JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Universitas Andalas Feri Amsari mengatakan, pasal 170 dalam draf omnibus law Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja melanggar tiga hal paling prinsip dalam ketatanegaraan.
Pasal tersebut mengatur kewenangan pemerintah mengubah undang-undang melalui peraturan pemerintah.
"Pasal 170 melanggar tiga hal paling prinsip ketatangeraan," ujar Feri di Kantor Kemendagri, Jakarta Pusat, Rabu (19/2/2020).
Baca juga: Formappi: Jika Pasal 170 Cipta Kerja Diusulkan Jokowi Sendiri, Artinya Otoriter
Pertama, pasal tersebut melanggar prinsip hierarki jenjang peraturan perundangan.
Feri mengatakan, berdasarkan Pasal 7 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, peraturan yang posisinya lebih rendah tidak dapat mengubah peraturan yang lebih tinggi.
"Pasal itu jelas melanggar prinsip hierarki jenjang norma hukum. Secara teori keilmuan peraturan perundangan peraturan yang lebih rendah tidak bisa mengabaikan peraturan yang lebih tinggi," ungkap Feri.
Baca juga: Soal PP Bisa Batalkan UU, Pakar: Yang Bikin Draf Omnibus Law Enggak Paham Hukum
Kedua, pasal 170 melanggar prinsip konstitusi. Sebab, jika peraturan pemerintah (PP) mengesampingkan UU, artinya UU tidak berfungsi.
Padahal berdasarkan pasal 20 ayat 1 UUD 1945, pembentukan UU berada di DPR.
"Kemudian hari ini (dalam draf RUU Cipta Kerja) DPR akan dinafikkan oleh PP, " tutur Feri.
Ketiga, pasal 170 melanggar prinsip pemisahan kekuasaan yang mana pembuat UU di DPR dan pemerintah menjalankan UU.
"Hari ini kekuasan bisa disingkirkan oleh PP. Potensinya abuse of power, kalau seluruh kekuasaan ada di pemerintah dan menimbulkan pemerintah yang otoriter," tegas Feri.
Baca juga: Presiden Bisa Batalkan UU di RUU Omnibus Law Cipta Kerja, Ray Rangkuti: Itu Otoriter!
Seperti diketahui, dalam pasal 170 ayat (1) RUU Omnibus Cipta Kerja, presiden sebagai kepala negara memiliki kewenangan mencabut UU melalui PP dalam rangka percepatan pelaksanaan kebijakan strategis cipta kerja.
Tidak hanya itu, seorang presiden juga memiliki kewenangan mencabut Perda yang bertentangan dengan undang-undang di atasnya melalui Peraturan Presiden (Perpres).
Hal itu termaktub pada Pasal 251 di draf RUU Omnibus Law Cipta Kerja, yang menggantikan Pasal 251 dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Pemerintahan Daerah (Pemda).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.