal PDI-P Tak Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran, Djarot Bilang Tidak Tahu

Nasional
Rencana Revisi, DPR Ingin Sirekap dan Digitalisasi Pemilu Diatur UU

Rencana Revisi, DPR Ingin Sirekap dan Digitalisasi Pemilu Diatur UU

Nasional
BKKBN Minta Bocah 7 Tahun Sudah Tunangan Tak Dianggap Biasa

BKKBN Minta Bocah 7 Tahun Sudah Tunangan Tak Dianggap Biasa

Nasional
Terungkap di Sidang, Biaya Ultah Cucu SYL Di-“reimburse” ke Kementan

Terungkap di Sidang, Biaya Ultah Cucu SYL Di-“reimburse” ke Kementan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com