Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ketentuan Kontroversial dalam RUU Ketahanan Keluarga Pasal Per Pasal

Kompas.com - 20/02/2020, 10:58 WIB
Dani Prabowo,
Icha Rastika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Rancangan Undang-Undang (RUU) Ketahanan Keluarga yang diusulkan sejumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menuai kontroversi.

Sebab, dalam RUU tersebut terdapat sejumlah regulasi yang mengatur ranah privat seseorang dalam hubungan berkeluarga.

RUU ini diusulkan oleh lima orang anggota DPR dari empat fraksi yang berbeda. Mereka adalah anggota Fraksi PKS Ledia Hanifa dan Netty Prasetiyani, anggota Fraksi Golkar Endang Maria Astuti, anggota Fraksi Gerindra Sodik Mujahid, dan anggota Fraksi PAN Ali Taher.

"RUU tersebut usul inisiatif DPR, masih dalam tahap penjelasan pengusul di rapat Baleg yang selanjutnya akan dibahas di Panja untuk diharmonisasi, sebelum dibawa ke pleno Baleg," kata Wakil Ketua Badan Legislasi DPR Achmad Baidowi, Rabu (19/2/2020).

Baca juga: Angka Perceraian Tinggi, Alasan Anggota DPR Usulkan RUU Ketahanan Keluarga

Berdasarkan penelusuran Kompas.com, setidaknya ada XX pasal yang berpotensi menimbulkan polemik.

Kewajiban suami-istri

Pertama, terkait kewajiban suami istri dalam menjalankan kehidupan berkeluarga. Aturan itu tertuang di dalam Pasal 25 yang terdiri atas tiga ayat.

Pada Ayat (2) disebutkan ada empat kewajiban suami, yaitu:

a. sebagai kepala keluarga yang bertanggung jawab untuk menjaga keutuhan dan kesejahteraan keluarga, memberikan keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuannya, dan bertanggung jawab atas legalitas kependudukan keluarga;

b. melindungi keluarga dari diskriminasi, kekejaman, kejahatan, penganiayaan, eksploitasi, penyimpangan seksual, dan penelantaran;

c. melindungi diri dan keluarga dari perjudian, pornografi, pergaulan dan seks bebas, serta penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya; serta

d. melakukan musyawarah dengan seluruh anggota keluarga dalam menangani permasalahan keluarga.

Sementara itu, kewajiban istri diatur di dalam Ayat (3) yaitu:

a. wajib mengatur urusan rumah tangga sebaik-baiknya;

b. menjaga keutuhan keluarga; serta

c. memperlakukan suami dan anak secara baik, serta memenuhi hak-hak suami dan anak sesuai norma agama, etika sosial, dan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Baca juga: Donor Sperma dan Sel Telur Terancam Pidana dalam RUU Ketahanan Keluarga

Donor sperma dan ovum

Kedua, larangan donor sperma, ovum (sel telur), hingga surogasi (sewa rahim).

Awalnya, di dalam Pasal 26 Ayat (2) disebutkan bahwa "Setiap suami istri yang terikat perkawinan yang sah berhak memperoleh keturunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dapat dilakukan dengan cara alamiah atau teknologi reproduksi bantuan dengan menggunakan hasil pembuahan sperma dan ovum yang berasal dari suami-istri yang bersangkutan dan ditanamkan dalam rahim istri dari mana ovum berasal."

Kemudian pada Ayat (3) disebutkan reproduksi bantuan dilakukan sebagai upaya akhir untuk memperoleh keturunan berdasarkan pada suatu indikasi medik sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Namun, pasal yang bertentangan justru termuat di dalam Pasal 31 dan Pasal 32.

Di dalam Pasal 31, terdapat larangan untuk menjualbelikan sperma atau ovum, mendonorkan secara sukarela, menerima donor sperma atau ovum yang dilakukan secara mandiri atau pun melalui lembaga untuk keperluan memperoleh keturunan.

Selain itu, setiap orang dilarang untuk membujuk, memfasilitasi, memaksa, dan/atau mengancam orang lain menjualbelikan sperma atau ovum, mendonorkan, atau menerima donor sperma atau ovum yang dilakukan secara mandiri atau pun melalui lembaga untuk memperoleh keturunan.

Baca juga: Pasal-pasal Kontroversial RUU Ketahanan Keluarga: Atur LGBT, BDSM, hingga Kewajiban Suami-Istri

Pada Pasal 32 disebutkan, setiap orang dilarang melakukan surogasi untuk memperoleh keturunan.

Selain itu, setiap orang dilarang membujuk, memfasilitasi, memaksa, dan/atau mengancam orang lain melakukan surogasi untuk memperoleh keturunan.

Bagi mereka yang dengan sengaja melakukan perbuatan yang tercantum pada Pasal 31 Ayat (1) terancam pidana penjara paling lama lima tahun dan atau denda paling banyak Rp 500 juta.

Sementara itu, mereka yang melanggar Pasal 31 Ayat (2) dipidana paling lama tujuh tahun dan denda paling banyak Rp 500 juta.

