JAKARTA, KOMPAS.com - Perjuangan mencari kerja tidaklah mudah untuk Angkie Yudistia.
Perempuan yang menjabat sebagai Staf Khusus (Stafsus) Presiden Joko Widodo ini mengaku penah ditolak berkali-kali saat melamar pekerjaan hanya karena dia penyandang disabilitas.
Padahal, sebelum menjadi stafsus, Angkie sudah mendapat gelar pendidikan S2 atau master.
"Ketika aku melamar kerja. Penolakan itu sering terjadi. Karena ketidak percayaan orang lain atas kemampuan diri kita," kata Angkie selepas mengisi acara "Indonesia Butuh Anak Muda", di Ciputra Artpreneur, Jakarta Selatan, Rabu (19/2/2020).
Baca juga: Staf Khusus Angkie Yudistia Bujuk Jokowi Bentuk Komnas Disabilitas
Meski sulit mendapatkam pekerjaan, Angkie tidak tidak menyerah. Dia tetap optimistis dan berusaha mencari peluang ditengah kondisinya itu.
Ketika sulit mendapatkan pekerjaan, Angkie justru berusaha menciptakan peluang.
"Artinya aku memutuskan untuk jadi sociopreneur yang artinya supaya tidak terjadi hal-hal yang sama kepada teman-teman disabilitas yang lain," kata dia.
Angkie menceritakan, ketika menjadi sociopreneur, ia membantu para difabel untuk mengenal dunia kerja sehingga difabel siap diterima oleh industri pekerjaan apa pun.
"Artinya diskriminasi ini bisa terselesaikan kalau kita punya visi ke depan, pandangan melakukan perubahan tidam hanya ke diri kita sendiri tapi juga orang lain. Itulah satu contoh diskriminasi," ucap Angkie.
Sulit dapat kesetaraan
Selain itu, Angkie bercerita soal betapa sulitnya para kaum difabel mendapatkan pendidikan di sekolah inklusif, yakni sistem layanan yang mengatur difabel bisa sekolah di lokasi terdekat bersama teman seusianya tanpa harus dibedakan kelas.
"Tapi banyak sekali sekolah-sekolah inklusi itu menilai kita artinya sebagai warga negara berhak untuk mendapatkan pendidikan yang setara dong," ujar dia.
Baca juga: Stafsus Milenial Jokowi Angkie Yudistia Ceritakan Sulitnya Difabel Hidup Mandiri
Kendati sulit, Angkie menyarankan kaum difabel untuk terus berusaha mencari sekolah inklusif yang mau menerima.
Kata dia, diskriminasi harus dilawan oleh pribadi masing-masing.
"Diskriminasi itu terjadi di lingkungan kita yang harus melawan adalah kita sendiri tanpa harus bergantung dengan siapa pun karena sebagai agen perubahan itu adalah kita," ucap Angkie.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.