JAKARTA, KOMPAS.com - Rancangan Undang-Undang (RUU) Ketahanan Keluarga dikritik sejumlah pihak karena dianggap terlalu mencampuri urusan pribadi.
RUU itu di antaranya mengatur tentang kewajiban suami dan istri dalam pernikahan hingga wajib lapor bagi keluarga atau individu pelaku LGBT.
Aktivitas seksual sadisme dan masokisme juga dikategorikan sebagai penyimpangan seksual dalam RUU tersebut sehingga wajib dilaporkan.
RUU Ketahanan Keluarga ini merupakan usul DPR dan masuk dalam program legislasi nasional (prolegnas prioritas) 2020.
Baca juga: Polemik RUU Ketahanan Keluarga, Fraksi Partai Golkar Tarik Dukungan
Pengusulnya adalah anggota Fraksi PKS Ledia Hanifa dan Netty Prasetiyani, anggota Fraksi Golkar Endang Maria Astuti, anggota Fraksi Gerindra Sodik Mujahid, dan anggota Fraksi PAN Ali Taher.
Dirangkum Kompas.com, berikut sejumlah pasal kontroversial dalam RUU Ketahanan Keluarga:
LGBT tergolong penyimpangan seksual
Keluarga atau individu homoseksual dan lesbian wajib melapor. Aturan itu tertuang dalam Pasal 85-89 RUU Ketahanan Keluarga.
Pasal 85 mengatur tentang penanganan krisis keluarga karena penyimpangan seksual. Penyimpangan seksual yang dimaksud dalam Pasal 85, salah satunya adalah homoseksualitas.
"Homosex (pria dengan pria) dan lesbian (wanita dengan wanita) merupakan masalah identitas sosial di mana seseorang mencintai atau menyenangi orang lain yang jenis kelaminnya sama," demikian bunyi salah satu poin penjelasan dalam Pasal 85.
Baca juga: LGBT Diatur RUU Ketahanan Keluarga, Pengusul Sebut atas Nama Pancasila
Selanjutnya, dalam pasal 86-87, pelaku penyimpangan seksual wajib dilaporkan atau melaporkan diri ke badan atau lembaga yang ditunjuk pemerintah untuk mendapatkan pengobatan atau perawatan.
Dalam Pasal 88-89 diatur tentang lembaga rehabilitasi yang menangani krisis keluarga dan ketentuan mengenai pelaksanaan wajib lapor.
Sadomasokisme menyimpang dan wajib dilaporkan
Tak hanya LGBT, RUU Ketahanan Keluarga juga mengatur pelaku sadisme dan masokisme atau bondage and discipline, sadism and masochism (BDSM).
BDSM adalah aktivitas seksual yang merujuk pada perbudakan fisik, sadisme, dan masokisme yang dilakukan atas kesepakatan kedua belah pihak.
Berdasarkan Pasal 85 RUU Ketahanan Keluarga, sadisme dan masokisme didefinisikan sebagai penyimpangan seksual.
"Sadisme adalah cara seseorang untuk mendapatkan kepuasan seksual dengan menghukum atau menyakiti lawan jenisnya," demikian bunyi salah satu poin penjelasan Pasal 85.
"Masochisme kebalikan dari sadisme adalah cara seseorang untuk mendapatkan kepuasan seksual melalui hukuman atau penyiksaan dari lawan jenisnya," demikian bunyi poin berikutnya.
Baca juga: Dalam Draf RUU Ketahanan Keluarga Diatur Larangan Aktivitas BDSM
Selanjutnya, dalam Pasal 86-89, diatur bahwa pelaku penyimpangan seksual wajib dilaporkan atau melaporkan diri ke badan atau lembaga yang ditunjuk pemerintah untuk mendapatkan pengobatan atau perawatan.