Adapun bagi mereka yang melanggar ketentuan pada Pasal 32 juga mendapat ancaman hukuman yang sama dengan Pasal 31.

Bila perbuatan pada Pasal 31 dan Pasal 32 dilakukan oleh korporasi, selain pidana penjara dan denda terhadap pengurusnya, korporasi juga terancam pidana denda paling banyak Rp 5 miliar.

Selain ancaman lain berupa pencabutan izin usaha dan pencabutan status badan hukum.

Ketiga, dalam pemenuhan aspek ketahanan keluarga, juga ada kewajiban memisahkan orang tua dan anak-anak dalam menjalankan kehidupan sehari-hari.

Hal itu tertuang di dalam Pasal 33 Ayat (2) yang mengatur tentang persyaratan tempat tinggal layak huni.

Ada tiga karakteristik yang diatur terkait hal itu:

a. memiliki sirkulasi udara, pencahayaan, dan sanitasi air yang baik;

b. memiliki ruang tidur yang tetap dan terpisah antara orangtua dan anak serta terpisah antara anak laki-laki dan anak perempuan;

c. ketersediaan kamar mandi dan jamban yang sehat, tertutup, dapat dikunci serta aman dari kejahatan seksual.

Tambahan cuti melahirkan 

Keempat, adanya pengaturan tambahan bagi istri yang bekerja di instansi pemerintah pusat, pemerintah daerah, lembaga negara, BUMN dan BUMD terutama dalam hal mendapatkan hak cuti melahirkan dan menyusui.

Di dalam Pasal 29 Ayat (1) huruf a disebutkan bahwa hak cuti melahirkan dan menyusui selama enam bulan, tanpa kehilangan haknya atas upah atau gaji dan posisi pekerjaannya.

Baca juga: ASN dan Pekerja BUMN/BUMD Diusulkan Dapat Cuti Melahirkan 6 Bulan

Ketentuan yang sama juga diatur bagi pelaku usaha di sektor swasta, sebagaimana tertuang di dalam Pasal 134 huruf b.

Namun, ketentuan ini berbeda dengan ketentuan yang diatur di dalam UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) dan Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil (PNS), serta Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Di dalam ketiga regulasi itu disebutkan bahwa cuti bagi wanita melahirkan paling lama tiga bulan.

Khusus untuk ASN, ketentuan itu berlaku hanya untuk anak pertama hingga ketiga, sedangkan, bagi anak keempat dan seteresnya diberlakukan cuti besar dengan syarat telah bekerja paling sedikit lima tahun.

Penyimpangan seksual

Kelima, kewajiban keluarga melaporkan anggotanya yang mengalami penyimpangan seksual kepada badan yang menangani ketahanan keluarga. Aturan itu diatur pada Pasal 86 hingga Pasal 89.

Di dalam aturan penjelasan untuk Pasal 85, ada empat hal yang disebut sebagai tindakan penyimpangan seksual.

Pertama sadisme, yaitu cara seseorang untuk mendapatkan kepuasan seksual dengan menghukum atau menyakiti lawan jenisnya.

Baca juga: Dalam Draf RUU Ketahanan Keluarga Diatur Larangan Aktivitas BDSM

Kedua, masochisme yaitu kebalikan dari sadisme berupa cara seseorang mendapatkan kepuasan seksual melalui hukuman atau penyiksaan dari lawan jenisnya.

Ketiga homosex dan lesbian yakni merupakan masalah identitas sosial di mana seseorang mencintai atau menyenai orang lain yang jenis kelaminnya sama.

Keempat, incest yakni hubungan seksual yang terjadi antara orang yang memiliki hubungan darah dalam garis keturunan lurus ke bawah, ke atas, atau menyamping, sepersusuan, hubungan semenda, dan hubungan yang oleh agamanya atau peraturan lain yang berlaku dilarang untuk kawin.

Menurut pengusul RUU, pelaporan ini agar mereka mendapatkan pengobatan atau rehabilitasi.

Adapun bentuk rehabilitasi yang nantinya bisa diterima berupa rehabilitasi sosial, psikologis, bimbingan rohani hingga medis sebagaimana diatur pada Pasal 85.

Pro-kontra

Kemunculan RUU ini pun menuai banyak tanggapan karena muatan pasalnya yang cukup kontroversial.

Salah satu pengusul, Sodik Mujahid, mengatakan, perlunya sejumlah aturan diatur di dalam RUU ini adalah demi menegakkan nilai-nilai Pancasila.

Baca juga: RUU Ketahanan Keluarga Atur LGBT Harus Lapor, Pakar: Itu Diskriminatif

Sebagai contoh, perilaku penyimpangan seksual, menurut dia, bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila.

"Ini yang menjadi diskusi kita. Apakah homoseksual privat atau tidak? Ketika masif, mengganggu bangsa atau tidak? Mengganggu umat manusia tidak?" kata Sodik, Selasa (18/2/2020).

Rekan satu partai Sodik yang juga Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad menyatakan bahwa RUU ini merupakan usulan perseorangan, bukan usulan fraksi.

Oleh karena itu, seluruh pasal yang ada di dalamnya perlu dicermati secara mendalam.

