JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Universitas Andalas Feri Amsari menilai alasan salah ketik pada Pasal 170 dalam draf omnibus law RUU Cipta Kerja tidak masuk akal.
Menurut Feri, kesalahan ketik tidak akan mungkin sepanjang satu kalimat atau lebih.
"Tidak mungkin, bagi saya itu alasan salah ketik tidak masuk akal. Kalau salah ketik itu Feri jadi Fero, atau jadi Fer saja. Tidak masuk akal, masa ada salah ketik bisa sepanjang itu?, " ujar Feri di Kantor Kemendagri, Jakarta Pusat, Rabu (19/2/2020).
Baca juga: Anggota Komisi III Ragukan Alasan Salah Ketik Pasal 170 RUU Cipta Kerja
Terlebih, lanjutnya, pernyataan salah ketik itu disampaikan oleh Menko Polhukam Mahfud MD.
Sebagai pakar hukum tata negara, Feri menilai Mahfud memahami benar bahwa bunyi pasal 170 bertentangan dengan teori konstitusi dan konsep pemisahan kekuasaan negara.
"Beliau itu kan pakar tata negara. Pasti memahami potensi otoritarian negara (dalam pasal 170)," ucap Feri.
Sehingga dia pun mempertanyakan apakah ada maksud lain dari keberadaan Pasal 170 tersebut.
"Itu hampir tidak mungkin kecuali ada niat lain. Ini perlu dipertanyakan apakah pembentukan aturan seperti itu punya niat lain dari kehendak konstitusi?," tambahnya
Sebelumnya, anggota Komisi III DPR dari Fraksi PPP Arsul Sani meragukan alasan pemerintah terkait ketentuan pasal 170 dalam omnibus law Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja.
Arsul tak percaya jika pasal yang mengatur kewenangan pemerintah mengubah undang-undang menjadi peraturan pemerintah (PP) itu muncul karena salah pengetikan.
Sebab, menurut dia, isi Pasal 170 dalam RUU Cipta Kerja tercantum secara terstruktur.
"Saya kira tidak salah ketik, sebab kalau salah ketik itu, misalnya harusnya katanya ada, menjadi tidak ada, itu menjadi salah ketik," kata Arsul di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (19/2/2020).
"Tetapi kalau dalam satu kalimat saya kira, apalagi itu ada dua ayat yang terkait dengan itu paling tidak itu (pasal 170) enggak salah ketik lah," sambung dia.
Arsul mengatakan, kewenangan pemerintah dapat mengubah undang-undang lewat peraturan pemerintah dapat menabrak definisi dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (UU PPP).
Pasal 1 UU PPP menyatakan bahwa peraturan pemerintah adalah peraturan yang dibuat pemerintah untuk melaksanakan undang-undang.