Meski demikian, ia menegaskan, DPR tak ingin menghasilkan UU yang berpotensi menimbulkan kontroversi di masyarakat.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Pusat Studi Konstitusi Universitas Andalas Feri Amsari menilai, norma-norma yang hendak diatur di dalam RUU Ketahanan Keluarga terlalu mengatur norma etika dan ranah privat warga negara.

"Ada banyak hal yang mendesak untuk dibuatkan aturan, kemudian masak soal keluarga diatur (dalam UU)? Itu (menyangkut) norma etika yang merupakan kesalahan terbesar jika diatur dalam UU," ujar Feri di Kantor Kemendagri, Jakarta Pusat, Rabu (19/2/2020).

Baca juga: RUU Ketahanan Keluarga Atur LGBT hingga Sadomasokis, Ini 5 Pengusulnya

Sejalan dengan Feri, Komisioner Komnas HAM Beka Ulung meminta DPR dan pemerintah tidak menghasilkan UU yang berpotensi menimbulkan diskriminasi.

"Komnas HAM mengingatkan kepada para pembuat kebijakan dan juga publik secara umum bahwa saat ini Indonesia adalah anggota Dewan HAM, sehingga sudah seharusnya rancangan kebijakan yang akan dihasilkan sesuai standar dengan prinsip dan norma hak asasi manusia," kata Beka ketika dihubungi Kompas.com.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pengamat Sebut Kemungkinan Prabowo Gandeng PDI-P Masih Terbuka, Ganjalannya Hanya Jokowi

Pengamat Sebut Kemungkinan Prabowo Gandeng PDI-P Masih Terbuka, Ganjalannya Hanya Jokowi

Nasional
Obituari Tumbu Saraswati, Politikus Senior PDI-P Sekaligus Pendiri TPDI

Obituari Tumbu Saraswati, Politikus Senior PDI-P Sekaligus Pendiri TPDI

Nasional
Wakil Ketua KPK Bantah Serang Balik Dewas dengan Laporkan Albertina Ho

Wakil Ketua KPK Bantah Serang Balik Dewas dengan Laporkan Albertina Ho

Nasional
Nurul Ghufron Gugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta

Nurul Ghufron Gugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta

Nasional
JK Puji Prabowo Mau Rangkul Banyak Pihak, tapi Ingatkan Harus Ada Oposisi

JK Puji Prabowo Mau Rangkul Banyak Pihak, tapi Ingatkan Harus Ada Oposisi

Nasional
Mantan Anak Buah SYL Mengaku Dipecat Lantaran Tolak Bayar Kartu Kredit Pakai Dana Kementan

Mantan Anak Buah SYL Mengaku Dipecat Lantaran Tolak Bayar Kartu Kredit Pakai Dana Kementan

Nasional
Beri Selamat ke Prabowo-Gibran, JK: Kita Terima Kenyataan yang Ada

Beri Selamat ke Prabowo-Gibran, JK: Kita Terima Kenyataan yang Ada

Nasional
DPR Bakal Kaji Ulang Desain Pemilu Serentak karena Dianggap Tak Efisien

DPR Bakal Kaji Ulang Desain Pemilu Serentak karena Dianggap Tak Efisien

Nasional
Komisi II Sebut 'Presidential Threshold' Jadi Target Rencana Revisi UU Pemilu

Komisi II Sebut "Presidential Threshold" Jadi Target Rencana Revisi UU Pemilu

Nasional
Prabowo Nyanyi 'Pertemuan' di Depan Titiek Soeharto: Sudah Presiden Terpilih, Harus Tepuk Tangan walau Suara Jelek

Prabowo Nyanyi "Pertemuan" di Depan Titiek Soeharto: Sudah Presiden Terpilih, Harus Tepuk Tangan walau Suara Jelek

Nasional
Fraksi Golkar Bakal Dalami Usulan Hakim MK soal RUU Pemilu dan Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Fraksi Golkar Bakal Dalami Usulan Hakim MK soal RUU Pemilu dan Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Nasional
Politikus Senior PDI-P Tumbu Saraswati Meninggal Dunia, Penghormatan Terakhir di Sekolah Partai

Politikus Senior PDI-P Tumbu Saraswati Meninggal Dunia, Penghormatan Terakhir di Sekolah Partai

Nasional
Bubar Jalan dan Merapat ke Prabowo, Koalisi Perubahan Dinilai Hanya Jual Gimik Narasi Kritis

Bubar Jalan dan Merapat ke Prabowo, Koalisi Perubahan Dinilai Hanya Jual Gimik Narasi Kritis

Nasional
Ucapkan Selamat ke Prabowo-Gibran, PPP: Tak Ada Lagi Koalisi 01 dan 03

Ucapkan Selamat ke Prabowo-Gibran, PPP: Tak Ada Lagi Koalisi 01 dan 03

Nasional
CSIS: Pemilu 2024 Hasilkan Anggota DPR Muda Paling Minim Sepanjang Sejarah sejak 1999

CSIS: Pemilu 2024 Hasilkan Anggota DPR Muda Paling Minim Sepanjang Sejarah sejak 1999

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com